Dua hari pasca mengetahui isi koper dan menghubungkan dengan perilaku saudaranya yang telah tiada_sampai saat ini pun Sehun masih tak percaya dengan orientasi seksual Yun-suk yang menyimpang. Karena hal ini, kini dia tengah duduk seorang diri di kafe terbuka dan menunggu kedatangan Soo-ji untuk meminta penjelasan. Siapa tahu wanita itu mengerjainya.
Sembari menunggu, pria bertampang lugu itu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tempat ini bukanlah tempat dimana dia hendak mengajak bertemu, melainkan tempat pertemuan yang diinginkan Soo-ji. Katanya gadis metropolitan ini kebetulan punya urusan bisnis ditempat ini, dan untuk menghemat waktu, Sooji meminta bertemu ditempat yang sama.
Setelah berhasil menemukan sosok yang dicari, Sehun mulai mengamati gerak-gerik Sooji dan kliennya_ yang adalah sosok pria seumuran.
Keningnya samar berkerut memperhatikan interaksi keduanya.
Hun tidak menduga, gadis yang nampak nakal diluar itu, ternyata juga pandai bernegosiasi dalam hal bisnis.Usai pembicaraan yang lumayan menyita waktu, kedua insan berlainan jenis itu saling membubuhkan tandatangan dan mengakhiri dengan berjabat tangan. Setelah beranjak pun keduanya menyempatkan diri saling memberi bow.
Ekor mata Soo-ji berhasil menangkap
Pandangan Se-hun, ia memperbesar langkah menujunya.
"Maaf membuatmu lama menunggu. Apa ada yang ingin kamu tanyakan?"
Ji langsung menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Hun dengan tatapan lurus."Maaf menganggu waktu berharga,'mu." Basi basi Hun. "Itu.. mengenai isi koper. Kau.. kau??"
"Katakan saja."
"Kau tidak menukarnya kan?"
"Maksudmu? Kau mengajak bertemu hanya untuk pertanyaan ini? Tidak. Aku tidak melakukan hal buruk pada benda-benda milikmu. Kalau kau tetap tak percaya, itu hakmu."
"Maaf. Hanya saja.."
Dari setiap kalimat Hun yang penuh dengan keraguan, Soo-ji menangkap kalau pria yang sedang duduk berhadapan dengannya masih menyimpan rahasia. Dia bahkan tak yakin dengan apa yang hendak ditanyakan.
"Karena kau tetap diam, aku akan kembali memberitahukan isi koper padamu." Ji kembali menjabarkan apa-apa saja isi koper yang masih segar dalam ingatan.
Mendengar apa yang disampaikan begitu rinci, Hun sedikit terperangah. Tak ia duga, ingatan gadis ini begitu kuat. Soo-ji tak melewatkan satu benda terkecil pun.
"Tolong__" Ujarnya penuh penekanan. "Pastikan kau tidak membeberkan apa yang sudah kau lihat. Lupakan saja."
"Tentu. Untuk apa aku mengingat milik orang lain. Upss!" Menutup permukaan bibir. "Maksudku, aku bisa melupakannya. Jangan khawatir. Rahasia mu aman bersamaku."
"Terimakasih."
Sedari awal pembicaraan, Hun tak berani memandang langsung pada lawan bicara. Sebentar-sebentar dia mengalihkan pandangan ke arah lain agar tak bertemu tatap. Hanya Soo-ji saja yang berupaya menatap padanya."Jadi, urusan kita sudah benar-benar selesai,'kan? Maksudku, aku hanya khawatir, mungkin saja masih ada yang ingin kau ketahui dan kau menyimpannya_lalu, besok atau mungkin besoknya lagi kau akan mengajak bertemu."
"Ah.. sungguh maaf. Hal seperti itu takkan terjadi lagi. Itu.. apa yang bisa kulakukan untukmu?"
Sooji sengaja memperhatikan dalam diam. Ingin Hun menyelesaikan sendiri perkataan.
"Apa namanya ya? Semacam upah tutup mulut." Angguknya sendiri.
"Ah.. tidak perlu." Lagi, memperhatikan Hun. Diperhatikan sedemikian rupa, Hun merona.
"Baiklah kalau kau memaksa. Malam ini, mari bertemu di klub." Lanjutnya.
"Ya?"
Ji tersenyum miring. "Ayolah, kita sudah bukan anak kecil lagi. Bisa?"