bagian 17.

152 20 0
                                    


Seminggu kemudian.

"Terimakasih, sudah memberiku kesempatan." Menempatkan cangkir kopi, Sehun menatap Sooji. Pertemuan keduanya di hotel dengan klien barusan usai.

Seutas senyum diberi Sooji, setelahnya ia pula yang mengangkat cawan, menyeruput teh hijau. Pembawaannya anggun dengan tampilan jas kantoran. Kaki jenjangnya bersila dibawah meja. High heels hitam menyempurnakan.

"Ada yang sedang kau pikirkan?" Seminggu sudah Sehun merasakan perubahan pada diri atasannya. Soo-ji jadi lebih pendiam.
"Haruskah ku tinggalkan kau sendiri?" Tambahnya.

"Malam ini, kau punya waktu?"
Kening Hun berkerut oleh pertanyaan yang Sooji ajukan. Mereka sedang berada diluar kota. Mana mungkin dia tak punya waktu.

"Punya rekomendasi tempat bermain?" Lanjut Sooji.

"Tidak untuk nanti malam. Bagaimana kalau kita pergi sekarang?"

"Ke mana?"

"Pantai Daejeon."

.

.

"Bagaimana? Suka?"

"Hmm." Keduanya baru saja menuruni mobil. Sejauh pandangan, yang terlihat hanya orang dewasa menemani putra putri mereka bermain. Ada yang bermain lempar bola, ada pula yang menyusun istana pasir. Kesemuanya jadi perhatian Sooji. Ia tersenyum kecil. Kekompakan ini membuatnya merindukan Hoon.

"Ingin jalan-jalan?"

"Nanti." Tangan Sooji menunjuk pada deretan bangku pantai tanpa penghuni. "Aku ingin istirahat sejenak." Hun menyanggupi. Ikut berjalan pelan, Hun membiarkan Sooji memimpin didepan.

Ditemani es kelapa, keduanya tiduran dibawah payung pantai. Sooji memejamkan mata, pria itu memperhatikan. Hun mendapati Sooji menyimpan banyak kecemasan.

"Jangan terus mengamati ku."

"Ingin berbagi? Sepertinya kau sedang punya masalah."

Masih setia memejamkan mata, Sooji terdiam.

"Ceritakan padaku. Hmm."

"Hoon_"

?

"Haruskah dia ku ijinkan tinggal bersama ayahnya?"

"Pria itu telah kembali?"

"Hmm."

"Lalu, bagaimana denganmu? Kalian akan kembali bersama?"

Gelengan kepala diberi Ji. Ia memiringkan tubuh menghadap pada Sehun. "Menurutmu, pantaskah aku terus mempertahankan Hoon?"

Sehun terdiam. Ia mendapati kecemasan terbesar Sooji adalah anak dari pria yang telah meninggalkan Sooji.

"Kau sangat menyayangi anak itu. Apa kau rela kalau dia pergi?"

Gelengan diberi.

"Itu kau tahu. Kenapa kalian tidak bertemu dan bicara baik-baik?"

"Kau benar. Mungkin kami seharusnya bertemu dan bicara."

"Tolong, jangan menatapku seperti ini."

Hun terkekeh. Mengagumi sosok seorang Sooji kini jadi rutinitas Sehun. Kian hari ia kian jatuh hati pada wanita supel ini.

"Ayo!" Ia bangkit, bersama tangan terulur.

"Kemana?"

"Merilekskan pikiran. Lari."

Sooji terkekeh.
"Kau takkan menang dariku."

"Kita lihat saja."

.

You Never Know [END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang