_
_
_
Aiza memasuki kontrakannya setelah Jehaan. Dirinya melangkah menuju dapur dan meletakkan belanjaannya disana. Aiza melihat Jehaan memasuki kamar mandi dan membiarkannya.
"Lain kali, kalo ada apa-apa itu dibilang."
Aiza menoleh ketika mendengar perkataan Jehaan yang baru saja keluar dari kamar mandi. Wajah Jehaan basah, dia ternyata mencuci wajahnya.
"Hp itu dipake Aiza. Bisa nelpon kan, cari nomer gue, terus telpon deh. Halo Jehaan, gue dalam masalah. Bilang gitu kek." Kesal Jehaan kemudian meletakkan handuk yang tadi ia pakai dibahu kursi. "Kalo lo diem ajah, gimana gue bisa tau coba. Kalo ada om-om pedofil yang nyulik lo gimana?"
Aiza mengeluarkan susu pisang Jehaan dari plastik belanjaan dan meletakkannya kedalam lemari pendingin, "gue gak takut. Udah biasa ngadapinnya. Bahkan ada yang lebih pedofil dirumah ini."
Jehaan mengerutkan kening tidak mengerti, "maksud lo?"
Aiza tersenyum, "lo bahkan lebih bahaya daripada om-om pedofil tau gak. Kalo tidur bareng gue tangan lo ngerayap kemana-mana, gak bisa diem. Belum lagi bibir gue yang selalu digigit sama lo, leher gue juga sering ada merah-merahnya akibat ulah gigi depan lo Jehaan." Aiza menutup lemari pendingin setelah selesai memindai barang belanjaannya, "kan lebih bahaya elo?"
"Beda Aiza!" Jehaan tidak terima, "lo tuh istri gue. Punya gue. Jadi, mau gue gigit sampe seluruh badan lo juga gak ada salahnya. Kan punya gue."
Aiza menggeleng-gelengkan kepalanya, mengambil plastik belanjaan yang sudah kosong kemudian menyimpannya disamping lemari pendingin. "Tapi gak tiap hari juga Jehaan. Masa ni yah, gue harus tiap hari nutupin leher pake plester obat, kan gak lucu. Malam ini lo pulang, tadi Asta bilang besok pagi dia mau berangkat bareng gue. Bahaya kalo sampe dia tahu lo ada disini."
Mata bulat Jehaan melebar ketika mendengar Aiza jelas-jelas sedang mengusirnya sekarang. Jehaan juga tidak terima saat nama Asta disebut oleh Aiza.
"Lo lebih milih Asta dibandingin gue?" Kata Jehaan kesal, "suami lo si Asta atau gue sih?"
"Yang nyium gue Asta apa lo?" Balas Aiza tidak mau kalah.
"Gue!" Seru Jehaan.
"Yaudah, berarti suami gue itu lo. Bukan Asta!" Aiza berjalan kearah Jehaan, menepuk pundak pria itu. "Jadi pulang yah sayang, dengerin istrinya kali ini." Lanjut Aiza sembari mengedipkan sebelah matanya.
Jehaan meleleh. Kata sayang dari mulut Aiza mampu menggetarkan hatinya. Senyum Aiza juga manis sekali. Jehaan buru-buru menggelengkan kepalanya, dia tidak boleh lemah hanya karena kata sayang yang Aiza sebutkan. Jehaan tidak boleh kalah.
"Gak mau! Gue mau disini, tidur disini!"
"Jehaan..."
"Aiza..." balas Jehaan menahan senyum. Ekspresi kesal Aiza mulai terlihat.
"Kepala batu... pulang yah..."
"Tidak mau sayangnya Jehaan." Jehaan mencubit pipi Aiza.
"Kalo gitu lo tidur diluar. Noh! Di karpet!" Kesal Aiza.
Jehaan mengedikan bahunya acuh, "gak masalah. Ntar kalo lo udah tidur, gue tinggal masuk ajah. Lo juga gak bakal sadar."
"Pintunya gue kunci!"
"Gue udah buat duplikatnya seminggu yang lalu." Balas Jehaan cengar-cengir.
"Ih! Nyebelin!" Aiza menghentakkan kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
'MY ENEMY'
Fiksi PenggemarJehaan Key Alvano. Mahasiswa kedokteran yang bisa membuat gula darahku naik, tengkuk sakit, emosiku meluap. Orang bilang, dia nyaris sempurna. Tapi bagiku, dia tidak lebih dari orang yang nyaris kurang mental. Tatapannya membuatku muak, senyumnya...