❄️ Prologue

3.3K 268 5
                                    

Langit sangat cerah, matahari dengan senang hati menyinari bumi tanpa memikirkan makian yang di tujukan padanya karena terlalu terik. Namun bagi Jeno, menikmati waktu sendirian di rooftop, ditemani langit yang cerah adalah hal yang paling menyenangkan. Orang-orang yang melihatnya mungkin akan menganggapnya aneh, lihatlah sepasang mata itu yang menatap lurus pada matahari yang sedang teriknya. Senyumnya terpatri, Ia selalu merasa tenang saat melihat langit itu.

Pandangannya turun, menatap taman sekolah yang tak terlalu banyak yang singgah disana. Hanya beberapa siswa-siswi yang entah sedang berpacaran, berkumpul dengan teman, atau hanya menyendiri. Namun satu orang yang berhasil menarik perhatiannya, rambut silver itu entah kenapa sangat mencolok dari yang lain. Dia adalah siswa baru, yang sempat membuat heboh karena parasnya, namun hanya satu hari sebab sifatnya yang sangat dingin membuat orang-orang enggan mendekat padanya.

Jeno mengamati paras manis itu, sangat disayangkan sifatnya dingin. Jeno teringat saat Ia berpapasan dengannya, namun tatapan yang diberikan padanya membuat Jeno bergidik ngeri. Seumur hidup, Jeno berani bersumpah jika ia tidak pernah melihat tatapan seperti itu, namun tatapan Jaemin berbeda.

Berapa lama Jeno melamun sampai Ia tidak sadar jika Jaemin sudah tidak ada ditaman itu? Ia kelabakan. Entah kenapa Jeno merasa tertarik dengan Jaemin, Ia penasaran.

Pemuda berparas bak Pangeran itu melangkah mundur, mendudukkan diri pada sofa yang berada disana; walaupun sudah tidak terlalu nyaman dipakai. Ia memejamkan mata, mungkin sesekali bolos tidak masalah, Ia merasa mengantuk. Ditengah teriknya matahari, entah bagaimana caranya pemuda itu terlelap.

Bahkan hingga warna jingga di langit mulai mendominasi, Jeno masih tidak membuka matanya. Awalnya begitu, sebelum Ia tersentak kaget karena rasa dingin tiba-tiba yang menyelimutinya. Jeno menilik sekitar, tidak ada hujan ataupun angin, hari sudah sore, namun sama sekali tidak membuatnya dingin. Lantas, apa yang barusan terjadi sehingga Ia merasa seolah-olah diselimuti es, mungkinkah hanya mimpinya?

Menggeleng pelan, Jeno menyampirkan tas di bahunya dan bergegas pulang. Pemuda itu selalu memberikan senyum setiap kali berpapasan dengan orang, entahlah, Ia sangat suka menyebarkan senyuman untuk orang lain. Jeno tau, banyak dari mereka yang memiliki pikiran gelap karena terlalu banyak berfikir negatif. Keadaan-keadaan tertentu yang membuat seseorang berfikir negatif, lambat laun akan merambat pada hatinya, membuatnya menghitam dan hidup tak tentu arah.

Selagi bisa, Jeno akan membantu mereka, membantu menjernihkan kembali pikiran itu, dan menghidupkan kembali hati yang sempat padam. Jika salah satu dari mereka jeli, mereka akan melihat sekilas cahaya yang ada pada manik golden milik Jeno, sayangnya tidak ada yang menyadari itu.

Masuk kawasan yang sepi, Jeno menyumpal telinganya dengan earphone, menikmati alunan lagu yang mengalir, sesekali bersenandung mengikuti iramanya. Mungkin orang lain akan berfikir jika hidupnya terlalu flat. Bangun pagi, sekolah, pulang; siklus itu berputar setiap harinya di kehidupan Jeno. Walaupun ada teman yang mengajaknya keluar, Jeno akan menolak dengan halus.

Tenggelam dalam pikirannya, Jeno tiba-tiba terkejut saat menabrak sesuatu, bahkan earphone terlepas dari telinganya. Ia menatap ke depan, senyumnya tersungging saat melihat pemuda berambut silver itu kini berada didepannya.

"Hai,"

Jeno menyapa dengan ramah, menatap tepat pada manik biru milik Jaemin. Jaemin balik menatapnya, namun hanya sekilas sebelum pemilik manik biru itu mengalihkan pandangannya dari mata Jeno yang membentuk bulan sabit. Agaknya, Jeno tidak lelah menampilkan senyumnya walau tak mendapat balasan serupa. Jaemin ingin pergi, namun sesuatu seperti menahannya, membuatnya mengurungkan niatnya.

Jaemin kembali menatap mata Jeno, ekspresinya sama sekali tidak berubah walaupun pikirannya sedang bertengkar. Lama mereka bertatapan, Jeno seperti melihat butiran snowflake didalam mata Jaemin, dan itu sangat indah. Namun lagi-lagi Jaemin mengalihkan pandangannya, membuat Jeno tidak bisa melihat manik indah itu lagi.

"Namamu Na Jaemin, kan?" Jeno bertanya, matanya kembali membentuk bulan sabit, yang entah mengapa membuat Jaemin merasa aneh. Bukannya mendapat jawaban, Jaemin meninggalkannya dengan pertanyaan menggantung.

Jeno menggeleng pelan seraya terkekeh kecil, Ia hendak melanjutkan langkahnya, namun terhenti saat melihat benda asing hendak di injaknya. Jeno mengambil benda itu, sebuah kalung bersimpul aneh namun cantik. Ia menoleh ke belakang mencari pemiliknya, namun Jaemin sudah menghilang tanpa jejak. Jeno memilih menggenggam kalung itu dan membawanya pulang.


Sesungguhnya tidak baik menilai cerita hanya dari prolognya saja.

Hehe

Hehehe

Hehehehe❤️

MALVERA [NoMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang