MEMBERIKAN KEBAHAGIAAN #11

392 83 2
                                    


.

.


Keyla dan Asyifa datang bersamaan mengunjungi Ann di rumahnya. Menyusul Astrid yang belum bisa mengatakan apa-apa pada Keyla dan Asyifa tentang penyakit Ann.

Asyifa meletakkan oleh makanan dari jawa di meja makan, bakpia, salak dan makanan ringan lainnya. Keyla segera mengambil satu bungkus untuk dibukanya dan mencobanya. Ann hanya terkekeh dengan nafsu makan Keyla yang besar.

"Bagaimana kabar adiknya Malika?" Tanya Ann.

Keyla memegang perutnya."Alhamdulillah, kehamilan sekarang kayaknya beda dengan waktu Malika dulu."

"Syukurlah, kasihan Malika juga kalau mamanya ngidam aneh-aneh." Asyifa menuangkan air putih ke dalam empat gelas yang berada di atas meja makan. 

Ann senang mereka berempat bisa kembali berkumpul dan mengobrol, ia merindukan saat-saat dirinya baru pertama kali masuk pesantren. Dan Asyifa tidak pernah berubah, tetap hangat dan lembut. Ia menjalani hidupnya dengan penuh kebahagiaan bersama Fathir dan kedua anaknya. Kadang Ann merasa iri dengan Astrid, Keyla dan Asyifa, mereka seperti tidak pernah mempunyai beban yang berat seperti dirinya. Tapi ia tidak pernah menunjukkannya, karena Ann selalu bersyukur dengan kehidupannya bersama Ali. Yang ia anggap semua yang dialaminya hanya ujian karena Allah sangat menyayanginya. Dan karena ia tahu, dirinya lebih kuat dari ketiga sahabatnya itu.

"Kenapa kalian tidak mengajak anak-anak? Aku kangen sama mereka."

"Repot Ann kalau tidak ada suami, kita nggak bakal punya girl time kayak gini kalau ada bocah-bocah."

Astrid tertawa dengan celoteh Keyla."Lo bener juga, kita bakal nggak bisa ngobrol kayak gini kalau ada mereka. Yang ada kita sibuk kesana kemari ngurusin bocah yang nggak bisa diam."

Asyifa ikut tersenyum."Biarkan para suami jadi baby sister untuk sementara."

"Mereka pasti senang berada di yayasan, karena banyak teman sebaya yang bisa diajak main." Sahut Astrid.

Sebelum Astrid, Keyla dan Asyifa datang ke rumah Ann, mereka mengunjungi yayasan bersama suami masing-masing. Karena anak-anak tidak mau diajak ke rumah Ann, para suami terpaksa yang menjaga anak-anak.

Asyifa melihat wajah Ann memang terlihat pucat tapi ia senang Ann sudah bisa tersenyum dengan lebar dengan obrolan mereka.

"Jadi sebenarnya kamu kenapa Ann? Jangan-jangan kamu sedang..."

Ann menggeleng sebelum Asyifa menyelesaikan ucapannya, ia tahu kemana arah pembicaraan itu. Dan Ann tidak mau harapan itu terus mengganggu pikirannya saat ini. Ia sudah tidak lagi memikirkan tentang anak, ada yang lebih penting untuk segera ia lakukan saat ini.

Astrid membiarkan Ann untuk bicara yang sebenarnya kepada Keyla dan Asyifa, setidaknya Ann harus berbagi kepada sahabatnya untuk setidaknya meringankan sedikit beban, yang ia tahu tidak akan mengubah apapun dari apa yang sedang terjadi pada Ann.

"Bukan kak, bukan itu. Aku hanya kelelahan karena selama ini tidak pernah memperhatikan waktu istirahatku."

Astrid tertegun, ternyata Ann masih ingin menutupi semuanya dari sahabatnya sendiri. Ia pikir Ann akan membutuhkan dukungan mereka untuk menghadapi penyakitnya dan bersama-sama mencari pengobatan yang bisa menyembuhkan Ann. Ia tahu mungkin Ann tidak ingin penyakitnya menjadi bahan pikiran orang-orang.

"Ann sakit, sakit parah."

Keyla dan Astrid mengalihkan perhatiannya pada Astrid, sementara Ann menggeleng memberi isyarat untuk tidak memberitahu keduanya. Belum, belum saatnya.

"Lo menyembunyikan sesuatu Ann?" Tanya Keyla penasaran. Asyifa ikut menyimak dengan bingung.

"Kanker paru stadium akhir." Sahut Astrid, ia kemudian menunduk menahan sesak di dadanya.

Keyla hampir tersedak dengan makanan yang sedang dikunyahnya, sementara Asyifa memegang dadanya yang seperti berhenti berdetak mendengar ucapan Astrid."Ann..." ia menatap perempuan di depannya yang sedang menahan perasaannya.

Ann menarik nafas, semuanya sudah terjadi. Jadi biarkan saja orang lain tahu penyakitnya. "Tidak aneh bukan, aku mendapat penyakit seperti ini. Aku sadar kebiasaan yang dulu aku lakukan adalah satu-satunya penyebab terbesar penyakit ini."

"Tapi Ann, lo masih bisa sembuh kan?" Keyla mendekati Ann, memegang erat tangannya.

"Mungkin sisa hidup gue nggak lebih dari setahun..."

Asyifa masih terdiam, ia masih terkejut dengan berita menyakitkan ini.

"Kak Rian bisa meminta bantuan temannya yang di London untuk pengobatan lo Ann. Dia dokter spesialis yang terkenal, dia mungkin kenal banyak dokter yang bisa membantu penyembuhan kanker lo." ujar Keyla menatap khawatir.

Ann menggeleng. "Aku tidak mau menghabiskan waktu untuk sesuatu yang sia-sia. Semuanya pasti tidak akan membantu Key."

"Atau kita melakukan pengobatan tradisional, dengan herbal atau apa gitu...atau..."

"Key..." Potong Ann membuat Keyla terdiam lalu memeluknya dengan dadanya yang sesak.

Asyifa sudah menangis dalam diam, ia tidak menyangka Ann akan mendapatkan cobaan seperti ini.

Astrid menghapus air matanya, ia mengelus perut besarnya. 

Tidak ada yang bisa dilakukan ketiganya. Mereka tahu sebenarnya Ann sangat rapuh dibalik sikap pasrahnya atas penyakitnya. 

"Ada yang ingin aku bicarakan pada kalian." Ann menelan ludahnya sebelum melanjutkan. "Dan aku tahu kalian pasti tidak akan suka. Tapi tidak ada jalan lain."

Astrid, Keyla dan Asyifa masih menunggu dalam diam.  

"Sebelum aku pergi...aku ingin Ali sudah mendapatkan seseorang yang bisa menjadi istrinya. Seseorang yang solehah yang akan menggantikan aku menemaninya, yang bisa mengurus, merawat dan..." Ann tercekat, tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

Tiga perempuan di depan Ann menggeleng tidak percaya. Bagaimana Ann bisa memikirkan hal semacam itu ketika dirinya sedang mencoba bertahan. Tidak bisakah dia berjuang terlebih dahulu untuk penyembuhan penyakitnya. 

"Kamu gila Ann!" bibir Keyla bergetar menahan rasa kesalnya yang ia tahan.

Asyifa menghela nafasnya. "Apa kamu pikir Ali akan bahagia dengan orang lain?"

Tetesan air mata perlahan mengalir di pipinya Ann. "Aku ingin meninggalkan seseorang yang pantas untuk mendampinginya. Seseorang yang tulus mencintainya seperti aku mencintainya. Seseorang yang ikhlas mengurus segala keperluan dan kebutuhan Ali. Dan yang paling penting, seseorang yang bisa memberikan keturunan untuk Ali."

Tangis Ann pecah, membuat suasana seakan menghimpit jalan pernapasan mereka.

Wajah Keyla menegang, ia yakin Ali tidak akan semudah itu menerima keinginan Ann. Ali pasti akan menolaknya mentah-mentah.

"Setiap penyakit ada obatnya Ann, kita masih bisa berusaha untuk itu." Asyifa berusaha menyakinkan Ann.

Astrid sudah tidak bisa berkata apa-apa, karena percuma semuanya tidak akan bisa mengubah keputusan Ann.

"Aku yakin akan hal itu, dan ini juga mungkin salah satu cara Allah untuk memberikan ujian dengan akhir yang baik...seperti aku, yang ingin memberikan kebahagiaanku untuk orang lain."

Dan mereka bertiga pun, hanya saling diam. Terpaksa menerima keputusan sahabat mereka, yang ingin melakukan sesuatu di sisa hidupnya.

...

ANA UHIBBUKA FILLAH BAGIAN 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang