1 1 .

319 84 7
                                    

"Ini dari bunda." jelas Siyeon begitu bapak bertanya.

"Icunggggg! Nih ada ayam bakaaar!" pekik Siyeon memanggil adik bungsunya yang seharian ini tidak terlihat olehnya.

"Ademu lagi dateng ke acara ulang tahun." Siyeon mengangguk pelan. Merasa tidak ada urusan lagi, ia pun pamit untuk kembali ke kamar.

"Kakak udah makan?" tanya Bapak membuat langkah Siyeon terhenti, cewek itu membalikan tubuhnya menatap bapaknya yang sudah duduk di meja makan.

"Nanti aja, Siyeon belum laper." jawaban yang membuay Bapak menghela napasnya pelan,

"Sini makan sama-sama." kata Bapak seraya tersenyum. Siyeon mengangguk pelan, dengan gerakan pelan ia duduk di berseberangan dengan pria yang kini menyandang status sebagai ayahnya itu.

"Kakak sekarang kelas sebelas ya?" Bapak membuka pembicaraan. Biasanya saat makan begini mama yang akan banyak bicara. Hanya hitungan jari Siyeon di posisi berdua dengan bapak.

"Gimana sekolahnya? Susah gak?" tanya bapak lagi setelah mendapatkan anggukan dari pertanyaan sebelumnya.

"Dipelajaran tertentu iya, kayak matematika sisanya masih bisa di atasin sih."

Kemudian hening... bahkan sampai makan selesai pun suasana tetap seperti itu. Merasa tidak ada kepentingan lain, Siyeon memilih kembali ke sarangnya, cermin mangkujiwo. Ya gak dong, emang dikira kunti. Tentu saja ke kamarnya dan kembali sibuk tidak ngapa-ngapain.

Kali ini, Siyeon gak langsung goleran di kasur, melainkan mandi terlebih dahulu soalnya gak tahan sama badan yang penuh keringet. Dan tepat setelah ia selesai mandi, pintu Siyeon diketuk pelan.

"Kak, bapak boleh masuk?" Siyeon mendudukan tubuhnya kemudian mengangguk pelan.

Bapak memasuki kamarnya kemudian duduk di bangku tempat Siyeon biasa mengerjakan tugas.

"Kakak kan mau kelas 3, kakak gak mau daftar bimbel? Siapa tau bisa ngebantu kakak belajar."

"Belum tau. Tapi kalau belajar di sekolah masih belum ngerti nanti Siyeon bakal bilang. Lagian di sekolah bakal ada bimbel juga."

"Kakak mau kuliah ambil apa rencananya?"

"Mau ambil jurusan hukum. Siyeon mau jadi pengacara." Bapak tersenyum mendengarnya. Lega rasanya mendengar anaknya mempunyai mimpi.

"Terus rencananya mau kuliah di mana?"

"Ada. Di luar kota."

"Di sini kan banyak kampus, Kak. Kenapa gak di sini aja?"

"Ada kok, tapi ya gitu tergantung nilainya. Siyeon mau coba SNMPTN."

"Berarti kakak siap nih buat kuliah sampe S2? Kalo mau jadi pengacara biasanya harus kuliah lagi." Siyeon mengangguk pelan.

"Kakak gak mau cari di luar negeri? Kampus di luar negeri kan banyak yang lebih bagus ketimbang di sini."

"Belum kepikiran sampe situ sih. Tapi kalo memungkinkan Siyeon bakal bilang."

Bapak tersenyum memperhatikan anaknya yang kini sudah tumbuh dewasa, pertama kali bertemu saat Siyeon kelas 2 SD sedang Jisung berumur 2 tahun. Bapak tahu kalo putri sulungnya memang sedari kecil merupakan pribadi yang sangat tertutup, walau keliatan terbuka tapi Siyeon jarang membicarakan hal yang ssngat pribadi. Merasa itu privasi, maka dari itu ia lebih membahas hal-hal yang berkaitan dengan sekolah. Untuk hal yang lebih privasi ia akan tanya pada istrinya.

"Kalo ada apa-apa kasih tau bapak ya? Nanti bapak bantu." Bapak mengelus rambut anaknya lembut kemudian pamit dari sana.

Siyeon menghela napasnya pelan. Menatap pintu kamarnya yang hampa. Siyeon merasa gak enak karena belum bisa sepenuhnya menganggap bapak itu sebagai ayahnya. Tapi yang ia tahu bapak itu sayang sama dia.

[2] DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang