"Langsung pulang aja yuk."
"Gak mau makan dulu? Kan mkita belom makan, entar sampe rumah tremor dikira aku ngajak jalan tapi gak dikasih makan." omel Jeno seraya menggenggam lengan mungil tersebut menuju foodcourt. Cewek itu cuman terkekeh pelan, mengangguk tanda setuju akan ajakan pacarnya itu.
"Mau makan Solarina?"
"Ke mekdi terus makannya di mobil aja gimana?" Jeno menatap pacarnya itu dengan lamat. Emang sih Lia tuh baru semalem sampe rumah wajar aja masih keliatan capek. Akhirnya Jeno mengiyakan, walau sebenarnya Jeno merasa belum puas dengan acara nge-date-nya kali ini.
"Maaf ya, aku gak bisa sampe malem." Jeno mengangguk menanggapinya. Ya, mau bagaimana lagi, dengan Lia yang meluangkan waktu padahal capek tuh buat Jeno tersentuh.
"Iya gak apa-apa yang penting kamu makan dulu sebelum pulang." Tak lupa elusan kepala kepada si lebih mungil itu kemudian saling melempar senyum.
Jeno menyuruh Lia untuk duduk, sedang dirinya mengantre memesan makanan. Ia mengecek saldo ATM nya melalui mbanking in case kalo saldonya gak cukup, seketika ia menyadari kalau hari ini sudah memesan sesuatu untuk nanti malam.
Setelah mengambil pesanan mereka kembali berjalan yang kali ini menuju basement. Entah keberapa kalinya Jeno mencuri tatapan, bahkan menatap wajah pacarnya terang-terangan karena merasa dilema. Dilema harus bilang atau mengurungkan niatnya itu.
"Berarti malem ini kita gak jadi keluar?" Pada akhirnya Jeno kembali memastikan. Wajahnya menatap nanar pada Lia yang terkekeh geli.
"Iya, maaf ya. Aku gak ada niatan batalin janji, tapi nanti malem mau ke rumah oma soalnya."
"Iya gak apa-apa. Santai, besok-besok kita bisa pergi lagi."
Fokus Jeno kini teralihkan dan memandang jalanan dengan sebelah tangan menyetir dan sebelah lagi memakan burger. Lia yang memang diam saat makan membuat suasana mobil hanya dipenuhi playlist lagu pop Indonesia.
Pikiran Jeno berputar memunculkan berbagai hal secara acak. Sambil menunggu lampu berubah hijau, Jeno menghabiskan kentang gorengnya. Sampai akhirnya pandangannya bertolak pada ponsel Lia yang dalam mode senyap sedang di-charge dan tersimpan di dekat tuas persneling.
Tanpa sepengetahuan cewek di samping kirinya itu, Jeno menggeser tombol merah tersebut dan mematikan data seluler. Matanya kembali melihat ceweknya yang sedang melamun menghadap pada jendela di sebelah kiri. Burger di tangannya tak kunjung habis. Kebiasaan jeleknya mengemut makanan.
"Aku mau nanya, tapi kamu jawab jujur, boleh?" Lia yang semula termenung mengalihkan pandangannya pada sosok di sebelah kanannya. Tatapannya yang sulit diartikan namun mengintimidasinya membuat Lia gugup plus dag dig dug tanpa sebab.
"Sebenernya kamu sama Soobin tuh apa?"
Dengan tenang Lia memilih tertawa pelan. Berharap suasana tidak menegangkan. Namun hal itu malah justru membuat tatapan Jeno menajam, menegaskan bahwa ia sedang tidak bercanda.
"Aku sama Soobin sahabatan aja. Kayak kamu sama Siyeon." jawabnya walau Lia males banget mention cewek itu.
"Kamu rencanain apa sama dia?" kali ini Lia seakan tuli, bukannya menjawab malah sibuk memainkan ponselnya.
"Lia, kamu rencanain apa sama Soobin?!"
"Rencana apaan sih?! Gak ada!" Lia paling gak suka nada Jeno meninggi gini, makanya secara gak sadar ia pun meninggikan nadanya.
"Kamu gak nyuruh Soobin deketin Siyeon kan?" tanya Jeno lagi kali ini mencoba dengan nada yang tenang, karena lampu sudah berubah hijau.
"Ya kamu pikir aja sendiri, ngapain aku ngurusin kayak gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Distance
Fanfic"gue baru sadar mau sedeket apapun kita, pada akhirnya tetap berjarak ya?" ㅡlee jeno & park siyeon prequel 'a blessing in disguise' ⚠️ harsh word ⚠️ non-baku