__
_
"Za..."
Aiza menarik napasnya dalam, "kalo mau bahas masalah post-it, mending gak usah nanya deh Ta." Katanya sembari berjalan kembali mendahului Asta.
Asta kemudian mengejar Aiza, berjalan disamping gadis itu— menyamakan langkah. "Aneh ajah tau nggak. Kamu nggak takut, gimana kalo yang nempelin post-it itu orang jahat yang nguntit kamu?"
Aiza menggeleng, "gak bakal."
Asta memperbaiki tali tas ranselnya yang turun dan menyematkan pada pundaknya kembali. "Tau darimana?"
"Paling juga itu ulah anak-anak yang lagi iseng. Aku juga bisa bedain mana serius mana gak."
Keduanya berbelok memasuki lorong menuju ruangan organisasi seni.
"Lagian, siapa coba yang mau ngaku-ngaku aku jadi istrinya, aku gak sepopuler itu, Asta. Yang ada tuh yah— aku yang ngaku-ngaku jadi istrinya Jungkook BTS. Kalo dia yang nulis tuh post-it baru kamu boleh percaya."
Asta menyenggol pundak Aiza, "itu sih maunya kamu."
Aiza tertawa.
"Gak capek apa halu mulu?" Lanjut Asta lagi.
Aiza menggeleng, "gak. Malah enak tau. Haha."
Asta menggeleng-gelengkan kepalanya, "terserah deh Za. Kalo kamu kira-kira udah bangun, kabarin yah. Kenyataan emang gak seindah mimpi Za."
Aiza mengedipkan mata, mengacungkan jempolnya kemudian mengeluarkan bunyi 'klak' dari mulutnya. "Oke! Haha."
Asta menyerah, meladeni Aiza dengan fangirling-nya adalah hal yang paling melelahkan untuk Asta nantinya. Pemuda itu kembali menyamakan langkah dengan Aiza yang sudah terlebih dahulu meninggalkan dirinya lagi. Aiza mengibaskan rambutnya, cuaca hari ini panas sekali.
"Menurut kamu, kenapa rapat diadakan tiba-tiba gini?" Tanya Asta sembari memberikan gelang hitam yang ada di pergelangan tangannya. Gelang itu Aiza biasa gunakan sebagai ikat rambut saat dirinya kepanasan.
"Mungkin karena acara yang diadain organisasi kampus— bakti sosial penggalangan dana minggu depan." Aiza menguncir rambutnya menggunakan gelang Asta, "tadi kak Alan juga sempat ngechat, dia nanya organisasi kita bisa ikut berpartisipasi apa nggak, terus aku bilang ajah kalo ijinnya sama Jehaan bukan sama aku, gitu."
Asta mengangguk mengerti, "pantesan si Jidan juga dari tadi nyariin Jehaan. Malah dia marah-marah lagi karena si Jehaan lagi jadi asdos di kelasnya pak Bambang."
Asta membuka pintu pertama kali ketika mereka tiba didepan ruangan, memasuki ruangan setelah Aiza. Mungkin perhatian Asta sederhana namun Aiza tahu bahwa Asta memperlakukannya cukup istimewa. Tumpukan buku yang tadi Aiza genggam juga sekarang sudah ada ditangan Asta, saat Aiza ingin duduk, Asta juga menarik kursinya mempersilahkan.
"Nanti kalo misalnya mau debat sama Jehaan, gak usah teralalu berapi-api. Takutnya nih ruangan kebakar." Asta memperingati.
"Ye... lebay tau gak."
Asta tertawa. Membuka ransel dan meletakkannya diatas meja. Asta mengambil sebuah tisu kemudian memberikan pada Aiza saat melihat keringat Aiza sudah memenuhi keningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
'MY ENEMY'
أدب الهواةJehaan Key Alvano. Mahasiswa kedokteran yang bisa membuat gula darahku naik, tengkuk sakit, emosiku meluap. Orang bilang, dia nyaris sempurna. Tapi bagiku, dia tidak lebih dari orang yang nyaris kurang mental. Tatapannya membuatku muak, senyumnya...