Part 4 Playboy

5.6K 79 0
                                    

I've always liked playboy, I think it's very tasteful.

              ~Trishelle Cannatella~

Joslyn POV

Aku berjalan bersama Bianca di tengah keramaian supermarket buah. Sebelum menuju ke rumah Farah untuk menjenguknya, kami berhenti dulu di supermarket buah untuk membelikannya buah. Saat aku sedang memilih buah jeruk, Bianca berjalan ke arahku sambil membawa keranjang.

"Ramai amet tempat ini." Seru Bianca.

"Ya iyalah ramai, Rae. Ini kan supermarket." Tatapku ke arah Bianca.

"Tapi ini kan supermarket buah."

"Meskipun ini supermarket buah, tapi kan banyak yang mau beli buah juga." Dengusku ke Bianca.

"Iya juga ya." Jawab Bianca dengan senyum bodoh di wajahnya.

Kadang memang sahabatku yang satu ini agak lemot kerja otaknya.

"Tadi lo mau bilang apa sama gue?"
Tatapku ke Bianca sambil memilih buah jeruk yang bagus.

"Oh iya, soal omongan gue yang kasar sama Alfred." Ucap Bianca.

"Oh tentang itu. Oke, kenapa?" tanyaku ke Bianca.

"Habisnya pas hari minggu kemarin gue liat dia habis jalan sama banyak cewek." Jawab Bianca.

"Loh kenapa emangnya. Itu kan urusan dia." Tatapku ke Bianca dengan heran.

"Gue pikir mungkin dia playboy. Gue juga ada denger gosip kalo dia itu playboy di sekolahannya yang dulu." Kata Bianca.

"Jangan percaya sama yang namanya gosip. Kan belum tentu juga dia playboy. Lagipula kalo dia playboy, apa urusannya sama kita?" Tanyaku ke Bianca.

"Yah kan, gue cuma takut nanti lo atau Farah jatuh dalam rayuannya. Liat aja tadi, dia panggil kita ladies. Sok kenal sok dekat kali. Iuuu." Bianca memutar matanya seakan jijik dengan perilaku Alfred tadi pagi.

"Gue nga mungkin jatuh dalam rayuannya, Rae. Dan stop pikirin yang aneh-aneh. Lo juga nga usah kepo kali lah urusin si Alfred itu. Nanti lo yang jatuh cinta pulak dengan dia." Tertawaku ke Bianca.

Bianca menatapku dengan heran dan terkejut. "Gue? Jatuh cinta sama dia. Impossible you know. And discussion about him end right now. Okay?"

Aku hanya tersenyum melihat Bianca. "Okay." Jawabku ke Bianca.

Setelah memilih buah jeruk, kami memilih buah yang lain untuk Farah. Kemudian kami membayar buah-buahan tersebut di kasir. Kami keluar dan menuju mobil Bianca. Bianca sendiri yang mengendarai mobilnya. Sampailah lah kami di depan rumah Farah. Aku memencet bel di samping pintu bercat coklat yang bergaya klasik. Kemudian pintu terbuka dan kulihat mbok Sarmi, pembantu rumah Farah.

"Eh, ada nona Bianca dan nona Joslyn. Masuk dulu. Biar saya panggilkan nona Farah." Mbok Sarmi mempersilahkan kami masuk.

"Makasih ya mbok." Kata Bianca.

Kemudian kami mendudukan diri di ruang tamu.
"Sudah saya panggilkan nona Farah. Nona-nona mau minum apa?" Tanya Mbok Sarmi.

"Gue minum jus jeruk aja deh, mbok." Jawabku.

"Gue minum green tea ya, mbok." Jawab Bianca.

Setelah itu mbok Sarmi berjalan ke arah dapur. Lalu kulihat Farah turun dari tangga.

"Hai girls." Sapa Farah. Lalu dia mendudukan dirinya di sebelah sofa Bianca.

Aku menatapnya dengan heran. "Hei, ini udah jam 4 sore dan lo masih pake baju tidur loh. Ng mandi lo?" Tanyaku ke Farah.

"Joslyn gue baru bangun. Kan gue sakit." Jawab Farah.

"Orang sakit juga nga jorok kali." Tatap ejekku ke Farah.

Farah memelotiku dan aku tertawa bersama Bianca.

"Nah kita beliin lo buah, biar lo cepet sembuh." Kata Bianca sambil memberikan bungkusan buah ke Farah.

"Makasih girls." Balas Farah.

"Kemana ortu lo? Sepi amet nih rumah." Tanya Bianca.

"Lagi kerja, belum pulang." Jawab Farah.
Kemudian kami duduk sambil bergosip. Bianca menceritakan semua kejadian di sekolah. Termasuk kejadian Alfred juga. Bianca juga menceritakan apa yang aku dan dia bicarakan sewaktu berada di supermarket buah tadi siang.

Lalu Farah menghadap ke arah Bianca.
"Lo kok peduli amat sih sama Alfred yang katanya 'playboy' ?" Tanya Farah.

"Kan udah gue ceritain tadi kalo gue cuma takut temen-temen gue jatuh dalam rayuan buayanya." Jawab Bianca.

"Kita nga mungkin jatuh dalam rayuannya. Lagipula kayaknya lo tertarik yah sama Alfred. Sampe lo jadi kepo gitu." Sindirku ke Bianca.

Bola mata Bianca membesar dan pipinya memerah, lalu dia membuang muka dari aku dan Farah. Aku dan Farah hanya tersenyum.

"Gue nga tertarik yah sama dia." Ucap Bianca dengan pipi merah. Aku tau sebenarnya kalau Bianca bohong.

"Lo jangan bohong. Pipi lo dah merah. Ngaku aja." Ejek Farah ke Bianca.

"Oke fine gue ngaku. Gue tertarik dengan dia karena dia ganteng." Ucap Bianca.

"Nah ngaku juga." Kataku ke Bianca.

Kemudian kami bertiga hanya tertawa. Setelah itu, aku dan Bianca pamit dari rumah Farah. Bianca yang mengantarku pulang sampe rumah.

●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●●

Sorry readers kalau updatenya lama banget. Soalnya ada ujian dan kesibukan lainnya. Thanks buat para readers. Vote, komen dan baca terus ceritaku. Sekali lagi terima kasih buat semuanya.

Cinta di Seragam Putih AbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang