20

6.6K 499 91
                                    

Jeffrey pikir Daffa adalah anak yang mandiri dan tidak banyak tingkah. Namun setelah semalam ia berbicara dari hati ke hati bersama Daffa. Ia tak menyangka Daffa akan langsung menunjukkan sifatnya yang manja.

Jeffrey tak masalah sebenarnya, dia mengerti mungkin selama ini Daffa terpaksa didewasakan oleh keadaan karena tidak ada yang bisa diandalkan kecuali dirinya sendiri, sehingga jika mengeluh pun semua akan sia-sia. Namun sekarang Daffa sudah menjadikan ia sebagai sandarannya. Maka tak heran jika Daffa akan menjadi dirinya sendiri dan bebas mengatakan apa yang ia rasakan kepadanya, karena Daffa jadi merasa dipedulikan dan selalu diperhatikan.

Seperti saat ini, inginnya seharian Daffa ingin ditemani papanya. Walaupun tidak melakukan apa-apa, Daffa  menganggap  ini akan menjadi quality time  mereka berdua.

Namun harapan sederhana itu terpaksa harus Daffa telan kembali. Karena nyatanya Papanya  lebih mementingkan urusan kantor daripada harus memenuhi keinginannya yang sederhana itu.

Daffa tentu saja merasa kesal bercampur sedih. Semalam baru saja papanya berjanji akan meluangkan waktu untuknya. Tapi sekarang apa ? Baru mendapat satu telepon dari sekretarisnya saja Jeffrey sudah ingin berlari menuju kantornya.

"Papa cuma ke kantor bentar. siang nanti papa janji udah disini lagi, Boleh ya? Hm ?"

Sudah setengah jam Jeffrey mencoba membujuk Daffa. Jeffrey berusaha bicara baik-baik pada Daffa. Mencoba merayu putranya karena tiba-tiba mood Daffa memburuk saat tak sengaja mendengar sekretarisnya tadi menelpon, mengabari jika di kantor ada masalah dan meminta Jeffrey untuk segera datang kesana.

Daffa yang dipamiti begitu merengut tak terima. "Papa katanya cuti. Kok masih kerja sih?" Ucapnya sedih. Bibirnya yang bawah sudah maju beberapa centi.

"Tadi kamu denger sendiri om Yudha nelpon bilang ke Papa kalau  di kantor ada masalah. Kalau Papa ga kesana, ntar kalau perusahaan papa bangkrut gimana? Ntar kita miskin dong,"

"Ish.. yaudah yaudah..  sana Papa tinggalin aja, Daffa gapapa, " ucap Daffa merajuk, merasa tidak ikhlas mengizinkan Jeffrey. kepalanya menunduk memandang kakinya yang tertutupi selimut.  Jarinya memilin ujung selimut melampiaskan rasa kesalnya.

"Eiii... Jangan ngambek dong gantengnya Papa," Jeffry menangkup wajah Daffa. Mendongakkan wajah anak itu agar mau menatapnya. "Nanti Papa bawain makanan kesukaan kamu. Kamu tadi bilang pengen makan ayam kecap, kan ?". Bisiknya memberi penawaran menarik agar mood Daffa membaik.

"Emang boleh ?" Beo Daffa mulai tertarik. Jujur Daffa sudah bosan memakan makanan rumah sakit yang menurutnya tidak ada rasanya itu.

"Kamu nenyeeeeaa?" ejek Jeffrey meniru kata-kata yang lagi viral sekarang.

Daffa mendengus sebal. Kenapa papanya menyebalkan sekali.

"Ya boleh lah. Kan yang sakit kakinya, bukan perutnya. " ujar Jeffrey sambil mencubit hidung mancung Daffa, membuat anak itu sedikit memekik.

Jeffrey melepaskan tangannya. Berganti mengelus kepala Daffa sayang. "Nanti biar papa bilang ke nenek. Biar dibuatin ayam kecap spesial buat kamu"

"Jadi papa diizinin gak nih?" Tanya yang lebih tua

"He'em. Janji jangan lama-lama! Aku mau jadi anak tunggal kaya raya, jadi jangan bangkrut ya, Pa!"  Jawab Daffa ceria, namun terdengar menyebalkan di telinga Jeffrey.

"Kebanyakan main sama Nathan kamu, sifat nyebelinnya jadi nular begini,"

"Papa juga nyebelin tau, berarti ya nurun dari Papa dong!" Sanggah Daffa mengeluarkan argumennya. Papanya ini tidak pernah berkaca apa bagaimana?

PAPA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang