(Follow sebelum baca)
Pernah sedekat nadi, sebelum sejauh Bumi dan Matahari.
Celine dan Juna ibarat surat berprangko, saling melengkapi. Tapi, semua berakhir saat hari dimana Celine meminta Juna melepaskannya pergi.
Sempat terpisah selama 5 tahun...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jun, aku mau kita putus." Kalimat pertama yang keluar dari gadis berambut panjang itu saat ia baru saja tiba di kafe bersama kekasihnya.
Juna, cowok yang tadinya memasang ekspresi ceria itu kini datar seketika. "Apa Cel? Coba diulang?"
Dengan susah payah, Celine kembali berucap, "Aku mau kita putus, Jun."
Terdiam. Suasana hening seketika saat Juna dan Celine saling menyimpan kata dalam batin mereka.
Tatapan Juna lurus menatap manik Celine. Bukan tanpa alasan, mulutnya enggan berkata, ia masih mencari dimana letak lucunya jika yang Celine lakukan hanyalah menjadikannya bahan bercandaan.
"Kamu mau prank aku? Oke, aku ngaku kalah. Ini benar-benar bikin aku takut." Juna tetap mencoba berpikir positif.
Semakin berlalunya detik dimana Celine menatap Juna dengan raut wajah takutnya, semakin dekat gadis itu dengan kegoyahan, dan ia tidak menginginkan hal itu terjadi.
Perlahan, kepala Celine menggeleng ketika Juna menatapnya dengan ekspresi upaya meyakinkan diri. "Nggak, Jun. Aku lagi enggak ngerjain kamu. Aku beneran minta kita selesai."
"Cel... Tunggu sebentar," Juna tampak linglung. Ia berusaha memutar otaknya mencari memori dimana letak kesalahan hingga kekasihnya meminta hubungan mereka usai. "Aku bikin salah apa sama kamu, By? Kamu gak mungkin putusin aku karena gabut kan?"
Tangan Juna terulur menarik lembut jemari Celine yang tanpa ia sadari sudah berusaha menahan agar tangisnya tidak pecah detik itu juga.
"Kita udah gak bisa, Jun. Sorry."
"No, gak bisa. Kamu gak bisa putus dari aku gitu aja tanpa aku tau apa alasannya. Pasti ada yang gak beres, iyakan? Cerita aja Cel, aku gak bakal berubah apapun alasannya."
"Aku yakin kamu gak bakal berubah Jun, masalah bukan ada di kamu, tapi aku."
"Ya apa, Cel!!" Suara tertekan dari Juna sempat membuat pengunjung kafe teralih pada mereka. Juna emosi, tentu saja, hari-harinya berjalan seperti biasa, tapi tiba-tiba Celine memintanya putus tanpa alasan yang jelas.
Semakin erat genggaman tangan Juna pada Celine, semakin gadis itu berusaha agar tidak goyah dengan keputusannya. Dengan air mata yang sudah mengalir dikedua pipi, Celine berkata dengan lirih, "Hari ini hari terakhir aku di sini. Setelah kita masing-masing pulang, kamu gak bakal bisa temuin aku lagi dalam waktu yang gak bisa ditentukan."
Mengerti isyarat jika gadisnya akan pergi, perasaan takut dan sakit semakin mendominasi Juna. "Gak, kamu gak boleh pergi," titahnya seakan bisa menahan Celine agak tidak kemana-mana.
Celine yang sudah menerima pesan dari Mamanya sejak 5 menit yang lalu, mulai menarik tangannya perlahan dari genggaman Juna. "Jun... Aku gak bisa. Aku harus pergi. Kita selesai dan kamu akan baik-baik aja."
"Aku gak akan baik-baik aja kalau gak sama kamu, Cel."
"Jangan terlalu banyak begadang."
"No, babe, don't say that."
Air mata masih berusaha Celine halau agar tidak banyak membasahi pipi. "Kurangi main game sama minum terlalu banyak kopi, lambung kamu bisa sakit."
"Cel, please..."
Celine berusaha terkekeh dalam tangis, "Belajar, biar ujian lulus terus kuliah, supaya nanti bisa punya kafe."
Melihat senyum di wajah beraut luka Celine, Juna sadar, sekeras apapun ia meminta gadisnya untuk tinggal, tidak akan pernah bisa karena tekad seakan sudah terlihat jelas pada Celine.
"Kamu bakal balik." Kalimat yang diucapkan Juna lantang dengan hati yang patah.
"Mungkin."
"Aku gak minta, aku nyuruh." Rahang Juna mengeras saat ia melihat Celine mulai beranjak dari kursinya.
"Jun-"
"Celine Adzadine, listen! Seseorang akan berubah ketika hatinya pernah patah."
Celine meremang seketika, kalimat Juna berhasil membuat sudut hatinya nyeri.
"Aku tahu."
"Kalau kamu pikir setelah pergi begitu saja aku akan tetap sama nantinya, jangan harap."
Celine dan Juna saling tatap dengan perasaan yang sama-sama sakit. Keduanya hancur secara bersamaan. Raganya bergandeng menuju luka yang terpaksa memisah karena jarak di antara mereka.
"Bye, Jun."
Telinga Juna mendengar dengan jelas kata terakhir yang keluar dari mulut Celine. Tanpa ia tahu, jika setelah mengucapkan kata itu, Celine berbisik lirih sambil menjauh dengan derai air mata yang deras.
"I will always love you forever."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Warning Typo!
---
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mau tes ombak, setelah hiatus lebih dari setengah tahun 🙃