13. Mencoba Berdamai

5.7K 506 57
                                    

“ngapain kamu sendirian disini ?”

“a-anu.. gak ngapa-ngapain kok. Cuma ngangetin badan aja” jawabnya terbata

Daffa benar-benar  kaget saat mendapati Jeffrey menepuk bahunya. Wajah papanya terlihat tegang. Namun setelah mendengar jawaban Daffa, pria itu terlihat mengembuskan napas lega.

Jeffrey terbangun saat merasakan tempat disampingnya kosong, seketika ia langsung panik saat tak mendapati Daffa tak berada disampingnya.

Jeffrey mendudukan diri disamping Daffa, melakukan hal yang sama dengan Daffa.
Hening, mereka sama-sama terdiam tanpa ada yang berniat membuka suara. Membuat suasana diantara mereka berdua terasa canggung.
Jeffrey berdehem keras mencari perhatian. mencoba mencairkan suasana. Ia sungguh tidak tahan dengan situasi seperti ini.

“kakinya masih sakit ?” tanyanya kik-kuk. Matanya melirik plaster luka yang membalut luka di betis Daffa. 

“uum.. sedikit, tapi udah gapapa ” jawab Daffa jujur tanpa menutup-nutupi. Jeffrey mengangguk pelan mendengar jawaban Daffa. rasa khawatirnya sedikit menguap. Kini ia bingung harus melakukan apa. Rasa-rasanya ia tidak punya topik pembicaraan untuk mengobrol dengan Daffa.

“kamu mau ubi bakar ?”

“ehm.. emang masih ada, Pa ?” Daffa menoleh dengan tatapan polosnya.

“gatau. Bentar, biar papa lihat dulu”

Jeffrey beranjak mengambil kantung kresek yang berada disamping tenda. Ia berharap masih ada ubi yang tersisa setelah tadi sore Abrisam dan yang lain sudah memakannya untuk teman cemilan saat mengobrol. Ia mendesah kecewa ketika hanya mendapati dua buah ubi, lebih sedihnya dua ubi itu berukuran kecil dengan bentuknya yang mengkerut, produk gagal akibat hama.

“tinggal dua nih, cukup buat kita”
Jeffrey memanggang dua ubi itu di atas bara api dengan matanya yang sesekali melirik Daffa yang dari tadi hanya diam dengan mata yang menatap lurus pada ubi-ubi yang sedang Jeffrey panggang.

“Daffa”

yang dipanggil mengalihkan seluruh perhatiannya menatap Jeffrey.

“Jangan terluka lagi”

“eung ?”

“jangan terluka lagi. Papa ikut merasa sakit jika kamu terluka”  ungkap Jeffrey. Netranya menatap tulus manik bulan sabit putranya yang mengerjap-ngerjap polos. Membuat Jeffrey tak bisa menahan untuk tidak mengusak lembut rambut lebat Daffa yang sekarang agak memanjang.

Daffa yang diperlakukan seperti, hatinya bahagia luar biasa. Angin dingin yang menusuk malam ini tak berarti apa-apa karena perlakuan hangat ayahnya. Tak kuasa anak itu untuk menahan senyumannya. Senyumanya indah merekah sampai kelereng hitam matanya tenggelam tergantikan dengan segaris bulan sabit yang lucu.

“makasih Papa”

“huh ?” kini Jeffrey yang kebingungan. Terimakasih untuk apa ?

“terimakasih udah khawatir sama Daffa. Daffa akan jadi anak yang kuat biar ga terluka lagi” janji Daffa. ucapnya mantap tanpa melunturkan senyumannya.

Jeffrey jadi bertanya-tanya sendiri. sejak kapan senyuman Daffa menjadi sumber kebahagiaannya ? kemana ia selama ini ? mengapa ia baru tahu jika sedikit berdamai dengan masalalunya hatinya bisa merasa setenang ini. ia jadi merasa bersalah kepada anak lelaki yang duduk di sampingnya. Daffa sudah sedewasa ini rupanya. Karena egonya, Daffa harus hidup tanpa kasih sayangnya hingga anak itu tumbuh remaja. Batinnya terus bergumam maaf walau ia tahu  Daffa tak mendengarnya. Mulai sekarang ia berjanji akan memperbaiki semuanya.

TBC

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TBC

Singkat ya ?
Hehe. Aku buntu bgt soalnya, tapi memaksakan untuk update.
Soalnya aku kangen sama kalian 🤗

Tak terasa ya sudah akhir tahun.
Aku harap semoga di tahun depan kita selalu sehat dan diberi keselamatan oleh Allah. Serta di tahun 2022 ini semoga kita bisa lebih baik dari tahun kemarin. Aamiin..
Kalian tim mana ? menyambut tahun baru bersama keluarga apa nunggu konser SMTOWN LIVE ?
Aku sih tidur. Hehe..
Bye..

Lamongan, 31 Desember 2022

PAPA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang