bagian 24.

104 15 0
                                    

Berbantalkan lengan, Hun menoleh kearah jam weker. Beberapa menit lalu matanya sempat terpejam, tapi tak bertahan lama. Menghadap ke satu sisi, Hun beranjak malas. Mengenakan sandal rumah, bergerak membuka pintu kaca yang membawanya ke balkon. Disini ia membiarkan tubuhnya tersapu angin.

Menaikkan pandang dia menatap langit tanpa bintang, pria itu mendesah berat. Kenapa tak ada yang berjalan mulus? Bahkan, lampu di taman depan pun bermasalah.

"Sooji_ aku rindu padamu. Kapan kau siuman? Apa yang sebaiknya kulakukan? Aku kehilangan arah.

_

Setelah kembali dari pertemuannya dengan Hun di rumah sakit, Suho bermalam Di kediaman Bae. Satu jam berlalu, dia masih duduk di tepian ranjang ber_bedcover putih milik Sooji.

.

Tak hanya Suho, dan Hun yang punya beban pikiran.
Di ruangnya, Sunghee pun serupa.

Wanita yang sedari tadi menyandarkan kepala ke sandaran tempat tidur itu_ beringsut ke tepian ranjang dengan kaki turun ke bawah.

Hening dan sepi. Cuma lampu tidur yang menyala. Memeluk tubuh berbalut piyama sutra biru muda bergaris hitam halus, Sunghee bangkit.

Menapak kaki keluar kamar_ menuju kamar Suho yang juga berada di lantai dasar. Tangan Sunghee berpegang pada kenop pintu. Menyipitkan pandang, wanita beruban tipis mengukir senyum_ dia teringat akan memori keberadaan Suho. Ketika masih kecil, anak itu selalu membawa mainan mobil-mobilan untuk menemaninya tidur.

Suho tumbuh begitu cepat. Sepertinya baru kemarin tawa lugu itu terlihat. Kini tawa itu hampir tak lagi ada.

Pintu dibiarkan sedikit terbuka, Sunghee mendekati tepian ranjang. Mengusap bantal tidur, dia mengatup bibir. Bayangan anak itu muncul bersama kedua putrinya. Beberapa mobil mainan turut menemani anak-anak tersebut. Mata Sooji berbinar mengagumi.

"Ingin coba memainkannya?"
Suho menawari mobil mainan sporty hitam satu-satunya pada Sooji kecil.

"Aku? Aku ingin yang itu! Berikan padaku."

Diantara mobil-mobilan, memang warna hitam paling menarik, jadi Irene pun menghendaki . Ia menarik paksa dari tangan saudarinya. Sooji menangis tanpa perlawanan. Mobil hitam telah berpindah ke tangan Irene. Suho menegur_ menawarkan pertukaran mobil-mobilan lain pada Irene. Meminta gadis itu memberi mobil hitam pada Sooji. Marah, Irene melempar mobilan ke sisi lantai.

"Anak-anakku, ibu rindu kalian." Senyum Sunghee sendu.

Usai bernostalgia, Sunghee meninggalkan kamar Suho. Perlahan menapaki tangga. Melewati mini bar, dan ruangan tertata buku dan tiba diantara dua pintu yang berhadap-hadapan.

Membuka salah satu pintu. Dia terkejut ketika menemukan Suho berada ditempat ini. Anak itu sama kaget. Suho yang tadinya duduk menunduk, menatap lurus ke asal suara.

"Kapan kau datang? Kenapa tidak tidur."

Selayak bocah, Suho tersenyum kecil. Melambaikan tangan, meminta sang ibu duduk disebelahnya.

Dengan anggukan, Sunghee menujunya. Dibiarkannya Suho menyandarkan kepala di pundak.

"Sudah lama sekali aku tak begini." Mata Suho terpejam sesaat.

"Bu, boleh aku kembali tinggal disini?"

"Tiba-tiba? Tentu saja boleh. Ibu senang kalau kau mau melakukannya. Bila Sooji tahu, dia pun pasti gembira. Tapi, kenapa tiba-tiba?"

"Bukan apa-apa. Hanya_ aku ingin lebih dekat dengan ibu. Terkadang aku rindu saat berada disini. Rindu menemani ibu menyaksikan drama kesayangan."

"Baguslah. Sekarang ibu punya teman." Mengusap rambut legam Suho.

You Never Know [END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang