5

1.7K 213 60
                                    

Pagi hari ketika matahari belum sepenuhnya menampakkan diri serta suhu yang masih terbilang dingin, Jimin sudah terbangun dari tidurnya. Tubuhnya terasa lebih baik setelah beristirahat dua hari penuh.

Ibunya mengatakan jika Jimin demam selama dua hari penuh. Ayahnya begitu khawatir hingga menyuruh para pelayan memanggil tabib kepercayaan keluarga raja ketika mengetahui bahwa sugesti dokter tidak membuahkan hasil. Isa bahkan sampai menangis dan ikut menjaganya walau kedua matanya memberat akibat kantuk.

Yah, sebenarnya, dari cerita ibunya Jimin bisa membayangkan seperti apa situasi panik yang ayahnya buat. Kepala keluarga Park itu selalu membesar-besarkan masalah jika itu menyangkut kedua anak kesayangannya.

Agak merepotkan memang. Tapi ia senang karena ayahnya begitu pengertian dan khawatir akan dirinya.

"Tuan muda, saya sudah menyiapkan pakaian akademi Anda.." Seorang pelayan wanita datang bersama dua orang pelayan lainnyaㅡ membawa pakaian akademi Jimin dan keperluan lain yang dibutuhkan.

"Terima kasih, Papper. Tolong letakkan saja di atas ranjang. Aku akan segera bersiap.." Jimin tersenyum ramah pada pelayan wanita bernama Papper. Dibalik jubah mandinya, ia sudah menggigil karena suhu dingin yang cukup menusuk tulang.

Setelah meletakkan pakaian Jimin, Papper membungkuk hormat diikuti kedua temannya. "Kalau begitu, kami permisi.."

"Ah, tunggu!" Suaranya tiba-tiba menggema menghentikan langkah para pelayan keluarga Park. Jimin lantas menggaruk pipinya yang tidak gatal dengan gerakan canggung. "Apa ayah dan ibu sudah bangun?" Tanyanya sembari melirik penuh minat.

Papper menjawab sopan, "Tuan dan Nyonya sudah bangun dan bersiap untuk sarapan. Saya rasa Tuan Muda harus segera bersiap.."

Jimin mengangguk pelan. Kedua mata sipitnya lalu beralih memandang seragam akademinya. Sebuah kernyitan bingung kemudian tercipta begitu melihat hanya ada seragam dan tas miliknya. "Papper, aku ingin bertanya.. Dimana jas akademi milik temanku?" Pertanyaannya justru membuat Papper berkedip bingung. "Ibu bilang, saat aku sakit, aku pulang membawa jas akademi milik temanku.. Jadi, aku hanya ingin tau kenapa jas itu tidak ada disini?" Ulangnya mencoba menjelaskan.

"Jas akademi milik teman Tuan Muda masih berada di ruang cuci.." Papper langsung mengerti dan membungkuk dalam. "Mohon maaf atas tindakan saya yang begitu lambat, Tuan," Ia meminta maaf dengan kedua bahu menegang.

"Tidak perlu meminta maaf!" Jimin panik begitu melihat Papper membungkuk meminta maaf. "Aku hanya bertanya.. Kau tidak melakukan kesalahan apapun jadi jangan membungkuk seperti itu.."

"Tapi Tuanㅡ"

"Kalau belum selesai, tidak apa-apa.." Senyum hangat yang ditunjukkan Jimin membuat ketiga pelayan itu menghela napas. Mereka memasang wajah lega saat mengetahui Jimin tidak keberatan. "Kalian bisa memberitahuku jika jasnya sudah di bersihkan.." Ucapan itu adalah perintah yang harus mereka jalani. "Dan juga.., " Bola mata Jimin lalu bergulir melihat lantai kamarnya yang berkilau. Ada sebuah keraguan tergantung dalam binar matanya sebelum melanjutkan, "Pastikan kalian mencuci dan membuatnya harum. Jangan sampai ada noda atau kerusakan pada jas itu.."

"Baik, Tuan muda!"

Setelah kepergian mereka, Jimin melunturkan senyumannya, pun kedua matanya menatap kosong dengan ekspresi tak terbaca. Pikirannya kembali memutar kejadian dua hari yang laluㅡdimana dirinya bertemu dan mendapat jawaban tak terduga dari pangeran Jungkook.

"Kau bisa menggambar jika memang itu tujuanmu.."

Berbeda dari pertemuan sebelumnya, pangeran termuda Slymburgh itu menyambutnya dan berdiam diri meski dirinya berada disana. Jungkook selalu pergi ketika ia mencoba meraihnya. Seakan memasang dinding tebal nan tinggi, dia tidak mengizinkan Jimin melangkah lebih dekat atau sekedar menyapanya meski mereka tidak begitu akrab.

I Meet The Villain Who Was Real TyrantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang