Sebuah peta strategi dengan banyak pion berbentuk kuda, terlihat melintang memenuhi meja persegi. Meski ruangan itu terbilang damai, namun keheningan yang terasa mencekam menciptakan hawa dingin yang tidak menyenangkan. Buku-buku tebal bersarang apik memenuhi rak-rak berbahan kayuㅡ menjulang tinggi, menjadikan sebagian dari isi ruangan seperti perpustakaan.
Azkof Pedellian, berdiri dibalik jendela, mengamati putra sulung bangsawan Park yang saat ini tengah berjalan keluar dari halaman mansionnya. Ekspresi datar tanpa seutas senyum, membuat pria paruh baya itu terlihat seperti pemeran antagonis.
"Tuan," Telinganya mendengar suara sekretarisnya memanggil. Asap tembakau yang dinikmati melalui pipa rokok itu berhembus sebagai jawaban atas panggilan tersebut. "Apa Anda yakin tentang hal ini?"
"Akan aku pikirkan." Jawabnya singkat. Bola mata berwarna hijau zamrud itu berkilau ketika Jimin telah pergi dengan kereta kuda milik keluarga Park. Terutama begitu melihat siapa kusir yang mengemudikan kereta tersebut. "Tapi idenya terdengar cukup masuk akal. Aku menyukai caranya berpikir.."
Jeda sesaat. Sekretaris keluarga bangsawan Pedellian, Jun, melirik pada gulungan kertas yang tergeletak diatas meja. Bersamaan dengan secangkir teh yang bahkan tidak dinikmati meski telah disiapkan sedemikian rupa. "Memang benar.. Saya juga setuju mendengarnya.." Ujarnya gamang.
"Ternyata kabar itu benar.. Sekarang, Park Jimin adalah pion utama Park Visco," Kekehan kecil kemudian menggema. Seraya menghisap tembakaunya, Azkof menoleh hanya untuk menaruh perhatian pada beberapa lembar kertas dan gulungan yang sebelumnya telah diberikan Jimin. "Tapi siapa sangka, pion itu malah menyerangnya?"
Masih segar dalam ingatannya, ketika ia bertanya alasan mengapa pemuda mungil itu jauh-jauh datang selarut ini hanya untuk membicarakan kerja sama. Kilatan penuh kebencian yang bercampur dengan kesedihan itu lantas menarik perhatiannya.
"Saya memiliki alasan khusus mengapa saya melakukan ini. Tentunya, Anda juga memiliki alasan khusus mengapa Anda membantu pangeran Jungkook selama latihan untuk pemilihan pasukan. Benar, bukan?"
Jarinya mengetuk permukaan meja. Tiba-tiba, percikan semangat di dalam dirinya berkobar antusias. Bocah itu cukup berani ketika mengatakannya tanpa sekalipun mengalihkan tatapan mata. Bahkan ketika dirinya menggertak, Jimin hanya memasang senyum formal dan melanjutkan materi perjanjiannya.
"Dia cukup memperhatikan sekitar.." Tubuhnya lalu berjalan melewati meja kerjanya; mengambil beberapa kertas dan bergegas membuka pintu. "Jun, aku akan menemui raja Namjoon esok hari. Siapkan segalanya."
Jun tersentak kaget. Secara tidak langsung, Tuannya menyetujui usulan Park Jimin dan mau memenuhi kerja sama itu. Meskipun ia sudah mengenal Azkof selama 6 tahun lebih, namun baru kali ini dirinya melihat Azkof begitu bersemangat akan suatu hal.
"Baik, Tuan."
Semoga ini adalah pilihan yang tepat.
∵9∵
BRAK!
Alexa terkejut begitu suaminya membanting pintu dan memasang wajah tidak bersahabat. Keceriaan diatas meja makan yang sebelumnya dirasakan, kini berubah mengerikan dalam hitungan detik. "Honey, What's wrong?" Visco menghentak penuh amarah. Berjalan mendekati meja makan dengan wajah merah dan tatapan yang bengis. Hal itu tentu saja membuat Alexa merasa ada yang tak beres.
"Sayangㅡ"
"Park Jimin!" Satu nama disebutkan oleh kepala keluarga. Terdengar begitu murka dan sukses membuat Isa berlari memeluk ibunya. Sedangkan si pemilik nama, hanya diam, memasang wajah tenangnya. "Ikut dengan ayah sekarang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Meet The Villain Who Was Real Tyrant
FanfictionKesalahan yang tidak dipahaminya membuat Jimin harus menderita. Ia kehilangan keluarga, di penjara dan dihadapkan oleh seorang penjahat yang bahkan membunuh keluarganya sendiri tanpa belas kasih. Sosok itu begitu ditakuti. Hatinya yang dingin serta...