22

397 44 3
                                    

"Jangan pergi lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan pergi lagi. Aku tidak menyukainya."

***

Eden membuka matanya dan dapat melihat Gree yang tertidur. Sesaat kemudian ia menyeritkan dahinya saat Gree terlihat tidak nyaman dalam tidurnya. Dahi lelaki itu dipenuhi dengan peluh. Eden mengusap pelan peluh itu sembari mengecek suhu badan Gree. Eden mengehla nafasnya. Ia sedikit kesal karena lagi-lagi lelaki ini sakit dihadapannya. Hey, bahkan mereka belum ada 24 jam bertemu kembali.

Eden bangun dari tidurnya lalu mengambil termometer yang ia ingat ada di salah satu bagian kamar tidur milik Gree. Setelah mendapatnya, ia segera menemperlakn termometer itu di telinga Gree. Eden cukup terkejut saat melihat angka termometer yang mencapai mencapai 39,9o. Ia menepuk pelan pipi Gree memastikan apakah lelaki itu masih sadar.

"Apa yang harus aku lakukan." Eden mulai panik. Ia kembali menepuk pipi Gree agar lelaki itu tersadar. "Gree aku mohon setidaknya sadarlah."

Tidak lama setelah itu, Eden menghela nafasnya lega saat lelaki itu mengerutkan dahinya menahan sakit dikepalanya sekaligus akibat tepukan Eden di pipinya. "Kenapa kau tiba-tiba bisa sakit, hm? Tidak mungkin karena angin jembatan kelopak bunga, kan? Atau karena kau kebanyakan menangis?" Eden tak henti-hentinya bergumam.

Di tengah kepanikannya, ponsel Gree berdering. Dengan segera ia mengangkat telefon yang ternyata berasal dari sekertaris Gree itu. Suara wanita disana langsung menanyakan dimana keberadaan Gree karena ia memiliki beberapa pertemuan hari ini.

"Maafkan aku. Tapi, aku rasa Gree tidak bisa datang ke kantor hari ini. Demamnya sangat tinggi," ucap Eden sembari mengelap peluh di dahi Gree.

"Maaf, dengan siapa saya bicara?" tanya sekertaris Gree di sebrang sana.

"Eden."

"Ah, baik. Apakah perlu saja panggilkan dokter keluarga Presiden Goldenier?"

Eden menganggukan kepalanya. Kenapa ia tidak terpikirkan dengan dokter keluarga Gree. "Boleh, tolong panggilkan untukku. Terima kasih."

Beberapa saat kemudian, datanglah seorang dokter dan langsung mengecek keadaan Gree. Lelaki itu diberikan infus untuk menurunkan demamnya.

"Akhirnya ia tidak bisa menahannya lagi."

Eden mengalihkan pandangannya pada sang dokter. Pria itu menyimpan kedua tangannya di belakang tubuh sembari memandang Gree yang tertidur di kasur.

"Beberapa tahun belakangan ini ia hanya datang padaku untuk mengambil beberapa vitamin. Mungkin dia merasa jika tubuhnya baik-baik saja. Namun, aku sadar dia tidak sebaik itu. Aku tahu ini tidak sopan, tapi aku merasa sedikit lega karena Gree kehilangan kesadarannya."

Eden menatap Gree sendu. "Aku menyesal karena tidak segera menemuinya."

Sang dokter terkekeh, "Jangan katakan itu di depan Gree. Dia benar-benar menghormati keputusanmu. Kau datang disaat yang tepat."

Bridge of Flower Petals [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang