IiL - 41

1.2K 109 1
                                    

Daffin mengernyit saat mendengar ucapan yang barusan Regan katakan padanya. Sekarang mereka sedang berada di ruangan ganti. Berganti pakaian khusus untuk operasi.

"Lo bakalan operasi Cheril bareng Almira?" tanya Daffin memastikan jika kupingnya tidak salah dengar.

Regan meliriknya kemudian mengangguk. Dia tidak memiliki alasan untuk menolak, karna Kana mengizinkannya dan Dokter Burhan juga merekomendasikan Almira untuk membantunya di ruang operasi.

"Kana tau?" tanya Daffin lagi dan Regan mengangguk.

"Dia yang pertama bilang gue lebih baik ke ruang operasi sama Almira," jelasnya merasa tidak semanga.

Daffin mengangguk paham dan tangannya bergerak untuk menepuk-nepuk pundak Regan.

Regan mengangguk dan memegang tangan Daffin, seakan memberitahu jika dia tidak apa-apa.

"Oh ya. Bunda ngajak kita makan malam di rumah mereka," ujar Daffin membuat Regan yang tadinya sedang bercermin menoleh.

"Malam kapan?" tanyanya.

"Malam ini," jawab laki-laki gondrong itu sambil mengingat rambutnya.

"Okay." Regan membenarkan bajunya. "Gue duluan," pamitnya dan berjalan meninggalkan Daffin yang masih setia di ruangan ganti.

Dokter gondrong yang sekarang ingin membuka bajunya itu mengurungkan niatnya. Menghela napas dan duduk dibangku yang terletak di tengah-tengah antara beberapa loker para dokter dan perawat pria.

Entah apa yang membuatnya menjadi terlihat sangat pusing sekarang ini. Tapi yang jelas hatinya juga sama pusingnya dengan kepalanya.

Dia menunduk, mengingat kejadian beberapa tahun lalu. Lebih tepatnya saat dirinya masih SMA. Saat dirinya masih memiliki hubungan dengan Reyna.

Flashback On.

Daffin mengernyit, sekarang di hadapannya ada Kana yang menghadang jalannya. Tidak biasanya gadis yang selalu menguncir rambutnya itu menghalangi jalannya begini. Bahkan sekarang mereka masih berada di parkiran.

Daffin mencoba tersenyum. "Kenapa, Na?" tanyanya yang malah mendapat jawaban decakan sebal dari sahabat pacarnya itu.

"Lo gak usah pura-pura baik deh," ujar Kana terdengar sangat membenci Daffin.

Dirinya yang mendengar itu menaikkan alisnya. Belum paham apa yang akan Kana bahas. Karna seingatnya dia tidak memiliki kesalahan apapun kepada Kana, dan juga Reyna.

"Maksud lo apa ya?"tanya Daffin yang mengapa terdengar sangat menyebalkan bagi Kana.

"Lo ... jadiin Reyna selingkuhan kan? Itu alasan kenapa lo gak sebar luaskan hubungan kalian dan gue gak boleh ngomong-ngomong ke orang kalau kalian pacaran?"

Daffin yang mendengar itu tersenyum miring dan tangannya bergerak untuk membenarkan tas ranselnya yang sengaja dia pakai hanya disatu pundaknya saja.

"Udah ketahuan ya?" tanya Daffin yang sangat ingin sekali Kana menampar pipi laki-laki di hadapannya saat ini.

"Lo bener-bener ya!" marah Kana dan hanya bisa mengepalkan tangannya di samping tubuhnya. Dia tidak ingin mengotori tangannya hanya untuk memberikan pembelajaran untuk Daffin.

"Reyna udah tau kan?" tanya Daffin santai yang sekarang malah membuat Kana ingin menendang wajah laki-laki di hadapannya yang sok ganteng. Tapi memang Kana akui Daffin ganteng. Incaran para ciwi-ciwi dan adek kelas mereka.

"Lo minta ditendang ya." Kana yang kemarahannya sudah diubun-ubun tanpa babibu lagi dia langsung melayangkan tasnya menampar wajah Daffin membuat laki-laki itu tersungkur.

Infirmary in Love [Ending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang