KEYAKINAN

290 68 4
                                        


.

.


Ann sudah tidak mempunyai cara lagi selain mencoba untuk mendekatkan Ali dan wanita pilihannya, Meira. 

Ya. Meira adalah sosok yang menurutnya pantas untuk Ali. Mungkin dia memang telah dipersiapkan Tuhan untuk menggantikan posisinya. Demi Tuhan Ann ikhlas, jika Meira yang menggantikannya untuk mendampingi Ali. 

Ann dan oma datang bersama Rosa ke rumah sakit. Mereka langsung menuju ruang rawat Astrid dan melihat raut bahagia dari keluarga sahabatnya itu menyambut kelahiran anak kedua yang berjenis kelamin laki-laki.

Ali menghampiri Ann dan membawanya mendekat ke arah Astrid yang menggendong bayi mungilnya.

"Aku masih bisa melihat si kecil." Guman Ann senang.

Astrid hanya berdecak. "Lo akan melihatnya tumbuh besar Ann."

Ann menunduk, yang mendapat perhatian Ali yang hanya ikut terdiam.

Akbar menepuk bahu Ali. "Makasih ya udah langsung membawa Astrid ke rumah sakit."

"Semuanya karena doa, alhamdulillah semuanya sehat." Sahut Ali.

Meira yang menunggu di kursi luar kamar, merasakan dadanya masih berdebar. Mengingat bagaimana ia merasa dekat dengan Ali ketika mengantar Astrid ke rumah sakit. Tapi ia bersyukur mereka tepat waktu sampai di rumah sakit. 

.

Pagi-pagi sekali Ali sudah membawa Ann keluar dari kamar,  mereka melihat seseorang sedang sibuk di dapur.

"Lho Mei, kamu sedang apa?" Oma yang juga baru keluar dari kamar heran melihat meja makan sudah penuh dengan makanan.

Meira tersenyum sambil membawa semangkuk besar sop ayam ke atas meja. "Hanya membuat sarapan oma."

"Kamu nggak harus repot-repot seperti ini lho Mei." Sahut Ann yang dibantu Ali mendekat ke arah meja makan. 

"Nggak apa-apa mbak, tapi maaf saya hanya bisa memasak makanan ini. Karena saya juga nggak bisa lama-lama ninggalin anak-anak, siang ini saya harus kembali yayasan." Meira memberikan kursi untuk oma dan mengisi gelas dengan air putih.

"Bagaimana kabarnya kang Agus, saya sudah lama tidak bertemu?" Tanya Ali sambil menerima sepiring nasi dari Ann.

"Alhamdulillah baik ustad, kebetulan A Agus sedang ada acara di Jakarta hari ini. Mungkin ustad dan A Agus bisa bertemu."

Ali mengangguk-angguk, sepertinya menyenangkan bisa bertemu dengan laki-laki itu.

"Nanti kamu pulang naik apa Mei?" Tanya Oma.

"Saya naik travel oma, tapi sebelumnya saya mau bertemu dulu dengan A Agus nanti berangkat pulangnya dari sana." Jawab Meira 

"Bagaimana kalau kak Ali mengantar Meira bertemu dengan kang Agus, setelah mengantar tante Rosa ke bandara. Kak Ali bisa sekalian bertemu dengan kang Agus kan?" Ucap Ann cepat membuat Ali dan Meira mengangkat wajahnya bingung. 

Dan oma hanya memperhatikan dalam diam, sepertinya oma tahu apa yang sedang dilakukan Ann.

"Saya bisa naik taksi dari sini, mbak." Sahut Meira tidak enak.

"Nggak apa-apa Mei, aku hanya khawatir terjadi sesuatu nanti kalau kamu pergi sendiri. Kamu kan belum terlalu mengenal daerah ibukota. Kak Ali juga sedang ada waktu kok. Kakak bisa kan?"

Ali sebenarnya tidak ingin pergi, tapi ia memang sudah lama tidak bertemu dengan kakaknya Meira itu. Sekalian ada barang yang mau dicarinya untuk Ann. Maka Ali hanya mengangguk lalu mulai makan.

.

.

Rosa sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran Ann yang mengambil keputusan terburu-buru seperti ini. Ia tahu kenapa Ann menyuruh Ali untuk menemani Meira menemui kakak laki-lakinya di suatu tempat.

Apakah wanita di belakangnya ini adalah pilihan Ann untuk suaminya sendiri. Rosa memperhatikan Meira dari kaca spion tengah. Terus terang, Meira tidak jauh berbeda dengan Ann. Sama-sama memiliki sikap berani, kerja keras dan tanggung jawab terhadap pekerjaanya. Tapi memiliki hati yang lembut dan penuh kasih sayang, juga sangat menyayangi anak-anak.

Rosa bingung dengan semuanya, ia tidak mungkin bisa menolak rencana Ann. Sementara disisi lain ia seperti yakin kalau Ann tidak bisa bertahan dengan penyakitnya.

Ali membawakan koper Rosa sampai di pintu masuk bandara.

"Kamu akan langsung pergi bersama Meira?" Tanya Rosa.

"Sepertinya iya." Sahut Ali terlihat ragu.

"Kalau begitu, saya pergi dulu. Terima kasih sudah mengantar sampai disini."

"Iya tante hati-hati, kabari kalau sudah sampai."

"Tentu, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam."

Ali sebenarnya tidak enak untuk pergi bersama Meira berdua. Ia merasa tidak tenang meninggalkan Ann di rumah. Tapi ia juga tidak bisa menolak ketika istrinya itu menyuruhnya untuk mengantar Meira.

Sepanjang perjalanan, tidak ada obrolan atau pembicaraan diantara keduanya. Meira yang masih tetap berada di jok belakang, hanya memperhatikan pemandangan di luar mobil. Dan pria di depannya hanya fokus menyetir sambil memikirkan sebuah benda yang akan ia berikan untuk istrinya nanti. 

.

.

Oma menemukan Ann sedang duduk termenung memandangi taman di depannya. Ia menghampiri, menyentuh bahunya lembut.

"Ann, jangan bilang kamu sengaja membiarkan Ali dan Meira pergi berdua."

Ann menarik napas, lalu memejamkan matanya, bahunya bergetar. Ia mulai runtuh, ketika ternyata hal sekecil ini terasa sangat menyakitkan. Membiarkan suaminya pergi berdua bersama wanita lain karena ia sendiri yang memintanya.

Oma membelai kepala Ann. "Besok jadwal kemoterapi lagi, kamu jangan memikirkan hal-hal lain ya."

"Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa menahan penyakit ini oma. Setiap hari rasanya tubuh aku sudah tidak bisa bertahan lagi." Ann membuka kerudungnya, memperlihatkan rambutnya yang mulai menipis. Ia membelai rambutnya sendiri, dan memperhatikan tangannya yang penuh dengan rambutnya yang rontok.

Oma menutup tangan Ann, menyembunyikan helaian rambut rontok itu. Lalu menatap cucu kesayangannya itu dengan matanya yang berkabut.

"Sekali lagi, aku mohon, sekali lagi Ann."

Ann menunduk, mengepalkan tangannya dengan erat. Ketika bahunya mulai bergetar kembali dan tetesan air mata mulai membasahi pipinya. Oma hanya bisa memeluknya.

...


ANA UHIBBUKA FILLAH BAGIAN 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang