bagian 30.

87 6 0
                                    

"jadi benar dugaanku, kalian bertengkar? Kau dan Suho?! Sebenarnya apa yang terjadi? Ceritakan pada kakakmu ini."

"Tidak sekarang, kak. Nanti. Nanti saja." Memutus panggilan sepihak. Sooji melempar asal ponsel miliknya hingga melewati batas ranjang dan terjungkal ke lantai. Wanita itu uring-uringan sejak ditinggal sendiri.

Sooji bertanya-tanya, kenapa pria penyabar seperti Suho mesti begitu marah. Tak biasanya pria yang dikenalnya selama puluhan tahun itu bertindak se-emosi demikian. Walau ia bersalah harusnya Suho minta penjelasan dulu ketimbang langsung kabur. Sialnya Suho pergi minum seorang diri_ mabuk_ lalu menghubungi iparnya. Tanpa sengaja Irene mendengar percakapan keduanya ditelpon dan_ seperti yang barusan terjadi, Irene menghubunginya.

Setelah memutus panggilan, kepala Sooji terasa sangat berat. Tiba di Korea nanti, bagaimana dia menjelaskan pada kakaknya. Belum lagi kalau sampai sang kakak mengadu. Berharap saja Irene tutup mulut, bila tidak tamatlah riwayatmu Sooji.

Memeluk bantal, kepala Sooji mendongak menatap langit kamar berhias balon-balon berbentuk hati.
Melihat balon-balon mengudara itu bukan membuat suasana hatinya membaik malahan tambah buruk.

Tak suka melihat simbol cinta yang hampir menghiasi setiap sudut kamar yang ia diami, Sooji berupaya menyingkirkannya. Mulai dari kelopak mawar yang menghiasi ranjang besar yang tengah dia duduki. Kelopak merah berhamburan itu disingkirkannya dengan membuang kelantai

Siapa yang memberi gagasan konyol ini? Belum lagi lantai kamar yang banyak berhias tanda hati kecil dari bunga. Jangan lupakan lilin-lilin yang masih menyala. Kenapa harus ada kesan seromantis ini padahal suasana hatinya sedang buruk.

Pip.

Pintu terbuka setelah adanya scanning kartu.

Apa pria itu kembali?

Berjalan sempoyongan, Suho menujunya.

"Kakak kembali?" Wanita itu menatap tanpa minat. Tatapan Suho tak jauh beda. Dia menjawab dengan anggukan kepala lalu menjatuhkan diri diatas ranjang_ disamping tempat Sooji yang sedang duduk.

"Dimana koper kakak?"

Lagi, Suho tak bersuara. Hanya menggerakkan tangan ke arah lemari kecil yang berada disamping pintu.

"Kenapa kembali? Bukannya kakak bilang tidak mau_"

Sooji terdiam ketika Suho beringsut mendekatinya dan menempatkan jari telunjuk didepan bibirnya. "Biarkan aku menenangkan pikiranku. Jangan bicara atau bertanya padaku sebelum ku mulai!" Tatapnya lurus dengan pandangan sayu.
Membuat Sooji kaget tak berkutik. Hanya dalam hitungan detik, Sooji menyingkirkan tangan Suho, namun setelahnya pergelangan tangan Sooji yang ditahan. "Mau kemana?"

"Tidur. Malam ini kakak boleh menguasai ranjang. Aku akan tidur di sofa."

CK.
Seringai Suho membuat bulu kuduk Sooji merinding. Kenapa dia harus tertawa seperti ini. Suho menunjukkan sisi berbeda, berkesan liar dan asing.

"Tetap disini. Kita sudah menikah, apa kau lupa?" Melepas genggamannya pada pergelangan Sooji, Suho mengubah posisi untuk menunjukkan cincin yang tersemat di jemari manisnya.

"Aku suamimu, kau harus mematuhi ku! Paham?!"

Tak ada perlawanan. Sekali ini Sooji kalah. Dia mengangguk tanpa berkata. Pasti Suho mabuk, ia yang waras akan mengalah. Meski tak rela, Sooji menarik selimut satu-satunya untuk menyelamatkan malamnya.

Pria itu masih terduduk dan memandangnya lurus. Sooji terintimidasi. Khawatir Suho akan melakukan sesuatu padanya. Jantungnya berdegup kencang. Entah Suho mendengar atau tidak, Sooji tak yakin.

You Never Know [END] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang