Tidak banyak yang tahu perihal keadaan Gara. Vano menutup akses media yang sengaja maupun tidak sengaja memberitakan tentang Gara. Teman-teman Ardhan dan Gara diminta mengunci mulut akan prahara ini.
Mengenai Fahira yang kenal Gara, biarlah, Ardhan tidak perlu berkata apa-apa. Lagipula, ia percaya Fahira tidak begitu peduli untuk menghebohkan jagat maya.
Papanya sangat tidak suka kekurangan. Menyangkut anak-anaknya terutama. Prinsip laki-laki harus lebih baik, lebih hebat, jangan kalah dengan perempuan, melekat di diri sang papa. Tidak ingin dianggap citranya rusak sebab yang orang-orang kenal adalah Vano seorang pebisnis sukses.
"Fahira suka sama lo, ya, Dhan?" Tanya Gara, memutar lehernya ke arah Ardhan yang tengah membuat tugas sekolah.
Ardhan beralih pandangannya sekilas dari buku materi, "Iya kayanya, Mas."
Gara ber-oh ria, lalu ia berdeham, "Gue lebih setuju lo sama Fahira daripada Riana."
Sejenak, Ardhan membatu. Perkataan Gara menarik dirinya mengubah konsentrasi. Fahira, orang yang baru dikenal Gara, berhasil memihakkan Gara padanya. Benar-benar luar biasa euforia gadis bernama Fahira.
"Kenapa? Mas baru kenal sama dia, juga?" Sahut Ardhan pelan.
"Pacaran itu bukan mencari yang seimbang, tapi cari yang sama-sama bisa diajak nyaman."
Ardhan menoleh ke ranjang Gara, tempat di mana abangnya berada. Di sana, Gara berkata penuh pendalaman, seolah tahu permasalahan antara ia dan Riana. Padahal, ia sama sekali belum bercerita.
***
Satria berdiri dengan senyum andalannya, "Hai, Mil. Gimana penampilan gue, bagus?"
Mila membuang muka, "Mamerin suara bagus lo ke semua pengujung kafe? Lo nggak biasanya mau nyanyi kalau nggak ada yang nyuruh. Trus sekarang kenapa lo nyanyi... buat gue?"
Kata terakhir Mila membuat Satria tertawa kecil, "Emang, sih, buat lo. Romantis, kan, gue?"
"Jawab pertanyaan gue," tekan Mila datar.
"Mil..." Satria memanggil, sorot matanya memandang dalam Mila hingga mampu membuat gadis itu terhipnotis. "Gue cuma mau ngelakuin apa yang belum pernah gue lakuin buat lo."
"Lo masih kuat, Sat? Kenapa nggak nyerah aja? Gue... belum bisa, Sat, maaf." Setelahnya, Mila memutuskan kontak mata mereka. Berjalan gontai melewati Satria.
Badan Satria mengarah pada Mila, "Sekarang gue nyerah, Mil," kata-katanya menghentikan langkah Mila, berucap setelah tubuh Mila berbalik. "Gue udah nggak mau denger penolakan atau penerimaan dari lo. Di sini, gue cuma nunjukin apa yang gue mau. Kalau lo terima gue, itu hal yang sangat gue syukuri. Kalau lo nolak... ya, tandanya lo bukan jodoh gue," pemuda itu terkekeh sendirian.
Mila berjalan pelan mendekati Satria. Kepalanya mendongak lantaran Satria lebih tinggi darinya, "Lo nyerah, Sat?"
Yang Mila anehkan, dalam keadaan seperti ini, tidak seinci pun Satria menyentuhnya.
"Iya, Mil, gue nyerah. Tapi lo harus ingat satu hal," ucap Satria menggantungkan kalimatnya, "apapun keadaannya, gue tetap mencintai lo... Yamila Karima."
"Gue nggak ngerti sama lo, Sat," Mila menggelengkan kepalanya berkali-kali, "terserah lo!" Lalu gadis itu berlari kecil dengan air mata yang siap terjun.
Sebelum tiba di tempat semula teman-temannya berkumpul, Mila menghapus sisa air matanya. Tersenyum ketika mereka menoleh, seakan tidak terjadi apa-apa barusan.
"Lama amat. Ngapain, Mil?" Tanya Tiara.
"Nggak kenapa-kenapa, kok," jawab Mila, "eh tadi sampai mana, ya?" Hindarnya dengan membolak-balikkan buku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebersit Rasa
Teen FictionPerkenalkan, dia Fahira Analea. Adik kelas yang menyukai seorang kapten basket di sekolahnya. Si warga Edelweiss jelata yang berani menjatuhkan hati pada Ardhan Revano, kakak kelas yang terkenal dan berbakat. Apa kata yang cocok untuk perjuangan ci...