25. Polaroid

256 114 116
                                        

HAPPY READING!❤

oOo

Alvin menutup pintu kamarnya, lalu melangkahkan kakinya menuruni tangga. Cowok itu sudah rapi mengenakan seragam putih abu-abu dan juga jaket varsity berwarna hitam.

"Alvin, kamu udah mau berangkat?" tanya Nadia, Mama dari Melva. Wanita itu sedang mengobrol dengan Alisa di ruang tamu. Kebetulan, mereka bertetangga.

"Belum, Tante," jawab Alvin ramah.

Alisa memandang putranya bingung. "Terus, kamu mau ke mana?"

"Mau beli nasi uduk di warungnya Mbak Arum."

"Nah, kebetulan. Mbak Arum jual bubur ayam juga, kan? Tante nitip beliin bubur ayam buat Melva, ya. Nanti kamu anterin ke Melva. Ini uangnya, kembaliannya buat kamu," ujar Nadia seraya menyerahkan selembar uang kertas berwarna biru.

"Iya, Tante," balas Alvin, lalu berjalan keluar meninggalkan rumah untuk membeli nasi uduk dan bubur ayam.

***

Alvin berjalan memasuki ruang tamu rumah Melva untuk memberikan pesanan bubur ayam milik gadis itu.

"Lo sakit?" tanya Alvin. Cowok itu tahu, jika Melva ingin bubur ayam, artinya gadis itu sedang sakit.

Melva yang sedang duduk di sofa ruang tamu tersenyum. "Lo masih inget kalo gue sakit, pasti minta dibeliin bubur ayam?"

Alvin hanya menatap Melva cuek, lalu menyodorkan styrofoam box berisi bubur ayam ke hadapan gadis itu.

"Gue lagi sakit, Alvin. Enggak bisa makan sendiri," rengek Melva.

Alvin menghela napas kasar, lalu meletakkan styrofoam box tersebut di atas meja. "Gue mau sekolah."

Melva segera menahan pergelangan tangan Alvin yang hendak pergi. "Lo masih marah sama gue? Tapi, kenapa harus marah? Azusa juga sahabat gue. Gue nggak mau, kalo lo ngelupain Azusa gitu aja."

"Lo nggak perlu ingetin gue, karena gue nggak pernah ngelupain Azusa. Bahkan, setiap tahun di hari kematiannya, gue selalu bawain bunga ke makamnya," terang Alvin.

"Ya, itu emang harus. Karena, lo tau sendiri kenapa Azusa bisa meninggal, kan?"

"Azusa meninggal bukan gara-gara gue! Tapi, karena dia sakit!" tegas Alvin.

"Wait! Padahal, gue nggak nuduh lo. Terus, kenapa lo bilang kayak gitu?" tanya Melva.

Alvin hanya Diam, tidak menanggapi pertanyaan Melva.

"Oh, iya. Lo perlu bantuan nggak, buat ceritain semuanya ke Zetta. Ups! Maksud gue, Adela," lanjut Melva.

"Berhenti ikut campur masalah gue dan pacar gue," ucap Alvin tenang, namun terdengar tegas.

"Tapi, Alvin. Kenapa Adela ganti nama, ya?" Melva mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuknya. "Oh, gue tau! Karena ada sesuatu yang baru di diri Adela. Makanya, dia juga pengen punya nama baru. Iya, kan?"

Alvin hanya menatap Melva geram, lalu berjalan keluar meninggalkan rumah Melva. Membuat gadis itu mendengus kesal.

***

Adela melangkahkan kakinya memasuki rumah Elang untuk mengambil bukunya yang dipinjam cowok itu ketika PTS kemarin.

"Non Adela, udah izin ke Den Elang?" tanya Bi Imah, asisten rumah tangga keluarga Elang.

Adela mengangguk seraya tersenyum ramah. "Udah, Bi. Katanya, suruh ambil sendiri di kamarnya."

"Baik, Non. Itu kamarnya Den Elang," ujar Bi Imah seraya menunjuk sebuah kamar yang berada di lantai dua.

SHAMBLES [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang