𝟷𝟹: 𝙲𝚘𝚗𝚗𝚒𝚎 & 𝚂𝚊𝚜𝚑𝚊

378 57 19
                                    

"Karena sudah kacau begini, jadi sekalian saja! Kami akan bunuh diri bersama dua orang ini jika kalian tidak menuruti kami!" Ancam Vincent.

"Levi!" Kaget Farlan melihat salah satu sandera yang dibawa teroris itu. Sementara sandera yang ada di genggaman Vincent adalah pengunjung mall yang belum sempat dievakuasi tadi.

Bawahan Vincent yang mengapit Levi dengan lengannya terkekeh. "Dia kelihatannya yang paling lemah di antara polisi yang lain, jadi aku membawanya." Ia melirik Levi yang sedang tak sadarkan diri dengan darah yang mengalir di dahinya.

Vincent tertawa. "Cepat putuskan, Kolonel! Semua orang di Paradis sedang melihat. Mereka pasti penasaran. Apakah polisi yang mengayomi mereka akan melepaskan dua penjahat karena tidak ingin membahayakan nyawa sandera atau membiarkan kami semua mati di sini? Yah, lagipula sanderanya hanya dua kan? Mungkin polisi tidak keberatan satu orang warga sipil dan satu anggota mereka mati."

Melihat hal itu, Chico dan Edgar menyimpulkan kalau sebenarnya pilihan Vincent hanyalah mati karena ia sendiri pasti tahu kalau ada sniper yang sedang membidiknya sekarang ini. Hal yang Edgar khawatirkan hanyalah bom itu. Jika Vincent menekan tombolnya sudah pasti ia, bawahannya, Levi, satu warga sipil yang tidak bersalah serta Edgar, Chico, Kolonel dan polisi lain yang ada di dekat bom pasti akan mati. Sniper juga tidak bisa asal menembak karena Vincent dan bawahannya itu terus bergerak dan berlindung di balik tubuh sandera.

"Ck..." Emosi [Name] memuncak melihat Levi yang dijadikan sandera oleh si teroris. Ia menarik nafas dan mencoba fokus untuk membidik tangan Vincent Jones yang menggenggam tombol pemicu bom. Yang utama sekarang adalah menyingkirkan benda itu dulu.

"Kalian ingin kami membiarkan kalian kabur ke luar negeri?" Ucap Kolonel mengulur waktu. Ia tahu kalau para sniper sedang membidik saat ini.

"Ya..." Jawab Vincent. Tiba-tiba ia memekik dan menjatuhkan sanderanya karena peluru yang menembus punggung tangannya, membuat pemicu bom jatuh dari tangannya.

"A-apa?!" Bawahannya tidak menyangka kalau sniper kepolisian bisa beraksi secepat ini. Padahal mereka sudah mengantisipasi agar sniper tidak bisa membidik mereka.

"Itu pasti [Name]," Inspektur Edgar tersenyum melihat akurasi tembakkan yang luar biasa itu.

Anak buah Vincent itu pun segera meraih pistolnya dan menempelkannya di kepala Levi yang menjadi sanderanya. Mengancam akan membunuhnya jika ada yang bergerak.

"Jangan..!" Seru Gama.

Teroris itu terkekeh. "Dia temanmu kan? Kalau begitu, sebaiknya jangan macam-macam karena aku akan membunuhnya!"

"Aku tidak bicara padamu! Maksudku--" Gama terhenti. Levi telah menggenggam lengan si teroris yang memegang pistol dan membantingnya dengan keras ke tanah.

"Ahhk..! Ohokk..." Teroris itu bahkan sampai batuk darah sangking kerasnya Levi membantingnya. Pasti tulang rusuknya patah. Kemudian Levi menginjak tangan Vincent Jones yang mencoba mengambil kembali pemicu bom. Vincent pun berteriak kesakitan karena Levi menginjak tangannya yang tadi telah tertembak. Bagai perumpamaan sudah jatuh tertimpa tangga--kalau ini sudah tertembak, diinjak pula.

"Paling lemah ya?" Ucap Levi dengan suara baritonnya pelan. Membuat kedua teroris itu merinding. Ditambah lagi sorot mata tajam Levi di balik wajahnya yang sudah berlumuran darah.

"J-jangan, Levi!" Teriak Gama panik. Itulah maksud teriakan 'Jangan' pertamanya tadi. Ia tahu bahwa Levi adalah prajurit yang berbahaya di tempat asalnya, karena dirinya sendiri pun hampir dibunuh oleh pria pendek itu saat pertama mereka bertemu. Ia mengisyaratkan Levi untuk jangan membunuh mereka dengan matanya.

Sweet Switch [Levi X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang