❄️12. More Then You Think

587 107 7
                                    

Sudah tujuh hari lamanya Jaemin hanya memandangi wajah Jeno yang terpejam, pemilik mata bulan sabit favoritnya tidak kunjung membuka mata. Hanya dua objek yang Ia lihat setiap harinya, pepohonan yang beku dan seseorang yang berbaring di ranjang sana.

Rumah minimalis itu jauh, sangat jauh dari kota. Bahkan itu adalah satu-satunya rumah yang berada disana. Sisi Utara Psyxros menyimpan energi yang berbeda, pilihan yang tepat membawa Jeno kesana. Sayangnya, sampai saat ini Jeno masih tidak membuka matanya.

"Hei, apa mimpimu seindah itu sampai enggan membuka mata?" Jaemin duduk di kursi yang berada disamping ranjang, memainkan bulu mata Jeno yang lentik. "Aku harus menunggu berapa lama lagi?" Lirihnya. Jaemin menjadikan dada Jeno sebagai bantal, mendengarkan irama detak jantungnya.

Jaemin memejamkan mata, terlalu nyaman berada di dada pria dibawahnya itu. Sampai tidak sadar detak jantung Jeno menjadi lullaby pengantar tidurnya. Tangan yang berada di sisi Jeno bergerak secara perlahan, terangkat untuk mengelus surai silver itu. Jeno membuka matanya, tersenyum manis melihat Jaemin yang tertidur diatas dadanya.

"Mungkin suatu saat aku akan kehilangan akal sehatku karena mu, Jaemin," Ucap Jeno. Rasanya Ia tidak ingin melepaskan Jaemin, membelenggu dirinya dengan si manis.

Nyatanya itu sudah terjadi sekarang, keduanya telah terbelenggu satu sama lain dan tak akan terpisahkan.

Asik mengagumi paras Jaemin, Jeno meringis saat jantungnya tiba-tiba berdenyut sakit. Ia sebisa mungkin tidak membuat gerakan berlebihan yang akan membangunkan Jaemin, walaupun sakit itu serasa ingin merenggut nyawanya.

Keringat dingin mengucur di pelipisnya, beberapa kali Ia mengerang berharap sakit itu sirna. Sampai Ia tidak sadar mata yang terpejam itu kini terbuka, terkejut melihat dirinya sadar tapi menahan ras sakit.

Jaemin mengangkat kepalanya dari dada Jeno, membuat sang empunya tersentak kaget. "Jeno," Lirih Jaemin. Ia tau Jeno akan mengalami itu dan rasanya Ia tak sanggup melihatnya.

"Kau kesakitan..." Jaemin memandang sendu Jeno. Bahkan untuk mengucap kata penenang untuk Jaemin saja Jeno tidak sanggup. "Apa tidak bisa menggunakan kekuatanmu?"

Jeno menggeleng. "Tidak bisa, seperti ada yang menahannya dari dalam,"

Si manis memegang tangan Jeno, dan setetes air mata jatuh disana. Jeno membulatkan matanya, Ia tidak menyangka Jaemin akan mengeluarkan air mata untuknya.

"Melihat air matamu membuatku tambah sakit, Jaemin," Jeno mengusap air mata itu, tapi hal itu malah membuat tangisan Jaemin semakin kencang. Satu tetes air matanya jatuh mengenai dada Jeno, tepat dijantungnya, yang perlahan membuat rasa sakit itu sirna.

"Jangan sakit," Ucap Jaemin di sela-sela tangisnya.

"Sudah, tidak sakit lagi. Tapi kalau kau terus menangis, nanti sakitnya datang lagi," Jeno memberikan senyuman yang membuat perasaan Jaemin lega. Sisa-sisa bulir bening di mata indahnya, dan hidungnya yang memerah membuat Jeno gemas. "Kenapa kau semenggemaskan ini," Jeno bangun dan mencubit hidung Jaemin, tak lupa memberi kecupan disana.

Jaemin membeku, Ia mengerjapkan matanya bingung, dan sekarang wajahnya memerah seperti tomat. Wajah Jeno begitu dekat dengannya, tidak ada senyuman disana, Jaemin tidak dapat mengartikan tatapan Jeno yang itu.

"Kau membawa kehidupan baru untukku. Aku mengira hidupku akan datar seterusnya, tapi kedatanganmu mengubah hidupku sepenuhnya," Jaemin merasakan nafas Jeno menyapu wajahnya, betapa dekatnya jarak wajah mereka. "Dan sekarang, aku tidak akan pernah melepaskanmu."

Kini tak ada lagi jarak diantara mereka, bibir itu bertemu, Jaemin membulatkan matanya, terlalu lambat mencerna apa yang terjadi. Saat Jeno memegang tengkuknya, Jaemin tersentak, lantas Ia memejamkan matanya dan menikmati bibir yang selalu membuatnya terpesona.

MALVERA [NoMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang