31

284 51 4
                                    

Rapat darurat segera diadakan. Tanpa Mikey sang ketua, kali ini hanya ada para petinggi Bonten. Minus Mochi yang tengah melakukannya misi di luar, sekarang waktunya bagi mereka untuk membahas masalah target mereka selanjutnya.

Sanzu terlihat paling bersemangat, usut punya usut, dia lebih menginginkan untuk menghabisi si bocah cengeng itu. Berbanding terbalik dengan Kakucho yang ingin melindungi Takemichi, bisa ia pastikan akan terjadi perpecahan untuk masalah kali ini.

"Ketua sudah aku pastikan untuk beristirahat," celetuk Rin saat dia masuk ruangan.

Semuanya mengangguk puas, untuk kali ini saja mereka ingin pemimpin Bonten tersebut lebih banyak beristirahat.

"Langsung saja ke intinya," Sanzu menatap semua petinggi Bonten dengan mata elangnya, "aku sangat bersedia jika bocah tersebut menghilang dari sisi ketua. Siapa yang setuju denganku?"

Ran mengangkat tangannya, "bukankah ini akan berakibat buruk terhadap ketua?"

"Kenapa memang? Aku tidak merasa jika ketua memang mencintai bocah tersebut, selama ini kita tahu jika ketua selalu menyembunyikan bocah itu. Tidak pernah aku lihat ketua secara langsung mengakuinya," Akashi Takeomi berujar yakin.

"Kakucho, aku tahu jika kau berhubungan dengan bocah itu. Sekarang, jangan kau sembunyikan apapun." Kecaman dari Sanzu ia anggap angin lalu, mulutnya terasa kelu untuk menceritakan satu hal penting.

Dirinya masih menghargai pertemanan yang pernah mereka miliki, tapi hati dan otaknya tidaklah sejalan. Ada bujuk rayu setan yang bisa ia dengar, mereka berkata seolah ini waktunya untuk menghancurkan temannya itu. Terlebih, dia sudah memegang kartu penting dari Takemichi langsung.

Namun, apa dia tega untuk merenggut sesuatu yang berharga bagi ketua dan temannya itu?

"Kita bisa menolaknya," Rin berucap. "Dari awal, aku kurang menyukai gagasan di mana kita harus mengambil nyawa kekasih ketua. Sekalipun kita mengiyakan-"

"-tapi ketua tidak pernah keberatan akan misi kali ini," untuk pertama kalinya Kakucho menyuarakan pendapatnya.

Rin tersedak minumnya, ia menatap Kakucho seolah tidak percaya akan ucapan pria dengan bekas luka di wajah tersebut.

"Aku pikir kalian adalah teman?" Ran berujar ragu, "jangan bilang-"

"-siapa perduli, teman atau bukan itu tidak ada urusannya dengan ini. Kita akan ambil misi kali ini," tandas Kakucho seraya melirik sekertaris Bonten tersebut.

Sanzu tertawa, ia bertepuk tangan dengan kencang seolah menyetujui perkataan Kakucho. Siapa sangka, sosok yang selalu melindungi Takemichi itu, kini berbalik guna menghancurkannya? Bukankah itu suatu kemajuan?

"Aku berada di belakangmu, Kakucho. Jadi, bagaimana kita membunuhnya?"

Takeomi mengajukan diri, "kita lakukan seperti biasa saja. Bagaimana Koko?"

Kokonoi menatap seluruh anggota dengan pandangan tidak percaya, termasuk ke arah Kakucho yang enggan menatap balik dirinya. Mungkin saja ada yang salah dengan pergerakan otak pria tersebut, ia berjanji untuk menghajar pria itu setelah keluar dari sini.

"Apa kalian gila? Aku tidak akan mengambil andil dalam misi ini, tidak untuk menghancurkan satu-satunya milik Ketua."

Kokonoi pergi setelahnya, ia merasa sangat muak berada dalam satu ruangan bersama manusia keparat tersebut. Tiba-tiba langkahnya berhenti, ia berbalik dan memanggil nama Kakucho dengan nada marah.

"Persetan dengan ucapanmu Kakucho, aku pikir kau berbeda ternyata sama saja."

Setelahnya Sanzu tertawa untuk kesekian kalinya hingga ia memegang perutnya karena sakit.
.
.
.
.
.
𝐈 𝐥𝐨𝐯𝐞 𝐝𝐢𝐬 𝐩𝐚𝐫𝐭, 𝐱𝐢𝐱𝐢.
𝐒𝐞𝐧𝐞𝐧𝐠 𝐚𝐣𝐚 𝐩𝐚𝐬 𝐧𝐠𝐞𝐭𝐢𝐤 𝐛𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐢𝐧𝐢, 𝐠𝐚𝐤 𝐚𝐝𝐚 𝐚𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐤𝐡𝐮𝐬𝐮𝐬 𝐬𝐢𝐡

Wabi-Sabi [MAITAKE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang