__
_
"Jehaan, pelan-pelan. Au!"
Jehaan menghembuskan napasnya kasar. Keluhan yang terdengar dari mulut Aiza saat ini mampu membuat semua emosinya berkumpul dalam satu titik jika mengingat siapa yang menjadi penyebab Aiza terluka.
"Gue udah bilang, jangan ceroboh. Liat, sekarang lo terluka kan?"
Aiza mengerucutkan bibir. "Gue juga gak tau kalo lampunya bakal jatuh. Lo kira gue peramal yang bisa ngebaca masa depan. Au! Kenapa lo nekan lukanya, Jehaan!"
Jehaan sengaja. Disaat dirinya sedang kesal dan khawatir setengah mati, bisa-bisanya Aiza malah mengeluarkan kata-kata konyolnya. "Lo bisa gak sih jangan buat gue khawatir. Gue hampir ngebunuh orang yang dekor ruangan tau gak."
Aiza memiringkan kepalanya, memperhatikan Jehaan yang sedang membalut lututnya menggunakan perban. "Sorry," sesalnya.
Jehaan mendongak menatap Aiza, berdecak kemudian mengusak rambut gadis itu. "Lain kali, gak usah dekat-dekat dengan benda yang bisa ngelukain lo. Jauh-jauh deh, kalo gak ada gue. Lo itu ceroboh Za, bahaya."
Aiza mengangguk patuh. Mirip anak kecil yang sedang dinasehati orang tuanya.
"Kalo lo luka, gue juga panik. Lo sakit, gue lebih sakit. Gue gak mau kalo punya gue terluka, istri gue kesakitan. Gue jauh lebih sakit karena gak berhasil jagain lo."
Aiza terdiam. Mata mereka saling menatap dalam beberapa detik sebelum Jehaan berdehem kemudian bangkit dari tempatnya. Salah tingkah sendiri.
"Tapi, tadi lo serem banget. Lo marah sama anak-anak."
"Biarin ajah." Jehaan menutup kotak obat, "siapa suruh mereka letakin lampu disana."
"Yang salah kan gue, mereka gak salah apa-apa." Kata Aiza menerangkan, "sekarang mereka bakal curiga sama hubungan kita tau gak. Bayangin ajah nih, Aiza dan Jehaan si musuh bebuyutan ternyata saling peduli satu sama lain. Jehaan si setan kampus menyelamatkan Aiza musuhnya. Jehaan si ketua BEM menyebalkan ternyata mempunyai hubungan dengan Aiza musuhnya. Gue yakin, artikelnya bakal muncul di berita kampus besok."
Jehaan tersenyum simpul, berjalan mendekat kearah Aiza— duduk disampingnya kemudian menghadiahkan satu kecupan kilat pada pipi Aiza hingga membuat sang empunya terkejut.
"Kok dicium."
"Hukuman. Lo bawel sih." Jehaan meletakkan kembali tangannya diatas kepala Aiza— mengusap-usap rambutnya lembut. "Sayangnya Jehaan, gemes kalo lagi ngomel. Pengen gue masukin kantong tapi gak muat."
"Ih!" Aiza memukul dada Jehaan, "nyebelin!"
Jehaan terkekeh. Sekarang tangan Jehaan beralih pada pipi Aiza, "gak masalah. Dari dulu gue emang mau hubungan kita di publish kan, lo ajah yang ngelarang. Za, kadang gue cemburu sama Asta yang bisa gampang banget buat deket sama lo. Semua orang nyeritain gimana care nya Asta ke elo, dan itu bukan rahasia umum lagi. Dimana ada Asta lo pasti ada." Jehaan tersenyum sendu, "dan gue, gue cuma bayangan yang bersembunyi. Gue yang harus terus-terusan terlibat masalah dengan lo supaya mereka gak curiga, gue yang harus selalu marah-marah sama lo, gue yang harus selalu ngeliat lo sama Asta setiap hari. Gue cemburu Za. Lo punya gue, tapi gue gak bisa bilang sama publik."
Aiza membawa tangan Jehaan yang ada pada pipinya kedalam dekapan. Jemari Aiza mengusap tangan Jehaan lembut, "lo tau sendiri alasannya Je. Papa gak bakal tinggal diam kalo gue buat masalah. Pemilihannya sebentar lagi, dan gue gak mau lo terlibat masalah sama papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
'MY ENEMY'
FanfictionJehaan Key Alvano. Mahasiswa kedokteran yang bisa membuat gula darahku naik, tengkuk sakit, emosiku meluap. Orang bilang, dia nyaris sempurna. Tapi bagiku, dia tidak lebih dari orang yang nyaris kurang mental. Tatapannya membuatku muak, senyumnya...