22. Ekspektasi

6.4K 596 117
                                    

suatu malam Jeffrey pernah terbangun karena pria itu merasa haus. Saat hendak ke dapur untuk mengambil air, Jeffrey memergoki Daffa masih belum tidur, padahal saat itu jam tengah menunjukkan pukul satu dini hari. namun sang anak masih tampak asik sekali bermain game di ponselnya. Padahal sebelumnya Jeffrey sudah memperingatkan sampai tiga kali agar sang anak jangan sampai tidur larut.

Jeffrey mendekat, membuka sedikit pintu kamar anaknya yang masih tampak terang karena Daffa tidak mematikan lampu kamarnya.

" I got you I got you I got you! Don't worry man, wooo!"
"Yo I got you i got you i got you,"
"I save you! i got you i got you ssshh.."

Daffa asik mengoceh dalam kesibukannya ketika bermain. Jarinya dengan lincah bergerak di atas layar ponselnya untuk membantu temannya yang tengah diincar oleh musuh.

Daffa terlihat ribut sendiri hingga tidak menyadari Jeffrey telah menatapnya datar di sela-sela pintunya yang sedikit terbuka.

Bahkan ocehan Daffa terdengar sampai dapur karena suasananya yang memang benar-benar sepi.

Jeffrey menggeleng pelan, kemudian tanpa peringatan apapun. dengan tidak berperasaan Jeffrey pun mencabut kabel WiFi. Selang beberapa detik kemudian bapak satu anak itu tersenyum menyeringai, mendengar teriakan kesal dari dalam kamar putranya.

"LOH LOH LOH KOK NGELAG SIH! ADUH KENAPA INI WOY?!"

Jeffrey mati-matian menahan tawanya agar tidak menggelegar hingga perutnya terasa kram.

"Dasar anak nakal. Selamat tidur, Daffa. Hahaha." Kemudian berlalu menuju kamarnya sendiri untuk kembali melanjutkan tidurnya.

Jika Jeffrey kira Daffa akan tidur maka ia salah besar. ia kecolongan, saat dirinya baru saja menutup pintu kamarnya, Daffa malah keluar untuk menonton piala dunia di televisi ruang keluarga hingga menjelang subuh.

Dan lagi-lagi, malam ini Jeffrey memergoki Daffa yang belum tidur di jam setengah dua belas malam. Kasusnya beda lagi, kali ini apa yang dilakukan Daffa berbeda dengan malam-malam sebelumnya.

"Tidur Daffa, jangan begadang. Nyatetnya kan bisa dilanjut besok lagi. Kaya gak ada hari esok aja,"

Jeffrey sudah dua kali mengecek ke kamar Daffa, namun Jeffrey tetap menemukan pemandangan yang sama, anaknya itu masih saja mangkring di kursi meja belajarnya karena sibuk menyalin materi selama ia tertinggal pelajaran.

"Iya Pa, dikit lagi selesai ini," tenang Daffa agar sang Papa berhenti mengomel. Padahal ia sedang dalam mode semangat-semangatnya. Ia bahkan sudah berniat akan mengerjakan PR nya yang masih di kumpulkan tiga hari lagi setelah merampungkan mencatat materi yang ini. Entah bagaimana tapi menurut Daffa semakin larut Daffa belajar, otaknya terasa semakin bekerja optimal dalam mengerjakan sesuatu. Kadang saking fokusnya, ia sampai lupa waktu. Tahu-tahu sudah jam satu atau dua dini hari ketika ia menengok jam dindingnya.

Ngomong-ngomong Daffa sudah mulai masuk sekolah sejak kemarin. Sudah terhitung tiga minggu sejak masa liburannya habis, ia terpaksa izin tidak dapat mengikuti kegiatan belajar di sekolah karena kondisinya yang masih dalam tahap pemulihan.

"Bener loh ya?, Awas kalau papa nemuin kamu masih begadang, Papa matiin saklar listriknya!" ancam Jeffrey tidak main main.

"Kok gitu ngancemnya?! Entar satu rumah listriknya mati semua dong!" Daffa memprotes. Alisnya mengkerut kesal, Menurutnya apa yang di lakukan Jeffrey sangat berlebihan. Ia tidak suka. Apalagi kalau Daffa lagi punya kemauan kuat seperti ini.

"Biarin aja. Suka-suka Papa dong. Kan rumah ini rumah Papa," ucap Jeffrey santai namun terdengar sangat menyebalkan. "Kalau WiFi nya yang dimatiin udah ga ngaruh buat kamu" imbuhnya singkat, kemudian berlalu untuk kembali ke kamarnya.

PAPA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang