0.0| Before That Story (2)"Kadang hidup tidak sesuai yang kita inginkan. Karena, kita hanya makhluk yang diciptakan-Nya, bukan yang mencipta."
***
Mobil Pajero Sport berwarna hitam berhenti tepat didepan rumah bertingkat dua. Rumah sederhana yang mungkin tidak terlalu mewah, tetapi sangat elegan. Dengan nuansa gold, menjadikan rumah itu terlihat mewah.
Sabitha keluar dari mobil tersebut. Berdiri tepat didepan pagar. Ia melihat rumah yang berdiri kokoh didepannya.
"Sa, ayo." ajak Vianty
Ya, mereka telah pindah dirumah Afian Firsana. Pemilik perusahaan tempat Papanya bekerja dulu. Afian dengan Vianty pun resmi menjadi suami istri. Mereka telah menikah. Sabitha tidak tahu apa yang dilakukan Mamanya hingga Fardana-Papanya, mau menandatangani surat cerai tersebut.
Dengan mendorong koper, Sabitha berjalan dibelakang Afian dan Vianty. Rasanya asing. Ia rindu keluarganya dulu. Afian memencet bell rumah, kemudian pintu terbuka. Itu Thalitha yang membukakannya.
Senyum dari gadis itu sangat tulus ketika tidak sengaja Sabitha melihatnya. Benar-benar gadis polos.
Thalitha berjalan menghampiri Sabitha dengan senyuman yang masih terlihat.
"Sini kopernya, Sa, aku bantuin, ya?" pinta Thalitha.
Tetapi, Sabitha justru menarik kopernya kebelakang. "Nggak perlu, gue bisa sendiri." tolaknya.
Lagi-lagi senyum gadis itu tidak pudar meski Sabitha tolak. Sabitha tidak mengerti, ada berapa banyak kesabaran gadis polos dihadapannya ini
"Ya udah, Thal, kamu tunjukin aja dimana kamar Sabitha, ya." ujar Afian. Thalitha mengangguk.
Gadis itu berjalan mendahului Sabitha.
"Sa, sana kamu ikutin Thalitha." suruh Afian. Sabitha hanya menoleh sebentar, tanpa anggukan dan ucapan, ia berlalu begitu saja.
Sabitha benar-benar masih asing dengan keadaannya. Keadaan yang membuat Sabitha seperti ini. Jangan salahkan dirinya. Terkadang kita perlu waktu untuk beradaptasi. Tapi, entah sampai kapan Sabitha akan beradaptasi dengan keluarga yang tidak ia inginkan.
"Ini kamar kamu," Thalitha menunjukkan kamar yang berada di lantai atas. "Di sebelah sana kamar aku. Nanti kalau ada apa-apa, kamu bisa ke aku aja, ya, Sa."
Sabitha menatap tajam kearah Thalitha. "Lo nggak usah sok baik sama gue, bisa? Jangan karena kita udah jadi saudara, gue bakalan terima lo jadi saudara gue. Gue nggak akan pernah siap buat anggep lo saudara gue. Inget, lo cuma saudara tiri." ujar Sabitha pada Thalitha.
"Iya nggak apa-apa, aku juga sadar, kita ini saudara tiri. Kamu nggak perlu ingetin aku." balas Thalitha. Gadis itu paham betul, bahwa Sabitha masih dalam tahap adaptasi dengannya.
"Ya udah, kamu beres-beres bajunya mau aku bantu?" tanya Thalitha.
"Nggak," balas Sabitha singkat. Gadis itu segera masuk kedalam kamar barunya, dan menutup pintu setengah kencang.
Thalitha sedikit terlonjak akibatnya. Perempuan berbando merah muda itu segera turun kebawah, menemui Ayah dan Ibu barunya.
Sedangkan Sabitha, ia melihat kesekeliling kamarnya. Luas. Berbeda dari kamarnya dulu. Warna cat putih, dengan nuansa dusty pink dan black. Ini benar-benar kamar impiannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
THE HIRAETH
Teen Fiction[follow duls gaiseu biar berkah, kalau saya update jg ga ketinggalan] ** The Deep Nostalgic Feeling ** Ini bukan sekadar cerita anak SMA yang di mabuk cinta. Bukan juga kisah cinta klasik. Mungkin sedikit turun dari kata 'klasik'. Dan lebih cocok de...