13

1.9K 502 24
                                    

            Melani jatuh cinta? Apa mungkin gadis itu bisa jatuh cinta kepadanya hanya dengan satu perlakukan kecil seperti ini? Haidar terus berpikir seraya melajukan mobil Melani menuju rumahnya. Gadis itu masih fokus dengan ponselnya, tetapi tak lagi bertengkar. Ia tengah mengetik sesuatu—entah apa—dan tampak serius.

Setelah menempuh nyaris dua jam di perjalanan akibat lalu lintas padat, mobil Melani akhirnya sampai di rumah Haidar. Pria itu memarkirkan mobilnya, lalu mengajak Melani untuk mampir.

"Minum teh agar kamu lebih tenang. Kamu bisa cerita apapun kepada saya. Kalau kemalaman, saya yang akan antar kamu pulang."

Melani tersenyum lalu mengangguk. "Untuk teh dan curhatnya, saya mau, tapi untuk diantar pulang, saya tidak mau."

"Kenapa?"

"Bapak harus mengajar pagi dan butuh banyak istirahat. Sedang saya biasa pulang malam dan tidak masalah. Justru, kadang saya butuh angin malam untuk menenangkan diri."

Haidar mengangguk, lantas mengajak Melani masuk ke rumahnya. Ibu Haidar menyambut dan mengajak mereka makan malam sekalian.

Setelah makan malam, Melani dan Haidar duduk di kursi teras sambil menikmati teh hangat dan potongan buah.

"Meliana kuliah di Singapura. Dia mengambil magister ekonomi di sana. Ibu membiayai penuh biaya pendidikan sampai biaya hidup. Meli mengabarkan kalau dia sudah menyelesaikan kuliahnya dan akan wisuda minggu depan."

"Itu bagus."

"Meli meminta saya datang bersama Papi. Ia ingin melakukan foto keluarga dengan toga wisudanya. Egois sekali dia."

"Dimana letak egoisnya?" Haidar menatap Melani dengan penuh tanya. "Saya rasa wajar jika orang menginginkan foto keluarga di hari kelulusan."

Melani mengangkat bahunya tak acuh. "Orangtua kami sudah berpisah. Pun kami yang terpisah karena harus ikut salah satu dari orangtua kami. Meli egois jika memaksakan kami berkumpul di hari bahagianya." Gadis itu menghela napas panjang. "Ibu dan Papi sangat dingin satu sama lain. Kalau dia pintar, seharusnya bisa membaca situasi dan baiknya mandiri dengan tak mengundang kami."

Haidar tak tahu harus menanggapi seperti apa. Ia tidak tahu banyak tentang hidup Melani, selain yang ada di Instagram gadis itu, juga tak pernah masuk ke dalam masalah keluarga orang lain. Haidar memang tak memiliki ayah sejak kuliah semester pertama. Ibunya menjanda akibat kematian sang ayah dan ia nyaris tak pernah melihat orangtuanya bertengkar. Sebagai anak, ia buta untuk merasakan apa yang Melani rasa.

Namun, ia ingin memberikan gadis itu semangat, agar mau menerima kondisi dan menurunkan ego demi keutuhan keluarga. Meski tak lagi utuh, menjaga keharmonisan tetaplah tugas setiap anggota keluarga itu.

Dengan jantung yang berdegup kencang, Haidar memberanikan diri menggenggam tangan Melani. Ia tahu ini bahaya dan jelas melanggar ucapannya sendiri. Namun, ada rasa asing yang baru kali ini ia rasa dan mendorongnya untuk melakukan hal yang tak pernah ia lakukan.

Melani menatapnya dengan wajah sendu dan penuh tanya saat mendapati tangan Haidar menggenggam tangannya.

"Kalau ... kamu ada waktu, keberatan datang ke wisuda saudarimu?"

Melani mengangguk. "Ibu akan semakin merendahkan saya dan membandingkan dengan Meli." Gadis itu mengerjap dengan sorot sedih. "Saya tidak membenci Meli. Namun, saya tidak bisa diperlakukan begini. Kami seperti dibeda-bedakan. Saya merasa mendapat perlakukan tak adil. Semua itu membuat saya memilih sendiri saja."

LovetivationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang