6. Papa Cemburu

7.6K 639 61
                                    

"Daf, lo kok lama banget sih- YA ALLAH DAFFA !!" Nathan melotot terkejut melihat Daffa yang sudah tergeletak dilantai yang berdebu dengan lirihan yang terdengar menyakitkan.

"Sa-kiit, perut gue sakith hahh" rintih Daffa sambil memegangi perutnya.

Nathan buru-buru menolong Daffa, menuntun tubuh kurus Daffa ke UKS

"Lo sakit perut apaan sampe bisa kaya gini ?" Nathan bertanya dengan nada khawatir. Daffa hanya sibuk merintih tak mampu menjawab pertanyaan yang Nathan lontarkan padanya, ia menahan sakit di setiap langkahnya yang sempoyongan. Nathan yang mendengar lirihan Daffa jadi tidak tega "Gua gendong ya ?"

"ga-ga bisa, makin sakit" tolaknya sambil meringis. Memang betul, dada dan perutnya terasa sakit sekali sekarang. Nathan menurut aja, ia dengan perlahan menuntun Daffa ke UKS.

Sampai di UKS tidak ada yang jaga di sana. Daffa hanya berbaring ditemani Nathan.

Sekedar informasi, perbuatan Hito tidak ada yang tahu karena Hito memang suka memukul di area yang tidak terlihat. Maka dari itu dari segi penampilan Daffa tidak terlihat sebagai korban kekerasan karena wajah anak itu baik baik saja yang membuat Nathan tidak menaruh curiga sama sekali jika Daffa adalah korban bullying. Jika orang lain bangga karena udah menghias wajah korbannya dengan lebam lebam biru, tapi tidak dengan Hito. Hito masih sayang pada poin nya untuk tidak dikurangi oleh guru BK. Lagian tidak mungkin guru BK akan menyuruh siswa-siswi disini membuka pakaiannya untuk pemeriksaan. Hito sudah berpikir sematang itu.

"Minum dulu Daf, ini gue beliin teh anget"

Daffa menurut. Meminum teh anget itu dengan perlahan. Lalu berbaring lagi

"Lo istirahat aja disini, ntar gua izinin kalo lo sakit"

"Thanks Nat"

Daffa kembali memejamkan mata indahnya dengan mulut sedikit terbuka. Nathan melihat anak itu berusaha bernapas menggunakan mulutnya yang menandakan anak itu sedang kesulitan untuk bernapas. Sesekali mulutnya berdesis untuk menyuarakan atas rasa sakitnya. Nafas anak itu juga terdengar satu-satu di telinga Nathan. Melihat keadaan Daffa yang mengenaskan seperti ini membuat Nathan jadi khawatir.

"Lo mau pulang sekarang ? gue telpoin Om Jeff ya ?,"

Daffa membuka sedikit matanya yang kini terlihat sayu "jangan, gue udah janjian mau ketemu mama hari ini" tolak Daffa. Daffa sudah lama menunggu momen ini. Mana mungkin ia membatalkan lagi janjinya untuk bertemu dengan mamanya.

"tapi keadaan lo lagi ga baik, Daffa. Besok aja ya ke nyokap lo ?" Nathan masih belum menyerah untuk membujuk teman sebangkunya itu.

"gue kangen sama mama. Lo ga ngerti, ini hari yang paling gue tunggu-tunggu sejak mama pergi ninggalin gue". Lirih Daffa penuh putus asa. Kenapa Nathan tidak mau mengreti sih. Di keadaannya yang seperti, baru kali ini Daffa merasa Nathan begitu menyebalkan menurutnya. Tak ingin lagi Daffa mengobrol dengan Nathan, bocah sipit itu mengubah posisinya membelakangi Nathan. Ia kesal dengan Nathan.

..........

Di dalam salah satu ruangan di sebuah gedung berlantai sepuluh berisi 12 orang-orang penting yang berpakaian rapi tengah fokus mendengarkan penjelasan seorang pria yang berdiri didepan layar proyektor. Tapi tidak dengan Jeffrey, Pria yang menjabat sebagai pemimpin perusahaan ini memang terlihat memperhatikan anak buahnya yang sedang melakukan presentasi, namun pikirannya tidak terfokus pada apa yang di jelaskan anak buahnya. Ia menimang-nimang apakah ia harus berdamai dengan masa lalunya. Mencoba berdamai dengan Hendra yang sudah membawa istrinya. Toh juga ini semua sudah berlalu 10 tahun yang lalu, ia juga sudah move on dari Hani. Jauh di lubuk hatinya ia juga rindu akan jalinan persahabatan mereka dulu.

PAPA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang