KLANG!
"Jalan yang benar!"
Dua orang prajurit tengah menyeret seorang tahanan. Langkah kakinya begitu lemas, tak bertenaga dan terkadang hampir jatuh, membuat kedua prajurit tersebut berdecih muak.
Selama perjalanan, salah satu dari mereka memukul tahanan itu dengan menggunakan ujung tombak yang tumpulㅡbermaksud menggertak. "Cepatlah! Dasar lemah!" Bentaknya sembari memukul kembali punggung tahanan itu.
Pakaian lusuh dan tubuh penuh luka seakan menjadi pemandangan yang tidak asing di dalam istana. Beberapa tahanan terlihat bekerja memperbaiki kerusakan bangunan ketika mereka melewati lorong istana. Kondisi para tahanan pun serupa, hingga membuat para prajurit maupun pelayan yang berada disana tidak lagi menunjukkan wajah kaget.
Luka lama tertutupi oleh luka baru. Cambukan serta pukulan tanpa akhir seperti menunjukkan seberapa banyak dosa yang diperbuat oleh para tahanan. Teriakan dan makian diserukan, memaksa mereka untuk tetap bergerak meski tenaga sudah terkuras habis.
TAP
Ketiganya kemudian menghentikan langkah tepat di depan sebuah pintu kembar berwarna coklat. "Yang Mulia, kami datang membawa tahanan yang Anda cari." Salah satu dari prajurit itu melaporkan kehadiran mereka.
Pintu terbuka, dan tahanan itu segera didorong paksa memasuki ruangan. Tubuh ringkih penuh luka miliknya terjatuh begitu saja di lantai marmer yang terasa dingin. Kedua matanya hanya bisa menatap kosong ketika telinganya mendengar suara pintu ditutup tepat dibelakangnya.
Bunyi gemerincing khas rantai lalu menggema saat tubuhnya mencoba berdiri. Kedua prajurit tadi meninggalkannya di dalam sebuah ruangan. Tempat dengan minim pencahayaan, namun ia masih bisa mengamati ruangan ini.
Sebuah perapian menyala melawan udara dingin yang menyelimuti. Barang-barang disini juga tidak bisa dibilang banyak. Melalui penglihatannya, hanya ada dua buah kursi santai serta satu meja bundar di dekat perapian, tiga rak buku besar di sudut ruangan dan satu lemari pakaian.
Terakhir, atensinya langsung terpaku pada sebuah ranjang tidur berukuran king size yang dimiliki ruangan ini.
Kelambu merah gelap itu terbuka lebar, memperlihatkan sosok pemuda mungil tengah tertidur damai tanpa merasa terganggu. Namun alisnya justru tertaut bingung, lantaran baru menyadari pakaian formal yang menjadi jubah tidur dari sosok itu.
Bukan, kah itu setelan jas pengantin pria?
"Kau sudah melihatnya?"
DEG
Suara berat tiba-tiba mengagetkan kebingungannya. Tubuhnya menegang saat ia berhasil menyadari siapa pemilik dari suara tersebut.
Kedamaian yang menyelimuti langsung berubah mencekam hanya dalam hitungan detik. Lehernya tercekik dengan insting waspada. Jantungnya pun berdentum mengerikan. Ingatan-ingatan tentang pembantaian dan penyiksaan membuatnya merasa tidak nyaman.
Kedua tangan dan kakinya telah bergetar hebat seiring siluet seseorang berhasil menyambangi indra penglihatannya. Hawa dingin begitu berat menekannya seperti melarang dirinya untuk menenangkan diri.
Dia berdiri disana, tepat di dekat meja kerjanya. Memandangi langit biru dari balik jendela besar dengan tenang. Sosok itu terus berdiri membelakangi selama beberapa menit hingga membuat si tahanan semakin merasa tertekan.
"Aku sudah mendengarnya," Telinganya berdengung mendengar suara berat itu kembali menggema. Begitu dingin dan datar. Tanpa perasaan dan kasar. "Tentang identitas aslimu.." Keringat dingin mulai membanjiri kulit leher ketika menyadari maksud dari kalimat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Meet The Villain Who Was Real Tyrant
FanfictionKesalahan yang tidak dipahaminya membuat Jimin harus menderita. Ia kehilangan keluarga, di penjara dan dihadapkan oleh seorang penjahat yang bahkan membunuh keluarganya sendiri tanpa belas kasih. Sosok itu begitu ditakuti. Hatinya yang dingin serta...