Satu minggu telah berlalu. Jimin merasa pertemanannya dengan pangeran Jungkook berjalan cukup baik. Meskipun kemajuannya hanya sepersekian persen, namun ia sangat senang akan perubahan itu.
Tidak sampai disitu, beberapa temannya yang pandai dalam bersosialisasi pun selalu menjadi sasaran rasa ingin tahunya. Mengenai; bagaimana cara menangani orang pendiam, cara memulai percakapan, sampai menghidupkan suasana. Semua pertanyaan sudah disuarakan nya demi memenuhi keinginannya. Dan semua saran dari temannya itu juga selalu digunakannya ketika bertemu dengan pangeran Jungkook.
Untungnya, Jungkook tidak merasa terganggu apalagi marah saat Jimin tiba-tiba aktif dan mencoba menghidupkan suasana meskipun berakhir canggung.
Sebelah sudut bibir Jungkook terangkatㅡmerasa terhibur tatkala otaknya mengingat tingkah laku Jimin. Suasana yang begitu canggung dan jawaban singkat yang selalu diberikannya untuk pemuda mungil itu tak khayal membuatnya sering terdiam. Ia memikirkan kembali sikap dan ucapan dinginnya setiap kali mendapatkan pertanyaan hangat dari Park Jimin.
Entah bagaimana caranya menghadapi seseorang, sejak kecil, Jungkook tidak pernah berbicara dengan siapapun kecuali ibunya. Itupun hanya hal-hal penting yang menyangkut tentang kerajaan, tidak lebih. Semua orang selalu menghindarinya dan menatap rendah padanya. Anak selir, adalah alasan dibalik sikap dingin yang didapatnya hingga detik ini. Mereka selalu menganggap dirinya dan ibunya tidak tahu diri, mencoba mencari kesalahan untuk menjatuhkan dan mencela dari ucapan sopan.
Jungkook tidak memiliki teman dan selalu sendirian. Hari-hari yang terasa abu-abu walaupun kau adalah seorang pangeran, membuat dirinya membatasi diri dari siapapun.
Ia tidak memiliki harapan.
Ia tidak tahu harus bagaimana.
Hidupnya begitu membosankan dan terlalu menyedihkan untuk dijalani.
Sampai suatu hari, sosok itu datang menghampirinyaㅡ
ㅡPark Jimin. Pemuda kecil dengan kedua pipi gembul itu berani melangkahkan kakinya mendekati pembatas yang ia buat. Walaupun ketakutan terlihat jelas dari tatapan mata itu, keberanian yang dikumpulkan hanya untuk membalas tatapan matanya membuat ia menurunkan kewaspadaannya. Pun peringatan yang selalu diselipkan nya dalam setiap kalimat selalu ditepis Park Jimin dengan kepercayaan diri; hingga membuatnya tertarik untuk menguji keberanian pemuda itu ketika bertemu lagi.
Tapi siapa sangka, kalimat penuh penyemangat yang selalu disuarakan Jimin, membuat Jungkook mengurungkan niatnya. Senyum hangat yang tidak pernah diterima Jungkook dari siapapun, mampu melunturkan amarah dan mengejutkannya. Perasaan asing yang tidak pernah dirasakannya begitu mengganjal dan mengganggu konsentrasinya. Ketulusan hati dan kebahagiaan yang diperlihatkan Jimin membuatnya melunakkan sikap.
Usaha-usaha kecil yang coba dilakukan Jimin demi membangun pertemanan, berhasil menghibur hatinya yang bersedih.
Jeon Jungkook menyukai sisi dari sosok itu.
Buku tebal dalam pegangannya ia tutup begitu saja. Minatnya dalam mencari kalimat-kalimat yang penuh misteri hilang sesaat setelah kepalanya mengingat senyum Jimin. Sosok yang belakangan ini selalu menghampiri dan membuat rasa penasarannya semakin membumbung tinggi, bak takdir, setiap kesempatan dirinya akan selalu melihat anak sulung bangsawan Park itu berada tidak jauh dari dirinya.
Bangsawan Park.
Ah, senyum itu menghilang sesaat setelah menyadari jika Park Jimin adalah anak dari bangsawan Park Visco. Sepasang kelereng hitam itu kemudian bersinar terangㅡmemancarkan sebuah emosi asing yang tak dipahami oleh siapapun.
"..Semua perbuatan mereka selalu memiliki alasan tertentu.."
Begitu juga dengan alasannya menerima pertemanan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Meet The Villain Who Was Real Tyrant
FanfictionKesalahan yang tidak dipahaminya membuat Jimin harus menderita. Ia kehilangan keluarga, di penjara dan dihadapkan oleh seorang penjahat yang bahkan membunuh keluarganya sendiri tanpa belas kasih. Sosok itu begitu ditakuti. Hatinya yang dingin serta...