𓅪Ujian Nasional𓅪

35 15 25
                                    

WARNING!!

Harap berada ditempat senyaman mungkin, karena chapter ini sangat panjang!

2000++

|•|•|

"Jadi, cewek itu lo?"

"Iya,"

"Kenapa kalian putus?"

"Bukan putus tapi, selesai. Seharusnya dari awal kami gak perlu mencoba untuk bersama."

"Kenapa?"

"Karena tuhan kami beda Rey," Jawab Zoya disertai isakan.

"Eh, lo jangan nangis dong! Gue gak suka liat cewek nangis."

"Hahahah," Tiba-tiba saja suara isak tangis Zoya berganti tawa.

"Bener dugaan gue, lo gak waras ternyata,"

"Heh! Mulutnya! Gue ketawa karena denger omongan lo tadi! Lo bilang lo gak suka liat cewek nangis? Lo nyadar gak si Rey? Lo sering bikin cewek-cewek lo nangis. Dengan lo ngekhianatin cinta mereka, lo selingkuhin mereka dan lo sakitin hati mereka, saat itulah mereka sedih dan nangis karena lo." Jelas Zoya.

"Menurut, lo gue cowok brengsek ya, Zoy?"

"Sedikit,"

"Hmm, dulu gue pernah kenal cewek yang 1 tahun lebih tua dari gue dan gue sayang dan cinta banget sama dia. Tapi, dia ninggalin gue dengan alasan mau ngejar mimpi dia buat kuliah diluar negeri. Padahal, gue udah pernah bilang gue bakal nungguin dia. Tapi, dia tetap mutusin gue dan pergi ninggalin gue."

"Jadi, itu alasan lo jadi playboy?"

"Mungkin?"

"Ada alasan yang lain ya?"

"Gue kesepian Zoy, lo tau? Bokap- nyokap gue dua-duanya dokter. Mereka sibuk banget. Apalagi, bokap gue yang merupakan dokter di Singapura, dia sibuk banget. Gue juga tertekan, Zoy. Karena ortu gue dokter, mereka nuntut gue buat jadi, dokter juga. Setelah, lulus SMA gue dituntut buat masuk fakultas kedokteran, Padahal..." Rey menunduk sembari menghela nafas frustasi.

"Padahal?"

"Padahal, gue gak pengen jadi dokter. Gue maunya jadi CEO dari perusahaan gue sendiri."

"Lo yang sabar ya! Lo harus omongin baik-baik tentang mimpi lo. Gue yakin orang tua lo pasti bakal dukung lo!" Ucap Zoya menyihir Rey dengan menepuk pundak lelaki itu.

"Kalo, lo gimana, Zoy?"

"Apanya?"

"Mimpi lo apa, setelah lulus SMA mau masuk mana?"

"Gue belum tau, Rey."

"Beneran? Gue pikir cewek kaya lo bakal lebih mudah nyusun impian lo,"

"Awalnya gitu, but, setelah gue tau gue punya kanker otak. Gue gak yakin bisa lulus kuliah, gue takut aja sebelum lulus---" Zoya menggantung ucapannya.

"---Gue udah dipanggil sama Tuhan." Sambung Zoya.

Rey menghadap ke arah Zoya, ia memegang kedua pundak gadis itu, "lo gak boleh ngomong gitu! Gue tau, ini gak mudah buat lo. Tapi, lo gak boleh ngedahuluin takdir Tuhan." Justin menyihir Zoya dengan kata-katanya. Tak lupa dengan tatapan tajamnya menatap lekat manik Zoya yang sendu.

"Gue yakin Zoy! Bahkan, sangat yakin! Lo pasti sembuh! Pasti! Jadi, gue mohon, lo mau ya jalanin pengobatan?" Mohon Rey dengan lembut.

"Gue belum bisa ngasih tau nyokap gue Rey. Lo tau, Rey? Bokap, nyokap gue dalam proses sidang perceraian... Gue gak mau liat nyokap gue sedih karena gue," Balas Zoya dengan menitihkan air matanya lagi.

Not the sameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang