Tak mendapat pencerahan untuk lagunya, Chanyeol memutuskan untuk kembali ke rumah. Tapi saat membuka pintu studionya, dia langsung terkejut saat seorang perempuan bermasker dengan kacamata hitam berdiri di depan pintu.
"Apa pintu studiomu masih terbuka untukku?" tanya perempuan itu.
"Lady W?!"
Di balik maskernya Wendy tersenyum, dia mengangguk samar. "Ya, mungkin kamu benar. Aku harus belajar sesuatu di studio ini." ucapnya.
"Oh ya... Silahkan masuk!"
Chanyeol mengurungkan niatnya untuk pulang. Dia begitu penasaran pada sosok di balik nama lady W itu. "Ku kira, kamu tidak tertarik dengan tawaraku?" tanyanya.
"Awalnya begitu, tapi sepertinya kita harus sama-sama belajar sesuatu." jawab Wendy.
Wendy berjalan masuk ke studio itu. Isinya seperti studio rekaman kebanyakan. Ada ruangan recording, monitoring, dan beberapa alat musik juga terpajang di sana. Hanya saja studio rekaman itu terbilang sederhana untuk ukuran seorang komposer terkenal seperti Park Chanyeol.
Namun, dibanding dengan hal seperti itu, Wendy lebih terganggu dengan sebuah gitar akustik yang terpajang di sana. Gitar akustik klasik itu memiliki sebuah tanda tangan yang jelas terbaca 'Rosé' dengan sebuah gambar bunga di sampingnya.
"Kamu sangat menyukai gitar ini?" tanya Wendy sambil menunjuk gitar yang terpanjang apik di dalam lemari kaca seperti benar-benar dijaga dengan baik.
Chanyeol membuka kunci lemari kaca itu dan mengeluarkan gitar bertanda tangan 'Rosé' yang Wendy maksud. "Sebenarnya gitar ini bukan milikku. Tapi, aku sering memakainya." jawabnya.
"Kemana pemiliknya?" tanya Wendy.
"Dia menyerah dengan musik. Katanya, musik itu menghancurkan." ucap Chanyeol sambil mencoba untuk memetik sebuah nada dari gitar itu.
"Lalu sekarang kamu yang menyimpannya?" tamya Wendy lagi.
"Ya, seperti itulah kurang lebihnya. Gitar klasik seperti ini akan cepat rusak jika tidak dipakai. Jadi, aku terus memakainya. Oh ya, tolong pegang dulu, aku ingin menunjukkan sesuatu." ucap Chanyeol sambil memberikan gitar itu pada Wendy dan dia langsung masuk ke salah satu pintu di sana.
Lagi lagi, di balik masker hitamnya, Wendy tersenyum miring saat memegang gitar itu. Genggaman tangannya langsung mengerat penuh emosi. Dia mengangkat gitar itu di atas kepalanya dan berniat untuk menghantamkan gitar itu ke salah satu dinding ruangan. Tapi belum sempat gitar itu menyentuh dinding, suara pintu terbuka membuat Wendy mengurungkan niatnya. Dia kembali menurunkan gitar itu secara perlahan bersamaan dengan Chanyeol yang berjalan ke arahnya dengan selembar kertas.
"Coba baca lirik lagu ini!" ucap Chanyeol sambil menyodorkan kertas itu dan kembali mengambil alih gitar dari tangan Wendy.
Setiap kata yang tertulis dalam selembar kertas itu Wendy baca baik-baik. Kata-katanya sederhana, namun tetap indah.
"Apa yang kamu rasakan saat membaca lirik itu?" tanya Chanyeol. Pria itu begitu antusias menunggu jawab dari wanita di depannya, matanya berbianr seperti anak kecil yang menunggu diberi permen gula.
"Keraguan." singkat Wendy.
Chanyeol tersenyum lebar mendengar jawaban dari Wendy "Yoksi, seorang Lady W pasti akan langsung mengerti dengan makna lagu itu." ucapnya.
Wendy kembali menatap selembar kertas itu. Liriknya memang indah. Tapi, Wendy merasa begitu banyak keraguan yang tersimpan di sana.
"Lagu itu sudah ditulis sejak lama, tapi sampai sekarang masih belum termiliki oleh siapapun. Dan sepertinya kamu cocok menyanyikan lagu itu." ucap Chanyeol lagi.
"Kamu yang menulis lirik lagu ini?" tanya Wendy.
Chanyeol menggangguk tanpa ragu. "Ya, bersama seseorang." jawabnya.
"Orang yang sama dengan pemilik gitar itu?"
"Benar sekali."
"Apa orang itu akan rela jika lagunya aku nyanyikan?"
"Kau tahu, hati manusia itu selalu berubah-ubah. Dulunya dia menyerahkan seluruh hatinya pada lagu itu. Setiap hari, dia selalu menantikan hari di mana dia bisa menyanyikan lagu ciptaannya sendiri. Tapi sekarang, dia sudah tidak mau untuk bernyanyi dan bahkan telah membencinya." jelas Chanyeol.
"Apa kamu yakin, aku cocok menyanyikan lagu ini? Aku takut tidak sesuai ekpektasi kalian dan malah mengecewakan."
Setelah memastikan gitar di tangannya berjalan dengan baik, Chanyeol kembali menyimpan gitar itu di dalam lemari kaca dan kembali menguncinya rapat-rapat. Dia segera berjalan mendekati Wendy di sana.
"Aku sangat yakin padamu. Saat aku melihatmu bernyanyi waktu itu. Aku seperti melihat diriku yang dulu. Dulu, bernyanyi aku anggap sebagai pelampiasan. Dan saat itu dia menghampiriku dan berkata seperti apa yang aku katakan padamu waktu itu." ucap Chanyeol. Matanya menerawang, mengingat bagaimana pertama kalinya dia bertemu dengan Rosé.
"Dia juga memarahiku dan berkata, 'gitar itu bukan objek yang seenaknya kamu jadikan pelampiasan atas perasaanmu!'" Chanyeol menirukan bagaimana gadis cantik itu memarahinya, padahal waktu itu dia dan Rosé baru saja bertemu.
Entah apa yang Wendy rasakan saat ini. Tapi, entah kenapa terbersit rasa cemburu. Dia membeci bagaimana Chanyeol menceritakan Rosé dengan cara seperti itu.
"Saat itu, dia masih berseragam JHS, tapi dia terlihat sangat kuat dan cantik." ucap Chanyeol, menutup cerita masa lalunya bersama Rosé.
"Kamu mencintainya?" tanya Wendy.
"Sayangnya iya. Tapi, dia akan selalu menjadi bunga yang tak rela untuk aku petik. Dan sekarang aku sudah menikahi perempuan berbeda."
Diam-diam Wendy mengepalkan tangannya. Hatinya benar-benar terbakar. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain. "Boleh aku melihat-lihat sisi lain dari studiomu ini?" tanyanya.
"Tentu saja. Silahkan."
Wendy terus mengabsen seluruh isi studio itu. Lagi dan lagi, dia kembali tertegun di depan lemari kaca itu. Perempuan yang tak menunjukkan wajahnya itu mantap gitar di dalam lemari dengan membara. Untuk pertama kalinya dia membenci sebuah gitar.
"Bisa kemari sebentar!"
Teriakkan Chanyeol mengalihkan perhatian Wendy. Perempuan itu segera menghampiri Chanyeol di dalam recording room.
"Coba dengarkan ini, dia sempat menyanyikan salah satu baitnya." ucap Chanyeol sambil memasangakan sebuah headphone di terlingan Wendy.
Wendy terlihat tertengun saat mendengarkan potongan lagu itu. Hatinya terenyuh saat mendengar suara Rosé yang terdengar indah dan memiliki ciri khas tersendiri. Satu pertanyaan yang muncul di kepala Wendy saat ini, kenapa perempuan itu memilih karir menjadi model. Padahal potensinya sebagai penyanyi sangat bagus dengan suara seperti ini. Pasti ada alasan di balik semua itu, pikir Wendy.
"Jika cocok denganmu, kita akan mulai garap kembali lagu itu dan kamu penyanyinya. Bagaimana?" tanya Chanyeol.
Wendy melepas headphone dari telinganya. "Akan aku pertimbangkan." ucapnya.
"Baiklah. Pintu studio ini akan selalu terbuka."
Wendy mengangguk samar. "Iya. Sepertinya waktuku habis. Aku akan mengabarimu saat aku sudah memiliki keputusan. Terima kasih sudah menyambutku dengan baik juga atas tawarannya. Aku permisi." pamitnya
Chanyeol mengantarkan Wendy untuk keluar studio. Dia tersenyum menatap punggung itu. Entah hanya perasaannya atau bukan, Chanyeol merasa familiar dengan punggung sempit itu. "Mungkin hanya perasaan." monolognya.
Di luar studio, Wendy bergumam. "Aku sangat penasaran kenapa Rosé menyerah akan musik. Apapun alasannya, itu akan jadi kelemahannya, bukan?"
<<<>>>
Yang nanya Rosé ada di mana, dia lagi nari ballet di lapak sebelah. Hahahaha.
🥀
KAMU SEDANG MEMBACA
TRICHER | Wendy, Chanyeol, Rosé
Fanfic"Keterpaksaan berujung pengkhianatan" Chanyeol menempatkan Wendy dan Rosé pada sebuah neraca kehidupan yang tak pernah seimbang. Jika Wendy menari dalam kebahagiaan, maka Rosé yang berkubang dalam kenestapaan. Begitu seterusnya. Bagi Chanyeol, Rosé...