9

58 5 0
                                    

Setelah mandi dan berganti pakaian, Isla asik duduk di atas ranjang merevisi bab terakhir skripsinya yang sudah di koreksi Pak Alden untuk menghibur diri. Sejak sejam yang lalu, dia sudah berada di presidential suite yang disediakan khusus buat dirinya dan Radika sehabis resepsi.

"Bosan ah," gumam Isla menelantarkan laptop keluaran terbarunya ke nakas samping setelah mengirim file skripsi yang sudah di revisi ke email Pak Alden dan bergerak ke meja tv untuk mengambil remote.

Saat baru mau meraih remote di meja, Isla dikejutkan oleh penampilan Radika yang keluar dari kamar mandi dengan mengenakan sebuah handuk untuk menutupi bagian bawahnya.

"AHHH!! KENAPA KELUARNYA KAYAK GINI SIH?!" Pekik Isla bisa merasakan kalau wajahnya sekarang memerah karena kesal bercampur malu. Apalagi setelah perut kotak-kotak Radika terpampang jelas di depan matanya.

Jaga mata Isla!

Kepala Isla segera berbalik ke arah lain setelah sadar Radika menyengir penuh arti padanya. Kenapa malah jadi Isla yang malu? Seharusnya Radika yang malu karena dia muncul dalam keadaan minim begitu di depan Isla.

Radika tersenyum gemas melihat wajah istrinya yang sekarang sudah semerah udang rebus. "Memangnya kenapa? Badan kan badan saya. Terserah saya dong mau perlihatkan atau tidak. Lagipula kita kan sudah suami istri, jadi sah-sah aja. Kalau kamu mau lihat, lihat aja. Nggak mau lihat juga nggak papa."

"Pakai baju kakak sekarang!"

"Kalau saya nggak mau pakai, kamu mau apa?" Belot Radika terus berjalan mendekat ke arah Isla hingga gadis itu membentur dinding di samping ranjang.

Kenapa nih? Aku nggak mau di unboxing sekarang!

Jantung Isla mulai berdebar ketakutan hingga tangannya mendingin saat mendapati wajah Radika berjarak sangat dekat dari wajahnya. Namun, berkat kemampuan poker face-nya yang kadang berfungsi dan kadang tidak, dia berhasil membuat ekspresinya tetap datar.

"Saya jewer kalau nggak mau dengar!" Gadis berpiama hitam itu menarik dan memelintir keras kedua telinga Radika yang kini spontan berjalan mundur dan berusaha melepaskan diri dari siksaan Isla.

Radika meringis kesakitan dan seketika menyesal menganggu Isla. Duh, rasa jeweran-nya lebih sakit 2 kali lipat dari jeweran Mama Rose yang dulu senang menjewer Dika saat masih kecil karena bandel. "Arrgh.... i-iya, saya pakai sekarang"

Isla tanpa beban melepaskan tangannya dari telinga Radika. "Bagus. Ambil pakaian kamu dan pakai di dalam kamar mandi sekarang!" perintahnya menunjuk koper yang berisi baju Radika di sudut kamar.

Begini nih kalau punya istri galak. Untung sayang.

"Iya-iya," turutnya mengambil set baju tidur dari koper dan masuk ke kamar mandi sesuai kemauan Isla.

Isla menghela kasar, meraih ponselnya dan membaca kembali file skripsiannya yang sebelumnya sudah di revisi dan di kirim.

5 menit kemudian, Radika keluar dari kamar mandi dalam set piama biru tuanya dan berjalan ke arah kasur untuk berbaring di samping Isla.

"Ngapain Kak Radika di sini?"

Ya Allah, baru juga mau lurusin belakang.
Radika mendengus kasar. "Yah mau tidur lah. Memangnya mau ngapain lagi? Main tenis meja?"

Mau ngelawak nih?

"Nggak boleh. Tidur di tempat lain sana!" usir Isla berusaha mendorong badan Radika turun dari ranjang namun yang di dorong sama sekali tidak bergeming atau mau repot pindah dari tempatnya.

Radisla: The Arrange Married [COMPLETE] ✔✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang