14. Bersepeda

6.4K 526 174
                                    

“jadi setelah ini, apa jadwal saya selanjutnya ?” tanya Jeffrey pada Yuda. Kini bos dan sekretarisnya itu sedang menikmati makan siang mereka bersama di kantin kantor.

“siang ini, anda hanya tinggal menandatangani beberapa berkas saja, Pak. selanjutnya nanti jam tiga sore ada rapat evaluasi bulanan, tapi jika bapak ada kepentingan dan berhalangan hadir maka saya bisa mewakili Anda.”  jelas Yuda yang disanggupi oleh Jeffrey.

Mereka lanjut mengobrol, mulai dari membicarakan isu-isu politik di negeri ini sampai dengan membahas tentang timnas sepakbola yang jadi trending sekarang.

“Yud ?” panggi Jeffrey ketika Yuda sudah selesai menghabiskan makanannya.

“ya Pak ?”

“anak kamu yang laki-laki, biasanya suka melakukan apa ?”

“kenapa bapak tanya gitu ? anak saya kan masih balita, Pak”  tanya yuda  kik-kuk sambil tersenyum tak enak, “sukanya ya nonton kartun, pak. Masih suka main-main juga”

“oh iya ya” Jeffrey jadi ikut-ikutan kik-kuk, merasa malu karena pertanyaan bodohnya.

“emang kenapa Pak ?”

“menurut kamu, kegiatan apa yang disukai para remaja jaman sekarang? ”

“saya ga yakin sih, Pak. Mungkin pergi jalan-jalan, bersepeda atau menghabiskan waktu  di rumah saja dengan rebahan. Hehe, mereka menyebutnya dengan istilah keren, quality time Pak.” jawab Yuda tak yakin.

“tapi yang jelas anak seusia mereka juga masih suka bermain-main, Pak” imbuhnya.

“gitu ya ?” Jeffrey manggut-manggut. “terus misal kalau kamu berdua dengan putramu nih, kira-kira apa yang akan kalian lakukan jika putramu sudah besar ? ”.

“apa ya ? ” Yuda menerawang ke atas, mencoba berangan-angan. “mungkin olahraga bersama, lalu mengerjakan sesuatu bersama-sama, berdiskusi bersama tentang apa yang diinginkan putra saya di masa depan”.

Jeffrey mendengarkan dengan seksama apa yang dikatakan Yuda. Seulas senyum tipis terbit dibibir ranumnya, membayangkan bagaimana jika ia dan Daffa yang melakukan hal-hal yang diceritakan Yuda kepadanya.

Baiklah. Mencoba melakukannya sepertinya bukan hal yang buruk.

Seperti sore ini, Jeffrey dan Daffa sudah berdiri di alun-alun Kota. Berjalan beriringan dengan masih sama-sama diam sejak mereka berangkat dari rumah.

Banyak anak-anak hingga orang dewasa yang sedang menikmati sore disana dengan bersepeda. Tanpa sengaja Jeffrey melihat ada tempat penyewaan sepeda, membuat sebuah ide tiba-tiba terlintas dipikirannya.

“ayo kita kesana !” ajaknya pada Daffa ke arah tempat penyewaan sepeda. Daffa ikut saja dengan mengekor Jeffrey di belakangnya.

mereka berhenti di depan deretan sepeda yang berjajar rapi. Tatapan Jeffrey mengedar menatap sepeda-sepeda yang terparkir di sana. Mulai dari sepeda untuk anak-anak hingga untuk orang dewasa, semua ada.

“mana yang kamu suka ?” tanyanya pada Daffa yang berdiri disebelahnya. namun alih-alih bukan jawaban yang Daffa suarakan, melainkan tatapan bingung yang Daffa berikan.

“buat apa, Pa ?”

“ya buat bersepeda. Kita jalan-jalan sambil naik sepeda” Jelas jeffrey dengan nada semangat. Namun berbeda dengan Daffa yang hanya terdiam menatap sendu jajaran sepeda di hadapan mereka.

“Daffa ? ” panggil Jeffrey yang berhasil membuyarkan lamunan Daffa. membuat Daffa menoleh menjadi menatapnya.

“Daffa kan ga bisa naik sepeda, Pa.” ucapnya lirih.

PAPA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang