34

256 37 0
                                    

Inupi bersiul kecil saat keluar dari mobilnya, dengan membawa dua paper bag di tangan kanannya, ia melangkah dengan senyum kecil yang penuh arti.

Ya, semuanya terasa sempurna sampai ia melihat seseorang yang sangat ia kenal, duduk di salah satu bangku kesukaannya dengan tangan yang menutupi seluruh wajahnya.

'𝘈𝘬𝘶 𝘮𝘰𝘩𝘰𝘯, 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢... '

Genggaman tangannya mengerat, dengan langkah yang di perlambat, Inupi melangkah guna memasuki rumahnya. Katakan ia gugup, pijakan pada anak tangga rumahnya ternyata tidak stabil. Ia terjatuh dan menyenggol salah satu tanaman hiasnya, menyebabkan suara yang begitu nyaring.

"Siapa itu- ya Tuhan, Inupi!"

Kokonoi tergesa menghampiri Inupi, tangannya handak menyentuh bahu pria tersebut sebelum ada suara yang melarangnya mendekat. Ia mengerti, Kokonoi sangat mengerti akan hal itu.

"Inupi-"

"-aku baik, pergilah sebelum aku menelepon pihak berwajib." Inupi bangkit dengan sekuat tenaga, namun sial baginya karena kakinya merasakan sakit yang berlebih. Mungkin saja ini karena sakit yang ia derita beberapa minggu lalu belum sembuh sepenuhnya.

Mereka berdua terdiam dengan posisi Inupi membelakangi Kokonoi, jujur saja kakinya tidak begitu kuat untuk menahan tubuhnya sekarang. Dan juga, ia tidak mau jika Kokonoi membantunya.

"Aku-bagaimana kabarmu?" Tanya Kokonoi memecah kesunyian.

Inupi tidak menjawabnya, ia memilih diam dan mengunci mulutnya. Ia takut jika ada kalimat sembarangan yang keluar dari mulutnya nanti, dirinya belum bisa menghadapi mantan kekasihnya ini.

Kokonoi mencoba menyamankan duduknya, sebisa mungkin ia tidak menyentuh tubuh ramping tersebut. Ia mundur dan memberikn jarak pada Inupi, dengan sengaja ia menyenderkan dirinya pada pilar rumah tersebut. Kepalanya mengadah ke atas, desah nafasnya terdengar berat bagi Inupi yang hanya diam dan tidak bersuara dan sungguh, itu sangat mengganggu dirinya.

"Sepertinya tidak, kamu hidup dengan benar selama ini, kan?" Satu batang rokok ia keluarkan dari saku, satu tangannya mencari pematik. Aneh, kenapa ia tidak bisa menemukan benda kecil tersebut?

"Aku tidak mau Judith menghirup asap dari benda beracun itu," seolah tahu apa yang di lakukan Kokonoi, Inupi berbalik menghadap pemuda tersebut. "Jadi, katakan, ada apa kamu ke sini. Aku tidak menerima kalimat bualan atau apapun itu."

Kokonoi terkekeh kecil, dirinya merasa terhibur dengan setiap tingkah Inupi. Ia kira setelah sekian tahun tidak bertemu dirinya akan kehilangan sosok Inupi uang cerewet padanya. Namun ia telah keliru, Inupi masihlah Inupi seperti dulu mereka bersama dan Kokonoi diam-diam mensyukurinya.

"Ck, terserah deh. Aku mau masuk, capek, mau tidur aja." Inupi cemberut, dengan sekuat tenaga ia berdiri guna menopang tubuhnya. Persetan dengan Kokonoi, mau cerita atau tidak yang jelas ia sudah bertanya.

"Biar aku bantu kamu, nanti aku cerita. Oke?"

"Terserah Koko."
.
.
.
.
.
𝐃𝐢𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐦𝐚𝐭𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐬𝐞𝐭𝐞𝐧𝐠𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐫𝐛𝐮𝐤𝐚.
𝐊𝐫𝐢𝐭𝐢𝐤 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐩𝐞𝐫𝐬𝐢𝐥𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧...

Wabi-Sabi [MAITAKE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang