14

2.1K 560 78
                                    

            "Welcome to Singapore." Melani berucap antusias saat berjalan keluar area Changi Airport. Ia yang hanya membawa satu ransel ukuran sedang, melangkah santai menuju stasiun MRT.

Di belakangnya, Haidar memperhatikan langkah Melani sambil mempersiapkan beberapa hal yang mereka butuhkan selama perjalanan. Pria itu juga membuat sedikit perencanaan perjalanan selama mereka menghabiskan tiga hari dua malam ini.

"Bagusnya! Bapak pilih kamar yang tepat!" Melani berteriak girang saat membuka pintu kamar hotel, lalu membuka tirai. "Saya mau ke sana sama Bapak!" Ia menunjuk patung singa yang terlihat dari tempatnya berdiri. "But now, bagaimana kalau kita ambil foto dengan latar pemandangan ini. Bagus banget. Sunset with Merlion."

Haidar menggeleng. "Bahaya jika mengambil foto di tempat ini. Jika dilihat orang, mereka akan berpikir yang tidak-tidak."

Melani mendengkus. "Memangnya siapa yang mau melihat?" Ia cemberut, tetapi tak membantah Haidar. "Siapa yang di kamar sebelah. Saya atau Bapak?"

"Saya saja." Haidar menjawab seraya mengecek beberapa sudut kamar hotel. "Kamu suka tempat ini dan bisa mengambil gambar sepuasnya sendiri."

"Kita makan di sana malam ini?" Melani menunjuk pada tempat di dekat Merlion.

Haidar menggeleng. "Kita makan di hotel saja, lalu lanjut menemani kamu mengerjakan bab empat."

Melani berdecak, tetapi tak membantah. Gadis itu meletakkan ranselnya di salah satu sofa dan mempersilakan Haidar keluar saat pria itu pamit ke kamar sebelah. Namun, Melani menahan langkah Haidar saat pria itu membuka pintu, lalu mencuri satu kecupan di rahang Haidar.

"Terima kasih, Pacar." Senyum Melani merekah dengan wajah bahagia.

"Sama-sama." Haidar tersenyum tulus, lalu membalas dengan mengecup kening Melani.

*****

"Ibu pikir kamu tidak datang."

Melani tersenyum tipis, lalu duduk di sebelah ibunya. Mereka sedang menunggu Meliana berhias sebelum datang ke acara wisuda. Melani tak menjawab dan berpura fokus pada layar ponselnya.

"Meli sudah lulus magister. Kamu kapan lulus sarjana?"

"Sebentar lagi. Ibu tahu kalau Melani baru selesai penelitian bulan lalu. Jadi, mohon ditunggu saja."

"Setelah itu, kuliah lagi seperti Meliana."

Melani menggeleng. "Mel tidak sepintar anak kesayangan Ibu. Melani merasa kurang cocok dengan kehidupan yang Meliana jalani."

"Kamu bisanya hanya hura-hura saja." Sang ibu berdecak. "Semalam papimu menghubungi Ibu. Dia mengajak rujuk, tetapi tak Ibu jawab."

Melani menatap ibunya dengan terkejut. Ia tak menyangka ayahnya melakukan itu. "Mengapa tidak Ibu jawab? Dulu, Ibu mengira Papi selingkuh karena tak pernah perhatian kepada kita. Papi membuktikan dia tidak memiliki perempuan lain sampai sekarang, setelah berpisah dengan Ibu belasan tahun. Papi mengajak rujuk dan Ibu masih berpikir ulang?"

Ibu Melani menatap Melani datar. "Kalau kamu bisa lulus cepat, mungkin Ibu akan mempertimbangkan untuk menyatukan keluarga kita lagi."

"Ibu dan Papi saling mencintai, tetapi terlalu banyak hal Ibu jadikan pertimbangan. Menyatukan keluarga kita tidak ada hubungannya dengan kelulusan Mel, Bu."

"Buat Ibu ada." Wanita itu berdiri. "Kalau kamu bisa lulus dengan baik, setidaknya Ibu bisa menganggap papimu mendidikmu dengan baik dan mengembalikan kepercayaan Ibu kepadanya lagi." Ibu Melani menatap ke belakang Melani. "Berdirilah. Meliana sudha siap dan taksi sudah sampai."

LovetivationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang