"Bagaimana? Kau berhasil?" Tanya Hun, usai membaca raut kegagalan saudaranya. Dia sendiri sedari tadi masih ditempat. Hanya, tangan kanannya saat ini sudah mengangkat gelas berisi cairan dengan bongkahan es kristal, sedikit mengoyangkan isi gelas.
Pria yang selalu berhasil mendapat target incaran, kali ini gagal. Tentu dia kecewa. "Mereka tak semudah yang ku pikirkan. Tapi tak apa. Ini cukup menarik. Ayo pulang!"
Memainkan lidah dilangit-langit mulut, Hun menafsirkan kalau saudaranya akan kembali bergerak.
"Sebaiknya lupakan saja mereka. Kau bisa mencari target lain.""Kita lihat saja nanti. Ayo!"
_
Dalam perjalanan pulang, kedua bersaudara Bae yang sudah setengah mabuk terus tertawa cekikikan. Keduanya merasa sangat puas setelah berhasil mengerjai pria yang menurut mereka sangat pantas menerimanya.
"Tapi harus ku akui, dia tampan. Benar-benar tipeku. Kulit wajahnya yang halus.." dijentiknya jari. Gadis berwajah tirus ini pasti sedang berkhayal yang tidak-tidak.
Gadis disebelahnya mengelengkan kepala, menoel sudut kening saudarinya. "Sadar! Jangan sampai tertipu penampilan."
Dia yang masih berhalusinasi, tak terlalu mengambil pusing dengan apa yang saudarinya katakan. "Lain kali_ saat bertemu, kalau dia kembali menunjukkan ketertarikannya padaku, aku akan memberinya satu kesempatan."
Puk.
"Hey.. sakit." Protesnya. "Kenapa memukulku?" Diusapnya punggung yang barusan ditepuk kuat si bungsu.
Meski mulutnya berujar sakit, senyum masih saja terpancar. Nampaknya takkan butuh waktu lama baginya untuk terjerat dengan pesona seorang Oh Seon-ho.*
"Bu! Ibu..uu..! Tolong aku."
Ibu Bae dengan mata memicing (masih dengan rasa kantuk) mendatangi asal suara. Hapal betul kebiasaan kedua putrinya.
"Astaga. Kau tidak mendengarkan ibu? Kan sudah ibu katakan__"
"Stop!" Bersamaan tangannya ia angkat tinggi. "Ku mohon__ mengomelinya nanti saja. Sekarang, tolong bantu aku. Leherku hampir patah."
Si sulung masih dengan dunianya, kekehnya payah, sebelah tangannya masih menggantung pada leher saudarinya dan menyandar nyaman disana.
"Ya Tuhan, apa salahku? Kenapa aku punya putri tak dewasa sepertinya?"
Setelah mendengar adanya keributan dari luar, sosok bocah yang tadinya sudah berada di alam mimpi, kembali ke dunia nyata. menyeret langkah dan lunglai, ia menyandar disamping pintu kamar. Mengucek mata, lagi_pemandangan biasa saat larut terulang, dia menggeleng malas.
"Hoon..!"
"Aissh." yang dipanggil mengeluh.
"Yak..Yak.." sebelah tangan ibu Bae yang masih menahan beban tubuh putri sulungnya, kini timpang. Sekejap saja dia dan irene sudah tersungkur diatas lantai ubin dingin.
"Muuuach.. Good night."
"Aishh.. sudah ku katakan berapa kali? saat mabuk_jangan menciumiku!! Benar-benar.." Sebal, si bocah kembali masuk dan sedikit membanting pintu. Dibalik ruangan ia membersihkan pipi yang mungkin terkena cairan basah dari si pemabuk.
Huff.. keluhnya lagi. "Aku harus cepat tumbuh, dan keluar dari sini." Gelengan kepala kembali dia lakukan sebelum menarik selimut dan melanjutkan tidur.
Rutinitas aneh yang sering terjadi pada keluarga Bae, salah satunya adalah adegan mabuk seperti saat ini. kedua pemabuk pulang dan membawa masalah bagi lain. Ibu Bae tak jarang jadi korban. Keesokan hari akan ada dua wanita beda generasi yang mengeluh sakit punggung karena membentur lantai ubin.