9. Truth or Dare (1)

53 6 1
                                    

Dua jam telah berlalu dan waktu pun habis hanya untuk berbelanja. Siapa sangka, belanjaan Shinwoo dan kawan-kawan (jangan sertakan Cyan dan Seonju) sangatlah banyak. Ada sekian banyak tumpukan ramyeon dan itu membuat Seonju jawdrop dimana kedua mata membelalak dan mulut terbuka lebar dan ke bawah. Bagaimana tidak, bila menyertakan penghuni rumah Frankenstein, bila satu orang mendapat satu bungkus ramyeon, maka maksimal ramyeon yang dibeli seharusnya adalah dua puluh. Tetapi nyatanya, jumlah ramyeon yang mereka beli adalah....

"Kita....akan memakan semuanya?" tanya Seonju ragu. Ia masih saja jawdrop.
"Tentu," jawab Shinwoo dengan antusias. Wajah Seonju berubah pucat dengan dahi berwarna biru kekuningan kala melihat banyak makanan ringan dan juga minuman soda dalam troli.
"...." dan Seonju diam saja, tidak mampu untuk berkata apapun.

Shinwoo sendiri masa bodoh dan mereka bergerak ke kasir agar pelayan bisa membungkus belanjaan mereka dengan plastik dan menghitung total belanjaan Shinwoo dan kawan-kawan (sekali lagi jangan sertakan Cyan dan Seonju). Setelah Shinwoo membayarnya, mereka bergegas menuju ke rumah Frankenstein. Tampak mereka bersuka cita karena bahagia sementara Cyan dan Rai menghela nafas. Seonju sendiri malah merasa ingin muntah karena tidak sanggup membayangkan semua makanan yang Shinwoo dan kawan-kawan beli yang bakal mereka makan nantinya.

'Sepertinya perutku akan meledak bila hal itu terjadi. Tuhan, tolong selamatkan nyawaku kali ini saja,' ucap Seonju dalam hati berdoa dengan sungguh-sungguh. Bahkan, ia sampai memejamkan kedua matanya seperti orang kesakitan dan kedua tangannya terkatup.

Ya, ada alasan kenapa Shinwoo membeli banyak ramyeon dan makanan ringan serta soda. Itu karena ia dan ketiga kawannya ingin mengadakan pesta untuk menyambut Seonju yang baru saja masuk dalam 'lingkaran' (?) pertemanan mereka. Seonju yang mengetahuinya hanya menghela nafas dan ia pun langsung berwajah murung. Bukan, bukannya tidak suka dan tidak senang. Ia hanya merasa itu terlalu berlebihan.

Sekian tumpuk ramyeon? Puluhan makanan ringan dan soda? Makan di rumah Kepala Sekolah seolah makan di rumah sendiri?

'What the hell is that?'

Dan wajah Seonju semakin terlihat pucat ketika mereka sampai di tempat tujuan. Shinwoo memencet bel dan pintu pun dibuka. Ajaibnya, yang membuka adalah Frankenstein dan itu membuat wajah Seonju semakin pucat. Wajah Seonju semakin bertambah pucat ketika ia melihat wajah Frankenstein berikut senyum hambarnya. Bagaimana tidak, biar Seonju tebak. Setelah ini, akan terjadi kekacauan meski ia tidak tahu apa bentuknya. Ia pun menghela nafas pasrah ketika Shinwoo dan yang lainnya masuk ke dalam rumah ketika mereka dipersilakan masuk.

'Haa....'

Seonju melangkah ke dalam rumah dengan langkah lemas. Sembari membungkuk ia terus melangkah. Tetapi, langkahnya terhenti ketika ia melihat dua buah kaki dengan kulit berwarna putih. Ia segera berdiri tegap dan tampak olehnya seorang pria berambut perak agak jabrik sepantat tersenyum ke arahnya. Sepertinya ia merasa ekspresi Seonju saat ini sangatlah lucu. Seonju yang melihatnya terpana dan seketika belanjaannya jatuh ke lantai.

SRAKKK

"Eh?" ucap pria itu terkejut. Rai yang duduk di seberang pria itu dan Frankenstein yang duduk di sebelah Rai turut terkejut lalu mereka melihat ke arah Seonju.

"Seonju, ada apa?" tanya Frankenstein. Namun, Seonju malah diam saja karena membatu.

Tanpa mereka semua sadari, Cyan masuk ke dalam rumah. Rupanya, selama perjalanan ke rumah ini ia berjalan di belakang Seonju. Ia yang melihat momen di depannya juga turut terkejut. Tetapi, ia segera sadar dari keterkejutannya lalu memejam kedua matanya. Ia sedikit menunduk lalu menghela nafas.

Tanpa mereka sadari pula, air mata Seonju menetes membasahi pipinya. Frankenstein yang melihatnya panik begitu pula dengan pria itu.

"Seonju, ada apa? Kenapa kau-"
"Eh? Apa? Apa?" ucap Seonju. Rupanya ia sadar dari lamunannya dan wajahnya pun memerah karena malu. Ya, ia sadar ia sedari tadi membatu. Ia rasakan air mata membasahi pipinya. Ia hapus air matanya dan tampak ia tidak terkejut lagi.

Noblesse: Between Past & NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang