Part 9 - Pasar Malam

67 64 66
                                    

Senja telah tiada digantikan dengan gugusan bintang yang terlihat begitu menawan. Malam ini terasa berbeda dari malam biasanya, tamaram cahaya bulan yang menyelimuti, membuat siapa saja yang memandang benda langit itu jiwa dan raganya menjadi damai dan tentram.

Sesuai janji yang telah disepakati, kini Garyn telah bersiap akan menjemput Bella dan mengajaknya ke pasar malam. Tak lupa sebelum berangkat dia menyemprotkan parfum kesukaannya dan membawa sebuket bunga dan dia letakkan di dashboard mobil.

Tin tin tin

Suara mobil itu membuat Bella keluar dan membukakan gerbang untuk Garyn. Lelaki itu lantas turun dan menemui Bella, bunda dan neneknya.

"Assalamualaikum Tan." ucap Garyn.

"Wa'alaikumussalam." jawab mereka serempak.

"Tante, aku izin bawa Bella ke pasar malam ya," pinta Garyn kepada bundanya Bella.

"Iya Nak, tapi nanti pulangnya jangan sampe larut malem ya." perintah bundanya Bella.

"Siap Tante, aku dan Bella pamit dulu ya." pamitnya.

Garyn memang sudah mengenal Yuli- bundanya Bella, wanita paruh baya itu sangat menyayangi Garyn layaknya anak kandung sendiri. Tapi berbeda dengan Tyo-ayah Bella, pria paruh baya itu tidak suka dengan Garyn, entah alasan apa yang membuat dia tak menyukai Garyn.

Di dalam mobil suasana mendadak canggung, tak ada salah satu dari mereka yang membuka obrolan. Hanya terdengar suara radio dari mobil yang mereka tumpangi.

Hening

"La?"

"Eh iya, kenapa Gar?" tanya Bella.

"Emm, kamu malem ini cantik banget." ujar Garyn gugup.

"Makasih Gar." ucap Bella.

Mereka kembali terdiam dengan pikirannya masing-masing. Mobil telah sampai di parkiran pasar malam. Garyn turun dari mobil lantas membukakan pintu mobil disampingnya untuk Bella turun. Tangan lelaki itu menengadah menunggu balasan tangan mungil itu untuk membalas genggaman tangannya.

Tangan mungil itu seketika membalas genggaman tangan itu. Tangan mereka saling tertaut, bergandengan sepanjang menyusuri pasar malam. Senyum yang merekah dari bibir keduanya tak pernah hilang semenjak pertemuan yang berlangsung kemarin waktu di stasiun kereta api.

"La, masuk ke rumah hantu yok." ajak Garyn.

"Ah engga deh, pasti di dalamnya serem." tolak Bella.

"Gausah takut kan ada aku, kalo setannya macem-macem nanti aku pukul hantunya, gimana?" tanya Garyn.

"Yaudah deh ayo." Bella pun menyetujui permintaan Garyn yang mengajaknya masuk ke dalam rumah hantu.

Sepanjang memasuki rumah hantu itu tangan Bella bergelayut di lengan kekar Garyn. Dia merasa hawa disekitarnya sangat menyeramkan ditambah bau kemenyan yang begitu menyengat menganggu indra penciumannya.

Garyn menyusuri rumah hantu dengan tenang tak ada rasa takut sedikitpun, toh yang jadi hantu juga sama-sama manusia jadi ngapain harus ditakutin? Di sisi lain Bella tak henti-hentinya memejamkan matanya hanya sekedar untuk menutupi rasa takutnya. Dia memang terkadang menjadi penakut seperti ini.

"La? Kamu kenapa? Coba buka matamu, ga ada hantunya kok." ujar Garyn.

"Gamau, nanti kalo hantunya tiba-tiba nongol di depan mata kan ga lucu." balas Bella.

"Ga ada hantunya beneran." tutur Garyn.

Bella perlahan-lahan membuka matanya, benar saja tak ada hantu di depannya. Mereka kembali menyusuri jalanan setapak yang ada di rumah hantu itu, tiba-tiba ada yang menepuk pundak Bella dengan pelan.

My Husband Is Rude [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang