Jimin meletakkan lentera kecil diatas meja kerjanya. Tubuhnya terbalut jubah tidur ketika pikirannya berkecamuk memaksanya untuk tetap terjaga. Dan satu-satunya tempat yang bisa dikunjunginya saat ini adalah ruang kerjanya.
Langit malam terlihat semakin gelap diluar sana. Ia mencoba menyibukkan diri menyelesaikan beberapa dokumen yang sempat terbengkalai. Setiap hari, pekerjaannya selalu menumpuk. Ada banyak dokumen perjanjian dan laporan yang harus diperiksa sekaligus ditanda tangani. Namun hari ini, entah mengapa kepalanya terasa berdenyut dan pikirannya berkelana hingga beberapa pekerjaannya tidak dapat diselesaikan tepat waktu.
Helaan napas terdengar beberapa kali sejak kedatangannya dua puluh menit yang lalu. Begitu berat dan kelelahan. Dari pagi hingga larut malam, otaknya tak pernah berhenti memikirkan banyak hal. Visco selalu membebankan setiap masalah dalam suatu pekerjaan kepadanya. Seakan disengaja, kepala keluarga itu bahkan tak peduli ketika Jimin masih berkutat dengan tugasnya yang lain.
Akhir-akhir ini, banyak pekerja merasa kurang puas akan pelayanan yang disediakan keluarga Park. Mereka mengeluh tentang bagaimana keterbatasan libur serta kesediaan fasilitas, khususnya pada produksi kain wol. Menurut keterangan yang sejauh ini dikumpulkannya, Tuan Park menyuruh pekerja untuk mengumpulkan wol melebihi target biasanya. Pria itu terus memarahi dan memaksa mereka untuk bekerja hingga larut malam.
Meski beberapa perempuan telah memohon untuk beristirahat, tapi dia hanya memberi waktu sepuluh menit sebelum kembali bekerja.
Rahangnya mengeras. Telunjuknya lalu mengetuk permukaan meja secara perlahan. Beruntungnya, meski produksi wol tidak ditanganinya, ada sebagian pekerja yang lebih mempercayai Jimin ketimbang Visco hingga berani melaporkan kondisi. Tindakan paksa yang dilakukan Tuan Park tentu memiliki hubungan erat dengan rencana pemberontakannya. Sangat mudah ditebak walau beliau tidak mengatakan apapun pada Jimin.
Produksi wol pasti dipengaruhi oleh tambang kerajaan yang telah ditangani bangsawan Pedellian. Sejak tambang diambil alih, Tuan Park terlihat pusing memikirkan sesuatu. Dia bahkan tidak bisa menyembunyikan ekspresi paniknya meski tengah berada di sebuah pertemuan besar.
Awalnya, Jimin senang. Senyumnya terukir lebar melihat bagaimana ayahnya begitu kesusahan karena rencananya mulai diporak porandakan. Ia yakin, struktur besar yang susah payah dibuat ayahnya kini berantakan semenjak dirinya mengambil alih pekerjaan keluarga.
Tapi dia sadar, Tuan Park adalah orang cerdik yang dapat memanfaatkan segala situasi.
Puluhan proyek selalu berhasil diraih Visco. Tapi tentu saja, pria itu mengambilnya untuk sebuah kepentinganㅡ
ㅡNegosiasi.
Mendapatkan sekutu bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Jaminan mendapatkan sebuah kepercayaan pun tidak didapat secepat kilat. Satu-satunya jawaban dari semua itu adalah pengorbanan; mengorbankan segalanya agar tujuan utama tercapai.
Sebesar apa kerja kerasnya menghancurkan rencana ayahnya, pria tua itu pasti kembali bangkit dengan rencana lainnya. Maka dari itu, Jimin benar-benar harus bekerja secepat mungkin.
Kepercayaan sangat dipentingkan dalam peran ini. Setelah empat tahun berlalu, seluruh pekerja yang mulanya mempercayai Park Visco sedikit demi sedikit beralih mempercayai putra sulungnya. Perang dingin serta pemikiran berbeda dari anak dan ayah itu membuat orang-orang mulai membedakan mana tindakan salah dan mana tindakan benar.
Pemuda mungil itu mengusap kasar wajahnya. Memikirkan segala keburukan yang akan terjadi jika dirinya melemahkan pertahanan. Dia harus menjadi lebih kuat dari hari ini. Dia harus memutar otak untuk menyelamatkan ibu dan adiknya. Kematian semua orang, bahkan lebih buruk dari itu apabila ayahnya berhasil mengumpulkan sekutu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Meet The Villain Who Was Real Tyrant
FanfictionKesalahan yang tidak dipahaminya membuat Jimin harus menderita. Ia kehilangan keluarga, di penjara dan dihadapkan oleh seorang penjahat yang bahkan membunuh keluarganya sendiri tanpa belas kasih. Sosok itu begitu ditakuti. Hatinya yang dingin serta...