10

174 50 13
                                    

Wendy tak henti memandangi ponselnya. Entah apa yang perempuan cantik itu lakukan. Dia hanya menatap layar wallpaper ponselnya sendiri, memeriksa setiap angka pada jam dalam ponsel itu, berganti. Sesekali, Wendy melirik Chanyeol yang sudah tertidur pulas di sampingnya. Sekarang memang sudah tengah malam. Tapi, tak sedikit pun kantuk yang menyapanya.

Ditariknya selimut tebal hingga menutupi hampir seluruh tubuhnya, sampai tersisa bagian kepalanya saja. Wendy berguling untuk mengubah posisinya, menyamping ke arah Chanyeol. Kemudian langsung berganti lagi untuk membelakangi Chanyeol. Kemudian, berganti lagi. Terus seperti itu tanpa benar-benar menemukan posisi yang nyaman untuknya.

"Apa kamu tak nyaman tidur denganku?"

Di balik punggungnya, suara Chanyeol yang terkesan serak karena baru bangun tidur membuat Wendy terkejut. Wendy menolehkan kepalanya sedikit.

"Apa aku perlu menyanyikan lagu nina bobo untukmu? Atau membacakan sebuah dongeng pengantar tidur?", tanya Chanyeol lagi.

"Sebenarnya aku tak bisa tidur dengan kondisi gelap seperti ini." cicit Wendy pelan.

Dalam kegelapan, bola mata Chanyeol terbelakak. "Serius?" tanyanya. Setahu Chanyeol, orang-orang lebih suka tidur dengan lampu mati seperti ini.

Wendy menganggukkan kepalanya. "Serius. Mungkin karena kebiasaan." jawabnya.

"Kenapa gak bicara. Aku bisa tidur dengan keadaan gelap atau pun terang. Bahkan aku bisa tidur dengan mata terbuka. " Chanyeol segera beranjak dari tidurnya dan menyalakan setiap saklar lampu kamar mereka. Setelah semua kembali terang, Chanyeol kembali membaringkan tubuhnya di samping Wendy.

Keduanya hanya menatap langit-langit kamar dengan kesunyian. Jujur saja, baik Wendy maupun Chanyeol merasa canggung satu sama lain. Padahal, bagi Chanyeol tidur dengan perempuan bukanlah kali pertamanya, dulu hampir setiap malam dia tidur dalam pelukan Rosé.

Dan sekarang Chanyeol sadar, tak semua perempuan itu sama. Rosé adalah Rosé dan Wendy adalah Wendy. Keduanya punya warna berbeda. Dan setiap warna memiliki kecantikan mereka masing-masing.

"Wen, jangan anggap aku sebagai orang asing. Awalnya kita memang tak saling kenal. Tapi, ayo kita saling mengenal, pelan-pelan. Jika ada hal yang ingin kamu katakan, jangan sungkan untuk memberitahuku. Aku suamimu." ucap Chanyeol.

"Baiklah. Ayo kita saling mengenal."

Membangun hubungan baru dengan orang baru memang tak mudah. Terlebih saat hubungan itu sengaja dibentuk bukan tercipta sendirinya.

"Aku ingin tahu tentangmu. Sekarang ceritakan sedikit tentang kamu." ucap Wendy.

"Tentang aku?" tanya Chanyeol.

"Ya..."

"Namaku Park Chanyeol, lahir tanggal 27 November 1992. Golongan darah A, tinggi badan 186 mungkin. Terakhir kali aku mengukurnya, segitu. Lalu... Apa lagi ya..." Chanyeol menjeda ucapannya, dia menerawang ke atas untuk mengingat-ingat hal-hal tentangnya.

Berbeda dengan Wendy yang tak mampu menahan gelak tawanya. "Pfttt... Hahaha. Bukan seperti itu bodoh!" ucapnya.

"Heh?! Kamu baru saja memanggilku bodoh!" balas Chanyeol tak terima.

"Hahaa... Kamu pikir, kamu anak sekolah dasar. Maksudku, apa yang kamu suka, tidak suka. Atau apa kek! Tujuan hidup, motivasi. Hal-hal yang seperti itu." jelas Wendy.

"Aku suka musik!" celetuk Chanyeol.

"Seluruh Korea Selatan, bahkan dunia pun tahu itu Park Chanyeol."

"Aku itu romantis!"

"As aspected, semua lagu yang kamu ciptakan mencerminkan hal itu." ucap Wendy sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

"Aku suka angka 21, warna hitam, galbi, tonkatsu. Aku suka Coldplay"

"Higher Power!" ucap keduanya berbarengan.

"Kamu tahu lagu itu?" tanya Chanyeol antusias.

"Itu bukan hal yang istimewa. Semua orang tahu itu."

"Iya, sih! Sekarang giliran kamu untuk bercerita."

"Apa ya?" Wendy berpikir sejenak. "Tak ada hal menarik dalam hidupku. Aku hanya gadis yang dibesarkan oleh ibu tiri dan menjalani hidup bagai penjara, mendapat sorotan karena kedudukan ayahku. Sejak kecil tak ada yang bisa kulakukan. Jadi, hingga dewasa aku hanya belajar dan belajar." jelasnya.

"Setidaknya kamu jadi pintar bukan? Lalu, hal yang kamu sukai?

"Hampir semuanya kubenci!"

Chanyeol menolehkan kepalanya, memandangi wajah Wendy dari samping. "Termasuk musik?" tanyanya.

"Entahlah. Musik ya... semacam love-hate relationship. Hehe" kekeh Wendy.

"Sejak dulu, aku tak mengerti dengan hubungan seperti itu. Cinta tapi benci, benci tapi cinta. Bukankan Cinta dan benci itu dua hal berbeda?" tanya Chanyeol.

"Kamu benar. Kamu tahu, ada sebuah penelitian tentang cinta dan benci. Keduanya memang berbeda. Saat kita merasakan cinta, otak kita menonaktifkan bagian penilaian dan pembuatan alasan. Makanya tak sedikit orang yang jatuh cinta menghalalkan segala cara untuk mendapatkan cinta. Karena mereka tak punya penilaian dan alasan untuk berhenti. Orang yang jatuh cinta cenderung tidak kritis dan kurang bisa untuk menilai." jelas Wendy.

"Lalu benci?" tanya Chanyeol. Obrolan seperti ini selalu membuatnya tertarik.

"Saat kita membenci, biasanya kita akan merasa ingin lebih menilai, memperhitungkan bahaya, luka, dan aksi pembalasan. Tapi ada satu kesamaan dari cinta dan benci. Keduanya mengaktifakan insula dan pitamen dalam otak kita yang mana membuat kita merasakan kegelisahan dan tindakan agresif. Dalam cinta, tindakan agresif bukan karena kita memikirkan aksi pembalasan, tapi ketika munculnya seorang pesaing." jelas Wendy.

"Kukira, cinta dan benci hanya bertindak sesuai hati. Tanpa ada campur tangan otak." sahut Chanyeol.

"Otak manusia itu lebih canggih. Dan kenapa aku memiliki hubungan hate-love relationship dengan musik. Karena manusia itu harus seimbang."

"Intinya kamu tak mau terlalu irasional atau terlalu menilai akan musik? Begitu?" tanya Channyeol. Pria itu tengah mengambil kesimpulan dari setiap ucapan Wendy.

"Mungkin seperti itu. Musik itu sangat indah. Aku hanya tak mau, karena keindahan musik aku kehilangan kemampuanku untuk menilai atau malah terluka karenanya."

"Aku mengerti. Selain musik, apalagi yang mungkin kamu suka atau kamu benci?" tanya Chanyeol.

"Oh aku tahu. Aku suka masak." ucap Wendy.

Ucapan Wendy membuat Chanyeol tersenyum simpul.

Wendy yang menyadari senyuman Chanyeol, langsung menolehkan kepalanya. Dia menatap pria itu dengan sinis. "Kenapa kamu tersenyum? Tak percaya aku bisa masak?" tanyanya.

"Aku hanya sedang bersyukur. Setidaknya, dengan menikah denganmu salah satu impianku terwujud."

Kening Wendy mengkerut "Impian?" tanyanya.

"Aku selalu ingin memiliki pasangan yang pintar memasak. Jadi besok pagi, aku ingin sarapan yang kamu buat."

"Hah?!"

"Hahaha. Sudah sangat larut. Ayo kita tidur. Jangan lupa sarapanku besok. Good night!" ucap Chanyeol sambil kembali bersiap untuk tidur lagi.

"Ah ya, Good night!"

Chanyeol cukup membuat Wendy penasaran. Dari luar, pria itu memang seperti pria brengsek pada umunya. Tapi, jika deep talk seperti tadi. Pria itu ternyata tak buruk-buruk amat. Malahan Chanyeol adalah pria pertama yang nyaman untuk Wendy ajak bicara selain pamannya, Siwon.

<<<>>>

Mulai membosankan ya? Atau alurnya terlalu lambat? Sebenarnya, Aku mau membangun chemistry antara Chanyeol dan Wendy dulu, sebelum masuk ke konflik sebenarnya hehe. Kalau ada saran. Sangat dipersilahkan ya. 🥀

TRICHER | Wendy, Chanyeol, RoséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang