08

662 77 2
                                    

"Jadi, bagaimana dengan kerja sampingannu Michi?"

Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Hana membuat ia terpaku sesaat, jujur saja dirinya enggan membicarakan hal tersebut. Mengingat dirinya memiliki masalah dengan pemilik tempat ia bekerja, hubungan antara keduanya juga sangat buruk.

Jika bisa, Takemichi tidak ingin membicarakan hal ini. Tapi yang sedang bertanya saat ini adalah Hana, gadis manis itu tidak akan berhenti bertanya jika dirinya belum mendapatkan jawaban yang ia mau.

Bukankah itu sangat merepotkan?

"Mm, minggu depan aku harus mencari tempat kerja baru." Takemichi menghentikan coretannya pada buku sketsa miliknya, "sepertinya toko bunga sebrang jalan—"

"—lagi? Takemichi, ya Tuhan... apa kamu tidak malu dengan keputusanmu itu? Keluar masuk tempat kerja terus menerus, kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan itu?"

"Duh, bukannya aku ingin mengguruimu atau apa, yang namanya kerjaan harus didasari dengan 𝘱𝘢𝘴𝘴𝘪𝘰𝘯. Contohnya aku, kamu tahu kan kalau aku sudah bekerja di Perusahaan Enma selama 3 tahun? Itu karena aku sungguh-sungguh dalam bekerja..."

Ucapan Hana terdengar bagai kaset rusak bagi Michi, untaian kalimat menyombongkan diri terdengar sudah sangat familiar bagi kupingnya. Bisakah perempuan ini berhenti berucap untuk semenit saja?

Ada kalanya bagi Michi berkeinginan untuk menembak wajah itu, lalu beralih memandangi tubuhnya yang terbujur kaku sembari mendengar lantunan musik klasik kesukaannya.

Memang terdengar gila tapi bagi Michi ini adalah caranya untuk bertahan dalam dunia yang sudah gila ini, atau mungkin ini karena pengaruh kehidupannya bersama sang kekasih.

Michi ingat hari di mana dirinya hampir membunuh sebagian anggota Bonten, jika saja tidak ada yang menghalangi dirinya bisa ia pastikan dirinya sudah berakhir di dalam sel yang berbau busuk.

Tunggu, memangnya apa ya yang memicu dirinya saat itu?

Apa karena kak Mikey?

Sepertinya tidak, mungkin Sanzu? Atau... dirinya memang hanya ingin menggila saat itu.

Hehe, sepertinya dia butuh alasan untuk membenarkan tingkah brengseknya dulu.

                   »»————><————««

Malam datang menjemput, selesai dirinya mandi, Takemichi segera membaringkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Matanya terpenjam sebentar untuk meredam kantuknya, sekarang masih terlalu dini untuk tidur.

Dirinya hampir saja tertidur sempurna jika saja suara ketukan pada jendelanya tidak berbunyi, dengan rasa malas yang tinggi, Michi mencoba mengabaikan ketukan di luar sana.

Tidur sekarang tidak buruk dan sepertinya dia harus memperbaiki jam tidurnya. Tapi siapnya, ia tidak bisa terlelap sekarang.

Ah, sialan.

Wabi-Sabi [MAITAKE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang