[1] Musuh bebuyutan

862 148 48
                                    

_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_


_


_




Kepalaku pusing. Hidupku tidak pernah berjalan lurus, selalu banyak tikungan. Seperti hari ini, aku ditugaskan untuk mempersiapkan acara pentas seni yang diadakan universitas bersama Jehaan.

Tidak masalah jika pentas seninya, tapi Jehaan-nya yang masalah besar. Bisa tidak yah, jika Jehaan menghilang saja.

Bukan apa-apa, jika melihat Jehaan setiap saat mampu membuat tensiku naik, kesalku meningkat, teringat ketika kejadian yang membuatku menjadi topik hangat selama tiga bulan berturut-turut dan menghantuiku sampai sekarang. Ingin membunuh rasanya.

Aku berlari begitu tergesa-gesa saat melihat jam yang melingkar pada pergelangan tanganku. Sial. Aku terlambat.

Tepat saat aku memasuki stadium Jehaan sudah berada disana, bersama temannya yang tidak kalah menyebalkan. Jidan.

"Maaf. Aku terlambat." Kataku dengan napas terengah.

Aku mendapatkan tatapan tajam dari Jehaan. "Jika tidak bisa diandalkan, setidaknya lo jangan ngerepotin."

Lihat. Dia memancing emosiku. Aku mengepalkan tangan menahan emosi, "maaf." Kataku singkat kemudian berjalan melewatinya begitu saja.

Langkahku kemudian terhenti saat mendengar Jehaan berbicara pada temannya. "Lihat, siapa yang tidak tau diri sekarang."

Tawa keduanya terdengar menyebalkan.

"Jangan gitu. Itu pasti nyakitin hatinya Jehaan." Tawa Jidan mengejek.

"Aku tidak peduli. Biar saja, seenaknya datang dan pergi."

Cukup. Aku berbalik mendekat kearah Jehaan, menatapnya kemudian tersenyum miring, "lo kira gue juga peduli sama ocehan yang keluar dari mulut lo Jehaan Key Alvano, hati-hati. Siapa tau besok lo udah tergila-gila sama gue!

Jehaan tidak menjawab. Aku mendengar tawa Jidan semakin mengudara seperti baru saja menyaksikan pertunjukkan yang begitu menakjubkan.

"Woah... serangan telak balasan!" Serunya bertepuk tangan.

"Aiza Elmeira Astarina!"

Kakiku berhenti melangkah lagi ketika mendengar Jehaan memanggilku.

"Lo yang harus hati-hati. Besok, lo yang bakal ngemis cinta gue Aiza!"

Sialan. Aku tidak peduli, mengabaikan teriakan Jehaan dan berlalu meninggalkan. Aku lebih baik fokus pada apapun yang bisa mengurangi intensitas percakapan dengan Jehaan. Itu lebih baik.

"Aiza... bisa bantu kami nggak?"

Suara sekumpulan orang yang sedang menyusun bangku penonton memanggilku. Aku tersenyum kemudian berlari kearah mereka. Itu lebih baik.

'MY ENEMY'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang