☪
Pintu apartemen itu ditutup dengan kasar, membuat si pemilik yang tengah asyik menonton TV terkejut. Ia menoleh pada Jaemin—si pelaku—yang sedang berjalan santai dan duduk disampingnya.
"Wajahmu terlihat buruk," Komentar pemuda dengan rambut putih itu, Ia menatap Jaemin sekilas dan kembali fokus pada acara TV yang sama sekali tidak menarik itu. Namun sedetik kemudian Ia memekik melihat TV nya yang membeku, ya, beku.
"NA JAEMIN! JANGAN MEMBUAT ULAH!"
Jaemin mengernyit ngeri mendengar teriakan sahabatnya, sepertinya Jaemin masih belum terbiasa dengan suara beratnya.
"Aku kesal," Jaemin menyandarkan punggungnya pada sofa, entah kenapa senyuman pemuda yang ditemuinya itu terlihat sangat menyebalkan, Jaemin tidak menyukainya.
"Waah, sungguh suatu kehormatan bagi orang itu telah membuat seorang Jaemin ke—"
"Diam, Felix!!"
Tentu saja pemuda bernama Felix itu langsung mengatupkan bibirnya, Jaemin memang galak. Felix mengedikkan bahunya dan memilih mendekati TV nya yang menyedihkan. Tangannya terulur menyentuh es yang menyelimuti benda itu, seakan menyerapnya, seluruh es itu masuk kedalam tangan Felix, kini keadaan TV nya sudah kembali seperti semula. Pandangannya beralih pada sang sahabat, Jaemin tengah memejamkan mata namun Ia tau pemuda itu tidak tidur.
Ia menghela nafas, baru beberapa hari Jaemin bertekad dengan misinya dan mendatangi tempat dimana banyak manusia beraktifitas, namun sekarang Jaemin terlihat sangat lelah. Ini bukan musim salju, tentu saja Jaemin masih kesulitan menghadapi matahari yang selalu menampilkan cahayanya berlebihan, berbeda dengan Felix yang sudah bisa mengontrol dirinya sendiri.
Agak melelahkan juga jika setiap hari Jaemin harus bolak-balik dari tempat manusia dan tempat dirinya berasal, itu tidak bisa dibilang dekat. "Jaemin," Felix mendekati Jaemin, mengamati leher jenjangnya yang polos. Jaemin hanya menjawab dengan gumaman, "Dimana kalungmu?" Tanya Felix yang membuat Jaemin membuka mata dan menegakkan duduknya.
Benar, kalungnya tidak ada.
"Ah! Sialan!"
Jaemin mengumpat, ingatannya kembali pada saat Ia tak sengaja menabrak orang itu, si pemilik senyuman menyebalkan, Ia yakin kalungnya jatuh disana. Mungkinkah kalungnya masih ada disana?
"Jangan sekarang," Felix menahan Jaemin yang sudah berada didekat pintu. "Orang itu membawa pergi kalungmu." Jaemin menatap dingin Felix, Ia menggeram rendah sebelum melesat pergi ke kamarnya. Felix mengerti perasaan Jaemin, oleh karena itu Ia membiarkan Jaemin sendirian.
•••
Pemuda yang memiliki Surai perak itu mendesah lega, tangannya menepuk-nepuk perutnya yang terasa penuh. Selesai makan malam, Jeno memilih pergi ke kamar setelah membantu sang Mama. Matanya tak sengaja menangkap kalung milik pemuda manis itu, senyumnya tersungging tanpa sadar. Jeno mengambil kalung itu, mengamatinya dengan seksama, menurutnya, kalung itu unik. Sampul kalung itu mirip seperti bunga es, juga terdapat ukiran abstrak yang Jeno sama sekali tidak mengerti.
Jeno tersenyum tipis dan meletakkan kembali benda itu, tujuannya sekarang adalah kamar mandi. Bertepatan dengan pintu kamar mandi yang tertutup, jendela di kamarnya terbuka, seseorang melesat masuk seperti angin, mata tajamnya langsung tertuju pada benda miliknya. Tanpa berpikir dua kali, Jaemin mengambil benda itu dan hendak pergi, namun jendela yang tertutup secara tiba-tiba mengejutkan dirinya.
"Malam-malam menyelinap masuk kedalam kamar orang asing?" Suara itu mengalihkan atensi Jaemin, Ia menoleh ke depan kamar mandi dan mendapati Jeno yang sedang bersandar pada pintu disana. Jaemin berniat mengabaikan nya dan memilih untuk membuka jendela, namun jendela itu tertutup rapat seakan dikunci sesuatu yang tak kasat mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALVERA [NoMin]
Fantasia[fantasy] [bxb] [gore] ☪ Takdir sudah tertulis untuk seluruh manusia, itu mutlak dan tidak bisa dibantah. Namun Jeno dan Jaemin memilih menentang takdir, yang mana membuat mereka mendapat hukuman mengerikan yang tak terlupakan, kisah mereka menjadi...