Wendy Son, selama hidupnya tak pernah berniat untuk menjatuhkan hatinya pada siapapun. Dia hanya akan melewati hidupnya dengan tenang seperti bayangan. Selama ini, dia menjalani hidup tanpa tujuan dan membiarkan segalanya terjadi apa adanya. Dan jika dalam kehidupannya harus melewati sebuah perjodohan, Wendy akan menerima itu. Setidaknya dia bisa terbebas dari jeratan ibu tirinya.
"Kamu menerima perjodohan ini?" tanya Chanyeol.
"Ya. Selama kamu memiliki alasan untuk menerima perjodohan ini. Aku pun memiliki alasan untuk tidak menolak perjodohan ini." jawab Wendy.
Malam yang dingin dipadukan dengan langit kelabu tanpa bintang itu menjadi malam yang sangat canggung bagi Wendy dan Chanyeol. Keduanya duduk di sebuah bangku panjang di tengah taman dengan pikiran mereka masing-masing. Terpaan angin malam mengelus lembut wajah keduanya. Kerap kali, Wendy menyelipkan helaian rambutnya yang tak sengaja tertiup angin.
"Tapi, aku membenci pengkhianatan." tuturnya.
Ucapan Wendy membuat Chanyeol menolehkan kepalanya, dia langsung memandangi gadis cantik yang baru beberapa jam yang lalu dia temui. Figur tegas dari wajah cantik itu membuat Chanyeol menerawang tanpa arah. Dari luar, gadis itu terlihat seperti gadis pada umumnya, cantik dan anggun seperti bunga. Tapi saat berbicara, gadis itu seakan telah melewati berbagai macam kehidupan sebelumnya.
"Ayahku mengkhianati ibuku. Dia menikahi wanita yang kini tertawa bahagia di dalam rumahku. Aku tak mau dalam kehidupanku ada wanita seperti itu lagi."
Wendy sengaja menjeda ucapannya untuk memeriksa reaksi pria yang mungkin akan menjadi suaminya. Tapi, Chanyeol hanya mengatupkan bibirnya. Bahkan sorot mata laki-laki berusia 29 itu tak bisa terbaca oleh Wendy. Wendy segera menarik napasnya begitu dalam. Dia kembali memandangi area taman dengan tatapan kosong.
"Ya, kita berdua memang hanya dua orang asing yang bertemu karena keegoisan mereka. Tapi tentang perjodohan ini, kita berdua yang akan menjalaninya. Jadi, aku harap kamu bisa menganggapku sebagai pasangan, saat aku pun menganganggapmu sebagai pasangan." sambungnya.
"Baiklah!"
Satu kata dari Chanyeol menutup obrolan singkat mereka. Mungkin memang bukan pertemuan pertama yang sebagai mana mestinya. Tapi setidaknya, Wendy bisa menyampaikan apa yang mau dia sampaikan pada Chanyeol.
Perempuan cantik berbaju putih itu beranjak dari tempat duduknya. "Kalau begitu, aku permisi. Chanyeol-ssi", ucapnya sambil membungkuk sekilas.
Di sana Chanyeol hanya samar-samar menganggukkan kepala sambil menatap punggung Wendy yang mulai meninggalkannya. Jika Rosé seperti mawar berduri, Wendy itu lebih mirip tembok tembal yang kokoh.
Bersama mobilnya, Wendy menyusuri jalanan Seoul untuk kembali ke kediamannya. Wendy sedikit bisa bernapas lega saat mengetahui pria yang dijodohkan kepadanya bukan pria mesum yang sudah berumur. Melainkan Chanyeol, seorang produser sekaligus komposer musik. Sepertinya pria itu tak terlalu buruk untuk dijadikan pasangan. Tapi mau itu Chanyeol ataupun orang lain, tak ada bedanya untuk Wendy.
Tak lama dering ponselnya mengalihkan perhatian Wendy. Dia melirik ponsel yang bergetar itu. Kontak yang dia beri nama 'Penyihir' itu tengah memanggil.
Tangan kanannya meraih ponsel yang tergeletak di kursi penumpang tepat berada di sampingnya. Sesaat setelah panggilan itu Wendy jawab, terdengar suara perempuan berumur yang terkesan ramah dan lembut.
"Wen. Bagaimana pertemuanmu dengan Chanyeol? Lancar kan?" tanyanya.
"Biasa saja. Kukira kau akan menjualku pada pria tua." jawab Wendy.
"Ya, Tuhan. Kamu kira Ibu sejahat itu? Mana mungkin Ibu menjualmu!"
"Berhentilah memanggil dirimu dengan sebutan Ibu, kau hanya istri baru dari ayahku, bukan berarti kau bisa menggantikan posisi ibuku!"
Terdengar helaan napas yang begitu berat dari balik ponsel Wendy. "Wendy... Dengarkan aku. Hal itu sudah berlalu belasan tahun yang lalu. Sampai kapan kamu akan bersikap seperti ini. Aku sudah menganggapmu sebagai putriku sendiri. Tak bisa kah kamu sedikit menghormatiku? Ah tidak. Aku tak memerlukan penghormatan. Tapi, tak bisakah kamu sedikit mengesampingkan masa lalu kita dan mulai berdamai dengan kenyataan."
"Nyonya Son, tak semua hal bisa berubah karena waktu. Sampai kapan pun kau akan tetap menjadi penyebab utama ibuku mengakhiri hidupnya."
Tak ada jawaban lagi dari sebrang sana. Tapi, panggilannya belum terputus.
"Ah, ya. Dan satu lagi. Perjodohan ini akan menjadi permintaan terakhirmu yang kukabulkan. Setelah aku menikah, jangan lagi mencampuri hidupku, jangan menunjukkan wajahmu di hadapanku lagi, bahkan di depan peti matiku!"
Wendy langsung mengakhiri panggilan itu sepihak.
Karena alasan itulah Wendy begitu membenci pengkhianatan. Jangankan pengkhianatan, kebohongan pun tak pernah bisa Wendy terima. Meski beberapa orang percaya akan adanya kebohongan putih. Tapi Wendy selalu ragu, akan seputih apa kebohongan itu bisa melukai? Sebaik-baiknya kebohongan akan selalu menyakiti dan berakhir menjadi sebuah pengkhianatan.
<<<>>>
KAMU SEDANG MEMBACA
TRICHER | Wendy, Chanyeol, Rosé
Fanfiction"Keterpaksaan berujung pengkhianatan" Chanyeol menempatkan Wendy dan Rosé pada sebuah neraca kehidupan yang tak pernah seimbang. Jika Wendy menari dalam kebahagiaan, maka Rosé yang berkubang dalam kenestapaan. Begitu seterusnya. Bagi Chanyeol, Rosé...