14

308 44 7
                                    

"Remy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Remy."

***

Eden memasukan ponselnya ke dalam kantung lalu menyandarkan tubuhnya pada tembok luar kantor polisi. Ia ingin menemui Ar, untung saja lelaki itu segera mengangkat telefonnya dan sedang tidak tugas di lapangan. Matanya menatap datar kendaraan yang berlalu lalang di depannya. Maniknya beralih pada dedaunan yang berterbangan di bawa oleh angin. Ia sangat iri dengan keduanya. Mereka seolah memberitahu Eden jika dapat pergi bersama dengan bebasnya. Dalam hati, Eden berharap suatu saat nanti akan ada yang pergi bersamanya tanpa melihat siapa dirinya.

"Eden." Panggil Ar. Eden menegakan badannya menyambut kedatangan Ar. Lelaki itu menatap bingung dengan penampilan dan tas hitam besar yang tergeletak tak jauh dari Eden.

"Ar, aku memutuskan untuk pergi mencari Maru," ucap Eden dengan wajah yang datar.

Ar mengerutkan keningnya, "Kenapa tiba-tiba? Kau tidak perlu melakukan apapun. Aku yang akan mencarinya, kau tetaplah bersama Gree. Dia akan menjagamu."

Ar mencoba untuk meyakinkan Eden, namun nyatanya lelaki di depannya itu hanya menatapnya datar. Ar tidak bisa membaca apapun dari manik merah muda yang biasanya berbinar indah itu.

"Gree sudah tahu semuanya. Dia tidak mempunyai kewajiban untuk menjaga pembunuh seperti ku. Salahku, mengapa aku harus melupakan korbanku sendiri," ucap Eden dengan seringaian di wajahnya.

Ar membelalakan matanya. Gree sudah mengetahui semuanya, bagaimana bisa.

"Sekarang, fokuslah pada dirimu sendiri. Aku tidak ingin membalas apa yang Maru lakukan padaku, yang aku butuhkan hanya kebenaran agar aku bisa memafkan diriku sendiri," ucap Eden lalu mengangkat tas hitam yang ia bawa.

Ar tidak mengatakan apapun. Ia tidak tahu bagaimana menanggapi lelaki itu kali ini. Ia benar-benar tidak menyangka jika akan secepat ini. Ia hanya mampu melihat punggung sempit itu semakin menjauh. Eden menghentikan langkahnya lalu berbalik. Lelaki itu mengangkat topinya dan tersenyum ke arah Ar.

"Terima kasih telah mendoakan kebahagiaanku. Namun, yang harus kau tahu jika kebahagiaan itu tidak akan datang padaku."

Eden melanjutkan langkahnya dan menghilang di tengah lampu temaram yang terpasang di sepanjang jalanan kantor polisi. Benar. Satu yang harus Ar tahu, Eden sudah merelakan semuanya. Lelaki itu hanya ingin memanfakan dirinya dan meyakinkan dirinya jika bukanlah dia yang bersalah. Dia bukan seorang pembunuh.

***

Eden sudah berada di sebuah bus yang akan mengantarkannya ke Utara. Ia bersyukur bus disini beroperasi 24 jam yang ada setiap dua jam sekali. Bus yang ia naiki tidak memiliki banyak penumpang dan Eden memilih duduk di kursi paling belakang. Ia kembali mencoba menghubungi Mauve dan akhirnya lelaki itu menjawabnya.

Bridge of Flower Petals [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang