Chapter 27~Cemburu

919 89 40
                                    

Dan lagi" saya selalu molor update karna fokus ngonten🙂

Selamat membaca ˙˚ʚ(´◡')ɞ˚˙

Sebenarnya cemburu itu ungkapan rasa sayang, takut kehilangan, atau bagian dari keposesifan?
.
.
.



Selama duapuluh satu tahun hidup, baru kali ini Gea merasakan penyesalan yang sesungguhnya. Jika tahu menjadi dewasa bakal serumit ini, mungkin ia tidak akan pernah mau menyia-nyiakan masa kecilnya dulu.

Melihat anak-anak kecil yang bermain-main di sekitar komplek, dengan canda tawa bahagia mereka. Muncul setitik rasa iri dalam hati kecilnya. Tapi, tunggu... bukan berarti Gea ingin kembali menjadi anak kecil. Bukan begitu. Hanya saja melihat mereka membuat ia paham...

Oh... ternyata masa pas masih kecil itu enak banget yah.

Bisa main sepuasnya tanpa perlu mikirin beban masalah. Mereka bisa bebas mengekspresikan diri, tertawa lepas, pengen nangis ya tinggal nangis. Pokoknya apa yang dilakukan itu murni sebuah kepolosan bukan kepalsuan. Gea bukan generasi Z, yang tidak pernah melakukan asiknya dunia masa kecil tanpa tersentuh teknologi. Sisi ambisiusnya lah yang membuat ia lebih banyak belajar daripada bermain.

"OUT! OUT!"

Pandangannya beralih pada suara nyaring Mahen yang berlagak menjadi wasit badminton ganda putra, antara Juan-Haikal melawan Rio-Rezvan. Sebenarnya Pak Rezvan tadi cuma mampir bentar habis kerja, eh... para bocil tak berakhlak itu malah ngajak tanding badminton di lapangan samping rumahnya.

"Nggak! Ngga bisa! Out darimana sih, Hen. Orang koknya jatoh di dalem garis duluan," bantah Haikal.

"Lha ini buktinya." Mahen menunjuk pada shuttlekock yang tergeletak di dekatnya. Dan jika dilihat,itu emang diluar garis, cuman agak mepet. Jadi kelihatan seperti di dalem.

"Tapi gue tadi liat itu jatuh di dalem dulu, iya ngga, Ju?"

Juan mengangguk, "Ho oh, itu masuk tuh. Gimana sih, Hen. Yang bener dong jadi wasit."

"Emang jatuh di luar garis kok, iya kan Bang?" ujar Rio yang kemudian dibalas anggukan iya oleh Pak Rezvan.

"Tuh kan, dibilang keluar masih ngeyel aja. Gue wasitnya dan mata gue ga burem ye."

"Out darimana anjir! Itu masuk tadi!" Haikal masih bersikukuh.

"Koknya udah lewat garis, woyy!" balas Rio tak mau kalah.

"Ini emang udah out, kalo engga tim kita udah menang." Pak Rezvan turut menimpali.

Gea terkekeh melihat keributan bocah-bocah itu. Apalagi Pak Rezvan sendiri juga tidak mau mengalah, dan malah ikutan ribut. 

"Udah, sabar-sabar," sela Tio yang duduk santai sambil makan cilok Mang Jalu yang dibelinya tadi.

"Oke, kita main ulang aja," usul Haikal.

"GABISA! APAAN, NJIR!" Rio menolak usulan itu sambil ngegas. 

Pak Rezvan menyilangkan kedua lenganya, tanda jika ia juga menolak untuk main ulang. "Iya, ngga bisa. Itu tadi udah out."

"Gue gabisa terima! Pokoknya ga terima!" Nampaknya Haikal sangat berambisi untuk memenangkan pertandingan ini.

"Yaudah, kita tanya wasit." Juan akhirnya menengahi. "Jadi gimana? diulangi lagi?"

Mahen diam sejenak, berpikir sebelum akhirnya memberi keputusan. "OUT!" tegasnya.

Haikal langsung berjalan menghampiri Mahen, lalu berkata pelan, "Besok gue traktir mie ayam bakso."

My Pre-WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang