2 5 .

225 23 0
                                    


"Sampai kapan lo bakal kayak gitu, Yeon? Lo emang gak malu sering dicap perusak hubungan orang terus?"

Pandangan tajamnya melunak dan berubah, kini Siyeon memandang Soobin iba. Well, dibanding sakit hati, Siyeon merasa kasihan pada cowok di hadapannya itu.

"Lo sampai kapan jadi kacungnya Lia? Dengan lo bersikap kayak gitu Lia bakal mau pacaran sama lo gitu?" Siyeon menahan senyumnya begitu tangan Soobin terlihat mengepal seolah siap melayangkan tinju kapan saja.

"Terserah lo mau percaya atau enggak, dari awal mereka pacaran gue sama Jeno gak sedeket dulu, tapi Lia yang selalu nuduh Jeno yang katanya lebih mentingin gue padahal gue sendiri lagi deket sama cowok lain. Lia banyak ngancem nyakitin diri sendiri ke Jeno kalo dia masih deket sama gue, gue sampe musuhan sama Jeno biar Lia ngerasa aman. Tapi, Jeno malah diputusin padahal Jeno masih sayang banget. Jeno gak bisa cerita sama keluarganya karena dia gak mau Lia dibenci."

Sayangnya kata-kata itu seakan tersangkut di tenggorokannya. Nyatanya itu hanya jeritan hatinya. Bukan, Siyeon bukannya tidak ingin menjelaskan itu semua. Hanya saja ia merasa tidak perlu menjelaskan semua itu kepada orang yang terlanjur benci padanya.

"Kalo gue suka sama Jeno, udah pacaran dari dulu kali."

Soobin memalingkan wajahnya lalu mendengus.

"Bilang aja friendzone."

"Ngatain diri sendiri lo?"

Soobin hendak membuka mulut membalas perkataan Siyeon, namun sebelum mengeluarkan kata-katanya sebuah klason berbunyi nyaring mengurangkannya. Datangnya dari sebuah motor skupi yang berhenti di depan rumah sebelah rumah Pak Donghae.

Tanpa beranjak dari tempat, Soobin memandang sebal ke arah pengendara yang sedang membuka kaca helm-nya yang longgar. Kemudian klakson terdengar lagi.

"Minggir woy!" serunya sembari memberi gestur mengusir, membuat lelaki jangkung itu beranjak menyingkir, tak lupa mendorong motornya yang menghalangi pintu masuk gerbang rumah keluarga Lee.

"Kalo lo mau ribut, jangan depan rumah orang!" sungutnya pada Soobin yang berubah kikuk.

"Pergi lu sono!" usirnya membuat Soobin menatap nyalang pada sosok tinggi tersebut, namun akhirnya ia—lagi-lagi—mendengus kesal sebelum akhirnya pergi dari sana.

Siyeon menghela napas lega, tubuhnya tiba-tiba merasa lelah karena terkuras emosi. Ia mengucapkan terima kasih pada Younghoon yang datang tepat waktu.

"Makasih buat apa?" Younghoon yang kebingungan garuk belakang kepalanya.

"Ngusir orang tadi."

___


"Gak rokok?"

Lelaki menggeleng setelah menghisap vape yang hampir selalu ia bawa. Bibirnya sedari tadi hanya digunakan untuk menghisap nikotin dibalut wangi buah enak itu sambil sesekali menyeruput kopi. Orang yang di sebelahnya pun ikut terlarut dalam keheningan. Seakan paham bahwa bocah berbalut baju seragam putih abu yang sudah berantakan dan jauh dari kesan murid teladan itu hanya ingin ditemani.

Sudah hampir setengah jam lamanya mereka hanya membisu sambil memandangi jalanan yang sepi. Jeno melirik pada ponsel milik orang itu yang bergetar kencang. Entah sudah berapa kali ponsel itu terus mendapat panggilan.

"Alamat diamuk kakak lo ini." katanya kemudian.

"Lo ini bukan gua." cibir Jeno penuh ejekan.

"Sini lu gua poto dulu biar ada bukti." katanya lalu membidik foto asal dengan mode selfie.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[2] DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang