Bab 4

226 22 7
                                    

"Eh, Riana, ayo masuk!" Ucap wanita yang masih cantik walau telah dimakan usia yang tidak lagi muda itu.

Gadis bernama Riana tersebut mengulum senyum seraya memijakkan kaki di rumah besar tersebut, "Nih, Tante, Bunda Riana masak sate madura tadi."

"Ya ampun... bilang sama bunda kamu makasih, ya, dari tante," Hanum tersenyum lebar, lalu mengambil rantang yang disodorkan Riana padanya.

"Iya, Tante. Oh iya, Ardhan mana ya, Tan?" Dari tadi Riana menjelajahkan mata ke sisi rumah, ia hanya melihat Hanum seorang.

"Ada tuh di kamarnya, coba aja kamu cek ke sana. Tante mau mindahin ini dulu," setelah itu Hanum berlalu dari pandangan Riana.

Gadis itu berjalan mendekati tangga menuju pintu berwarna mint di lantai dua. Ia sudah biasa datang ke rumah ini, mengingat ia dan Ardhan tinggal satu kompleks.

Sampai menuju pijakan anak tangga terakhir, pria yang ia cari keluar dari kamarnya. Sedikit kaget dengan kehadiran Riana, Ardhan langsung saja menghampiri.

"Kamu ngapain ke luar kamar?" Tanya cewek itu ketika Ardhan berada di hadapannya.

"Mau ke kamar Mas Gara. Lo sendiri ngapain ke sini? Mana nggak ngasih kabar lagi!"

Riana terkekeh, "Dhan, rumah kita deket, harus ya, ngasih kabar dulu?"

Ardhan memutar bola matanya malas, "Bukan gitu, ntar kalo gue nggak di rumah gimana? Gue kan sibuk."

Gadis itu tersenyum menahan tawa, "Iya deh, kapten, trus kaptennya Edelweiss ini lagi sibuk nggak sekarang?"

"Hmm..." Ardhan tampak berpikir, rencananya tadi ia ingin melihat keadaan kakak laki-lakinya di lantai bawah. "Nggak sih, kenapa?"

"Temenin beli cake dong, sekarang, kan, ulang tahun papa aku," ucapnya sambil mengedip-ngedipkan matanya.

"Ok, kita pergi sekarang."

Perasaan Riana sangat gembira, Ardhan selalu menyediakan waktu untuknya, dan tak lupa, ia satu-satunya cewek yang berhasil dekat dengan Ardhan.

***

Dengan memasukkan dua tangannya ke saku hoodie, Ardhan berjalan berdampingan dengan Riana. Gadis itu sibuk memanjakan matanya melihat barang-barang yang tentunya mahal tersebut tersusun rapi berdasarkan jenisnya. Terkadang mereka harus terjeda berjalan sebab Riana berhenti lalu memegang salah satu tas seraya berkata, "Ini bagus banget, Dhan!"

Ardhan melirik sekilas, ia hanya tersenyum sebagai respons pada perkataan Riana.

"Kamu kalau ke mal seringnya ngapain?" Tanya gadis berkulit putih itu.

"Nemenin mama belanja," jawab Ardhan dengan tatapan lurus.

Dua remaja tersebut kini sedang menyusuri rak-rak yang berisi banyak boneka. Riana sendiri yang membelokkan badannya ke tempat yang dijulukinya surga dunia. Ardhan menghela napas, sudah menjadi ketetapan bahwa perempuan selalu ribet jika mereka ke mal.

"Fotoin aku dong, Dhan!" Gadis itu memeluk satu boneka panda dan tersenyum lebar ke kamera, sudah tentu kamera ponsel Ardhan.

"Lo mau yang mana sih, Fahirun?..." terdengar suara orang sebal melewati pendengarannya.

Tampak si cewek menyahut, "Bingung, Bang, semuanya lucu-lucu tau. Gue disuruh milih satu di antara puluhan boneka ini? Semuanya aja lo angkut dah!"

"Heh! Jan ngadi-ngadi lo ya, kapok gue ngajak lo tiap bulan ntar."

Setelah mendapatkan satu pilihannya, si cewek segera membawa benda berwarna biru itu. Namun langkahnya terhenti mendadak, berterobos dengan mata hitam pekat milik pemuda itu.

Sebersit Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang